[Bab 7] Huntsman

1.4K 197 19
                                    

Happy reading!

====

"Aku mengerti perasaanmu, Naora." Caterine duduk bersandar nyaman di atas kursi di depan Naora dan menyilangkan kakinya yang panjang. Sebatang rokok terjepit di antara jari-jari lentik Caterine sebelum menyelipkan ujung rokok itu di antara bibirnya yang bersalut warna merah hangat.

"Kamu mungkin tidak akan pernah mengerti, Caterine. Karena kamu belum pernah mengalami sendiri. Ini___," Dengan suara tersekat, Naora menunjuk dadanya sendiri. "__ rasanya tak tertahankan."

Layaknya habis memuntahkan duri menyakitkan dari dalam mulut, Naora buru-buru menyesap gelas frappe coffee dengan timbunan busa krim di atasnya.

"Pengalihan dari rasa sakit," gumam Naora singkat menanggapi eskpresi bertanya Caterine. Naora memang bukan penggemar minuman manis, tetapi sejak duduk di kursi Prometheus Coffee tadi, Naora ingin memberikan asupan gula yang lebih banyak bagi tubuhnya.

Caterine tergeleng samar dan menjejalkan ujung batang rokok yang sudah pendek ke atas asbak. Dia menyesap mocktail sebentar sebelum kembali kepada Naora. Sahabatnya itu tengah memandang dengan muram berbagai seni dari kayu lawas yang menempel di dinding cafe bernuansa rustic modern di sekitar mereka.

"Sebenarnya apa yang terjadi saat syukuran di rumah mertuamu, Naora? Sampai mendorongmu melakukan tindakan gila di kantor Arzan." Caterine mencabut sebatang rokok dan menyalakannya lagi. Biasanya Naora akan menegur Caterine bila mendapati sahabatnya itu terlalu banyak menghabiskan batang rokok, tapi kali ini Naora bahkan tak punya cukup energi untuk memberikan nasihat.

Naora menyesap frappe coffee, menghela napas panjang dan memandang Caterine dalam sorot redup.

"Arzan sengaja mengundang wanita itu ke pesta ulang tahun ibunya, Caterine. Bayangkan, suamiku sendiri malah membuatku seperti seorang pecundang. Bahkan di depan hidung istrinya sendiri, Arzan berani membawa wanita itu pada orang tuanya, meski dia mengenalkannya sebagai asisten pribadi." Naora menunduk, seakan-akan bayangan menyakitkan pesta ulang tahun Ingrid Zahair muncul di atas permukaan kopinya. "Wanita itu pasti tertawa girang penuh kepuasan di belakang punggungku."

"Bagaimana reaksi kedua mertuamu?" Pertanyaan Caterine berembus bersama asap nikotin dari mulutnya.

"Biasa saja, kayak tidak ada rasa curiga. Mungkin karena Farah datang bersama seorang pria."

"Oh? Pacarnya?" Caterine mengerutkan kening.

"Entahlah. Kayaknya staf di Patra Construction juga, karena Arzan tampak akrab dengan mereka berdua."

"Andaikan benar apa yang wanita itu lakukan hanya untuk menutupi hubungannya dengan Arzan, artinya wanita itu sungguh cerdik, Naora." Caterine membawa batang rokok ke sela-sela bibir dan mengisapnya lembut. Kalimat Caterine membuat mental Naora kian jatuh. Dengan wajah muram, Naora menatap Caterine.

"Mungkin kata-katamu benar, Caterine. Wanita itu memang cerdik. Sedangkan aku cuma wanita bodoh yang nekat datang ke kantor suaminya dan membuat malu di sana." Kata-kata Naora langsung disambut dengan decakan di mulut Caterine.

"Naora, berhenti menganggap dirimu bodoh! Kalau kamu bodoh, tidak mungkin 30 orang karyawanmu itu berani menggantungkan hidupnya padamu. Dan ingat, aku juga menanamkan uangku padamu. Mengerti?" tandas Caterine. Kedua bola mata Caterine memandang penuh teguran ke arah Naora.

"Lantas, apa namanya yang aku lakukan kemarin kalau bukan bodoh?"

"Naora," ujar Caterine. Dengan tangan masih menjepit batang rokok, Caterine menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Dia tengah berusaha memilah kata-kata terbaik untuk menenangkan sahabatnya. "Yang aku lihat di depanku sekarang adalah istri yang putus asa bukan seorang wanita bodoh. Okay? Kamu memang terlalu naif menghadapi Arzan—yang mungkin sekarang levelnya sudah jauh di atasmu, tingkahmu itu malah seperti istri yang cemburuan. Maaf, terpaksa aku menganggap wajar kalau Arzan sampai marah padamu."

[END] Dangerous AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang