Hai! Jumpa lagi:))
Siap-siap yaa
====
Kemacetan mengepung Jakarta di mana-mana. Kendati hujan yang mengguyur Jakarta pukul satu siang tadi tidak sampai tiga puluh menit lamanya, tapi imbas dari air yang menggenang di mana-mana membuat Arzan tiba di gedung Patra Construction hingga pukul empat sore.
Tadi pagi Arzan mengunjungi kantor Cipta Karya Konstruksi milik ayahnya pukul setengah sebelas siang. Ayahnya meminta Arzan datang karena dia ingin membicarakan tender yang dimenangkan oleh perusahaan kontraktor milik ayahnya tersebut. Ketika kemudian pertemuan mereka dilanjutkan dengan makan siang hingga pukul setengah dua siang, kemacetan keburu menjebak Arzan dalam perjalanan pulang. Bila biasanya Arzan hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit saja, kini nyaris dua jam lamanya Arzan harus berjuang untuk bisa tiba di gedung Patra Construction.
Arzan menempelkan belakang kepalanya yang terasa penat di dinding lift saat bunyi ping menyapa telinga. Kedua kaki Arzan berayun keluar di lantai sembilan dan mendapati Mimi memberikan sapaan padanya, tetapi Arzan terlalu capek meski sekadar membalas kata-kata.
Begitu tiba di ruang kerja, Arzan langsung menurunkan jas hitam dari bahu dan menggantungnya di belakang kursi kulit. Kakinya bergerak ke lemari pendingin dan meraih sebotol coke dari sana. Setelah menenggak isinya sebentar, Arzan menggenggam botol coke tersebut dan membawanya duduk di atas sofa. Dia menurunkan tubuh dan menyandarkan kepala di sana. Sembari memejamkan mata rapat-rapat, tangan Arzan menempelkan botol dingin itu ke atas dahi. Kelegaan seketika berembus pelan dari mulutnya. Dia berharap tidak ada lagi jadwal meeting yang harus dia hadapi setelah ini.
Arzan tetap bergeming meski telinganya mendengar seseorang mengetuk daun pintu ruangannya. Pria itu sudah tahu siapa yang bakal masuk ke ruangannya sebentar lagi.
"Astaga, Arzan." Tentu saja, suara Farah langsung memasuki telinga Arzan dan merasakan asisten pribadinya itu duduk di sebelahnya. "Mimi barusan menghubungiku, katanya kamu baru saja tiba."
"Hm. Macetnya bikin gila." Arzan mengerang lelah, mengundang helaan panjang keluar dari mulut Farah.
"Aku pernah memintamu, Arzan. Kalau mobilitasmu tinggi, sebaiknya pakai seorang sopir pribadi. Kamu tidak harus kecapekan sendiri begini." Farah mengambil botol coke dingin dari tangan Arzan dan meletakkannya ke atas meja.
"Konsekuensinya, aku tidak bisa bebas lagi seperti sebelumnya," balas Arzan. Pria itu membuka mata dan mengintip sejenak ke arah Farah. "Kamu sudah bicara dengan Hans?"
"Sudah. Hans sudah berangkat sejak tadi pukul tiga buat menggantikanmu."
"Rrhh! Macet sialan." Arzan menggeram kesal. Meluruskan punggung, Arzan meraih botol coke dingin dari atas meja. Matanya menemukan beberapa lembar dokumen ada di tangan Farah dan mengerang lagi. "Oh. Shit. Kamu akan memberiku jadwal meeting lagi setelah neraka barusan yang kuhadapi?"
"Bukan, Arzan. Ini email dari Beton Karya. Mereka hanya meminta konfirmasi kehadiran Patra Construction dalam market sounding proyek mereka di Kalimantan yang akan mereka tenderkan. Kita sudah sudah pernah mendaftarkan diri sebelumnya, ingat? Dan sekarang, mereka hanya ingin memastikan kepada kita saja."
"Astaga. Aku lupa. Apa mereka sudah mengirimkan detailnya ke kita?" tanya Arzan dan dibalas dengan anggukan oleh Farah. "Tolong kirimkan padaku secepatnya, aku ingin diskusi dengan Papa terlebih dahulu. Kapan waktunya?"
"Minggu depan di Bali selama 2 hari." Farah menunduk. Jemarinya sibuk mencatat setiap pesan yang diperintahkan Arzan padanya ke atas sebuah agenda.
"Hm." Arzan tercenung beberapa saat sebelum membuka mulutnya lagi. "Ajak Hans juga. Kita berangkat bertiga ke Bali."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dangerous Affair
General FictionWarning : 21+ Kesuksesan Naora Delmar sebagai seorang pengusaha wanita, ternyata tidak dibarengi dengan kesuksesannya dalam berumah tangga. Ia harus menerima kenyataan bahwa suaminya, Arzan Zahair, sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Arzan yan...