Siap-siap!
=====
Suasana hati Farah menjadi buruk sore ini, dan Arzan kesal karenanya. Arzan sudah bisa menduga bahwa suasana menjengkelkan di tengah mereka pasti erat hubungannya dengan kedatangan tak terduga yang dilakukan Caterine ke kantor Patra Construction tadi siang.
Sejak Caterine pergi dari ruang kerja Arzan, Farah tidak membuka mulut sama sekali. Wanita itu mendadak gagu di depan Arzan, dan hanya bisa menjawab dengan ya atau tidak saja. Arzan tidak tahu insiden apa yang terjadi di luar ruang kerjanya antara Caterine dan Farah, sehingga membuat Farah berubah jadi menyebalkan seperti sekarang.
"Kalau wajahmu masih cemberut begitu, lebih baik aku pulang saja," kata Arzan begitu keduanya tiba di dalam apartemen Farah. Arzan tak berniat menutupi kejengkelan dalam nada bicaranya. Pria itu hendak mengayunkan kaki menuju pintu keluar ketika Farah meraih lengannya.
"Jangan pulang," balas Farah dengan wajah masih cemberut. "Aku tidak kesal padamu, tapi pada mereka!"
"Hm. Aku sekarang objek pelampiasanmu, begitu?" Arzan menelengkan wajah ke arah Farah. Arzan tahu siapa yang dimaksud Farah dengan 'mereka', dan pria itu tidak suka Farah berubah jadi menyebalkan.
"Bukan begitu. Oke. Oke. Aku tidak cemberut lagi. Lihat." Farah mengalungkan kedua lengannya ke leher Arzan dan memberikan senyumnya. Wanita itu mencium ringan bibir Arzan sebelum kembali berujar. "Duduklah, aku buatkan minuman untukmu."
Arzan meraih pinggang Farah dan mencium bibir wanita itu dengan keras.
"Lain kali bicara padaku kalau ada masalah, aku tidak mau diberi wajah masam seperti tadi," kata Arzan bersamaan dengan napas yang berembus kuat akibat ciuman mereka barusan. Farah mengangguk sembari mengelus wajah Arzan dengan telapak tangannya, lantas berlalu menuju dapur.
Arzan membawa tubuhnya duduk di atas sofa. Kedatangan Caterine tadi siang memaksa otak Arzan terus berpikir. Jika Caterine sudah mengetahui hubungan dirinya dengan Farah, artinya Naora juga sudah mengetahuinya. Mengingat persahabatan keduanya sangat dekat.
Arzan mulai menduga-duga, apakah dengan alasan itulah mengapa Naora ingin bertemu Farah. Mungkin Naora ingin mendesak Farah untuk mengakui hubungan wanita itu dengan Arzan, atau bisa juga untuk mengintimidasi Farah. Menurut Arzan, seharusnya Naora bertanya terlebih dahulu kepada dirinya bukan malah menembak Farah di belakang pungung Arzan. Tetapi, sikap Naora yang menganggap seolah tak ada yang terjadi di antara mereka sungguh menjengkelkan Arzan.
Farah datang dengan dua cangkir berisi kopi di dalamnya. Setelah menyerahkan satu cangkir kopi kepada Arzan, Farah duduk di sebelah pria tersebut.
"Tadi siang wanita bernama Caterine menghampiriku di depan meja Mimi. Dia mengaku sebagai sahabat istrimu. Kata-katanya bernada ancaman dan dia juga bilang akan mengawasiku. Kata Mimi, wanita ini sebelumnya mengunjungimu, benarkah?"
"Begitulah. Tidak perlu memikirkan mereka." Arzan mengedikkan bahu takacuh. Pria itu memang tidak menyukai topik percakapan mereka saat ini. Dia ingin menghabiskan malam ini dengan bersenang-senang dengan Farah bukan malah membahas Naora, apalagi Caterine.
"Setelah kemarin Naora menggangguku, hari ini Caterine membuat teror padaku, bagaimana aku tidak jadi kesal, Arzan?" keluh Farah di sebelah Arzan.
"Aku tahu. Kapan kamu akan menemui Naora?"
"Lusa. Kenapa?" Farah melirik penuh syak wasangka ke arah Arzan, tapi ketenangan sikap Arzan membuat Farah sulit membaca apa sebenarnya yang ada di balik kepala pria itu.
"Aku minta padamu, sangkal apa pun yang dituduhkan Naora padamu. Mengerti maksudku?"
"Kenapa? Kenapa aku harus terus sembunyi?" Kali ini Farah menyipitkan kedua kelopak matanya.
"Aku tidak mau seorang pun mengganggu hubungan kita. Paham? Kamu pasti mau hubungan kita tetap berjalan, kan?" tanya Arzan balik, mengundang kepala Farah seketika mengiakan dengan segera. "Bagus. Kalau begitu ikuti apa yang aku perintahkan padamu."
Farah mengangguk dan menaruh cangkir kopinya ke atas meja bersama dengan milik Arzan. Melihat jejak cemberut masih membekas di wajah Farah, Arzan mengerutkan dahinya.
"Kenapa?"
