Happy reading!
====
Suasana di meja makan begitu hangat pada pagi hari ini. Leoni tengah berceloteh riang dengan Benjamin dan Ingrid. Gadis itu tengah bercerita keseruan teman-temannya saat pesta ulang tahun kemarin. Arzan yang biasanya selalu berangkat kerja pagi-pagi, kini pria itu duduk di kepala meja dan sesekali menimpali celotehan putrinya.
Naora lebih banyak menikmati sarapan dengan mulut hening pada pagi hari ini. Wanita itu sudah bersiap berangkat ke kantor, hanya kedua kakinya saja yang masih mengenakan sandal rumah. Tubuh Naora memang sudah tidak merasakan sakit akibat perbuatan Arzan semalam, tetapi luka di dalam hatinya tidak bisa mengering begitu saja.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi lewat beberapa menit, Naora mengingatkan Leoni untuk segera bergegas berangkat ke sekolah.
"Hari ini class meeting, Mama. Terlambat sekolah tidak apa-apa," ujar Leoni berkilah, mengundang senyum tersemat di bibir kakek dan neneknya. Kendati demikian, gadis itu tetap beringsut dengan patuh dari atas kursi makan. "Dadah, Opa Ben. Oma."
Setelah memeluk Arzan serta kakek dan neneknya, Leoni beranjak keluar dari ruang makan. Naora ikut beranjak dari kursi untuk melepas kepergian Leoni ke sekolah.
Setelah mobil yang membawa Leoni hilang dari pandangan mata, Naora mengayunkan kaki kembali ke ruang makan dan mendapati mertuanya masih menikmati sarapan mereka dengan ditemani oleh Arzan. Berpikir bahwa dirinya harus menemani kedua mertuanya terlebih dahulu, Naora perlu memberitahu Audrey soal keterlambatannya masuk kerja karena ada mertuanya di rumah.
Naora meraih ponsel yang dia letakkan di atas meja konsol yang berada tak jauh dari meja makan dan menghubungi Audrey di kantornya. Naora membawa kakinya menjauh ketika ekor matanya sempat menangkap tatapan tajam Arzan saat wanita itu tengah memberi instruksi kepada sang sekretaris di kantor.
"Bagus kalau aku tak ada jadwal meeting sebelum tengah hari. Oh ya, lebih baik jadwal meeting setelah makan siang kamu re-schedule lagi ke minggu depan. Aku khawatir tidak bisa hadir tepat waktu," perintah Naora kepada Audrey.
"Baik, Bu Naora. Akan saya jadwalkan kembali. Ada yang ingin anda sampaikan lagi?" balas Audrey.
"Tidak ada lagi. Terima kasih." Naora menutup panggilannya. Setelah menaruh ponselnya kembali ke atas meja konsol, Naora kembali duduk di meja makan.
"Leoni pasti senang sekali kalau Opa dan Omanya mau menginap satu malam lagi di sini." Ketenangan suara Arzan mengundang dahi Naora berkerut dalam. Naora tidak mengikuti percakapan awal mereka, sehingga wanita tak tahu apa maksud kalimat Arzan barusan.
Naora memiliki dugaan buruk kalau Arzan sengaja meminta orang tuanya menginap satu malam lagi di rumah ini agar nanti malam pria itu punya dalih untuk menyelinap ke kamar Naora. Seketika Naora menggeram dalam hati. Perlakuan kasar Arzan semalam masih membekas di hati Naora, wanita itu tak sanggup bila harga dirinya diinjak-injak sekali lagi.
"Mama sih senang saja kalau kami menginap lagi di sini. Tapi besok pagi, Papa punya janji main golf dengan teman-temannya. Waktunya tidak akan keburu kalau berangkat dari sini," kata Ingrid dan disambut dengan anggukan dari Arzan.
"Papa mau golf dengan siapa? Rucita Jaya?" tanya Arzan ke arah Benjamin. Sesekali pria itu menyesap kopinya dengan pelan.
"Benar. Ada beberapa proyek yang akan mereka tenderkan, makanya Papa coba ajak Riyad main golf. Mungkin kita bisa mendapat kerjasama sepulang dari sana." Benjamin mengisi atmosfer di ruang makan dengan suara beratnya. Arzan memberikan tanggapan, tetapi Naora sudah tidak memperhatikan obrolan soal bisnis kontraktor milik mereka lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dangerous Affair
Ficción GeneralWarning : 21+ Kesuksesan Naora Delmar sebagai seorang pengusaha wanita, ternyata tidak dibarengi dengan kesuksesannya dalam berumah tangga. Ia harus menerima kenyataan bahwa suaminya, Arzan Zahair, sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Arzan yan...