"Mengapa kamu tidak segera menceraikan istrimu saja? Kamu sudah mengikatku dengan ini. Iya, kan?" Farah memperlihatkan cincin yang melingkar di jari tangan kirinya, ada kilatan bahagia di kedua mata wanita itu. Arzan meraih tangan Farah dan membawa tubuh Farah menempel padanya.
Sedekat apa pun hubungan Arzan dengan Farah, bukan berarti Arzan ingin membuka seluruhnya kepada wanita itu. Kehidupan rumah tangga Arzan dengan Naora adalah urusan dirinya sendiri, bukan urusan Farah apalagi Caterine. Terlebih, Arzan tidak ingin membahas rumah tangganya dengan siapa pun malam ini.
"Aku pria dengan seorang anak perempuan, Farah. Aku tidak bisa begitu saja membawamu masuk dalam kehidupan Leoni, aku sedang mencari momen untuk kalian." Arzan berpaling dan menunduk ke arah Farah.
"Benarkah?" tanya Farah mendesak. Farah meletakkan dagu di atas bahu Arzan sehingga ujung hidung keduanya bertemu. Sepasang manik mata Farah langsung berbinar memandang Arzan.
"Tentu saja." Arzan menjepit dagu Farah dan mengarahkan mulut wanita itu ke mulutnya. Arzan mencium ringan bibir Farah, mengundang tangan Farah terulur untuk mengalungi leher Arzan. Tanpa meninggalkan ciuman mereka, pelan-pelan jemari Arzan meluncur turun dan membuka kancing blus Farah satu-satu. "Soal istriku dan temannya, aku akan tangani, kamu tenang saja. Lebih baik fokus dengan urusan kita berdua. Mengerti?" Arzan mendesah senang ketika mendapati bra merah ada di balik blus yang dikenakan Farah hari ini. "Warna merah favoritku."
"Aku tahu, kamu pasti menyukainya." Farah menyeringai nakal, Arzan membalas dengan tatapan yang seketika berkabut.
"Sebaiknya kita pindah ke kamar," bisik Arzan, serak. Arzan bangkit dari sofa. Meraih tangan Farah dan membawa wanita itu ke kamar tidur.
Arzan mendorong tubuh Farah ke dinding. Jemari Arzan bergerak cepat melucuti blus dan mini skirt yang membalut tubuh Farah, sementara mulutnya menikmati kehangatan bibir Farah yang terbuka dengan rela untuknya. Arzan menggeram puas, mata pria itu menatap rakus tubuh Farah yang hanya terbungkus dengan bra dan celana dalam warna merah.
"Suka? Kita membelinya di Bali." Empat huruf terakhir yang memanggil ingatan Arzan tentang panas dan liarnya aktivitas sex mereka selama di sana. Layaknya api disiram bensin, gairah langsung membakar Arzan dengan cepat. Sepasang mata Arzan kian gelap oleh kebutuhan.
"Aku suka, tapi aku harus melepaskan ini." Kata-kata Arzan berembus bersama napasnya yang menderu kasar. Tangan Arzan menggenggam celana dalam merah itu dan mendorong turun hingga meluncur di sepanjang tungkai kaki Farah.
"Kayaknya aku juga harus melepaskan ini," desah Farah rendah. Arzan membalas dengan seringai senang saat jemari lincah milik Farah menarik ikat pinggang Arzan dan membuka gespernya dengan cepat. Dalam satu gerakan berikutnya, Farah sudah membebaskan Arzan dari celananya, memberi ruang yang dibutuhkan oleh ereksinya yang sudah sangat keras.
"Wanita pintar." Arzan mengerang dan kembali mendorong Farah hingga menempel di dinding. Sementara tubuh Arzan menekan, mulutnya menyergap bibir Farah dengan serakah. Arzan menangkup dan mengangkat pantat Farah. Wanita itu meletakkan kedua lengannya di bahu Arzan.
"Pegangan." Perintah Arzan terengah-engah. Suara seraknya terdengar mendesak serta tegang. Farah mengencangkan pegangannya di bahu Arzan dan melingkari pinggul pria itu dengan kakinya.
Sekali lagi, Arzan mencium Farah dengan keras, menggerakkan pinggul ke depan, perlahan-lahan Arzan mendorong ereksinya tenggelam di tubuh Farah. Wanita itu mengerang panjang dan megap-megap saat Arzan mulai bergerak meregang dan mengisinya.
Arzan bergerak lambat pada awalnya, ketika pria itu meningkatkan ritmenya, Farah mulai menggali bahu Arzan dengan cakarnya. Napas Arzan menderu kasar saat pinggulnya meliuk dan Farah membiarkan nalurinya bergerak mendorong berlawanan. Membawa mereka berdua naik dan terus naik menuju ke puncak surgawi hingga tubuh mereka kian tegang.
Arzan mendorong satu kali, dua kali dan pinggulnya diam kaku. Dari dalam mulut Arzan meluncur omelan panjang saat dia mengosongkan miliknya di dalam tubuh Farah yang meledak di dalam klimaksnya sendiri di sekitar Arzan.
====
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dangerous Affair
Ficción GeneralWarning : 21+ Kesuksesan Naora Delmar sebagai seorang pengusaha wanita, ternyata tidak dibarengi dengan kesuksesannya dalam berumah tangga. Ia harus menerima kenyataan bahwa suaminya, Arzan Zahair, sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Arzan yan...