[Bab 15] Ketakutan yang menjadi kenyataan

1.1K 225 51
                                    

Happy reading!

=====

Waktu menunjukkan pukul sembilan malam lewat lima belas menit saat Naora menurunkan kaki di halaman rumahnya kembali. Naora melirik sekilas ke samping, mulutnya mendesah dalam gelisah. Range rover hitam milik Arzan yang terparkir di sebelah mobil mininya, tak berpindah sejak hari Minggu malam yang lalu. Naora tak yakin apakah saat ini pemiliknya sudah tiba di rumah atau belum.

"Tuan sudah pulang, Vidal?" tanya Naora kepada sopir pribadi keluarga mereka yang tadi membuka pintu gerbang untuk Naora.

"Belum, Nyonya," jawab Vidal. Naora mengangguk ke arah Vidal dan kembali mengayunkan kaki ke dalam rumah.

Arzan mengatakan perjalanan bisnisnya di Bali hingga hari Rabu ini. Arzan memang tidak menyebutkan akan menggunakan pesawat jam berapa untuk tiba di Jakarta, tetapi mengingat sekarang sudah hampir pukul setengah sepuluh malam, Naora menjadi begitu gelisah.

Sejak tadi pagi Naora sudah mencoba menghubungi Arzan dan mengirim banyak pesan untuk suaminya tersebut. Naora ingin tahu jam berapa Arzan akan tiba di Jakarta. Namun, jangankan menjawab panggilan Naora, pesan yang Naora kirimkan saja tidak dibuka oleh Arzan.

Naora menggeleng ketika Gemi bertanya apakah wanita itu ingin makan malam atau tidak. Naora tidak lapar, segelas kopi yang tadi dia minum bersama Galen sudah membuat perutnya kenyang. Mungkin saja bukan kopi yang membuat Naora tidak merasa lapar, akan tetapi masalah rumah tangganya saat ini.

Naora mandi dengan cepat dan berusaha tak memikirkan apa pun saat ini. Selesai membersihkan tubuhnya, Naora bergegas berjalan ke kamar Leoni dan mendorong pintu kamar putrinya dengan hati-hati.

Cahaya redup dari lampu di atas nakas menyambut mata Naora. Wanita itu melangkah dalam kesenyapan untuk mendekati ranjang Leoni dan mendapati putrinya sudah tertidur. Naora mengelukkan punggung, tangannya menjangkau dahi Leoni dan memberinya usapan penuh kasih sayang.

"Selamat tidur, Sayang," kata Naora dalam bisikan lirih sembari memberikan ciuman ringan dan singkat di atas dahi Leoni. Putrinya bergerak sesaat sebelum membuka kelopak mata dan menatap Naora dalam kantuk.

"Selamat tidur, Mama. Papa sudah pulang?" tanya Leoni serak. Naora berkedip beberapa saat. Pertanyaan putrinya seketika membuat hati Naora seperti dipelintir.

"Belum, Sayang. Tidurlah lagi," jawab Naora menahan kesakitan dalam suaranya. Untungnya, Leoni sudah menyerah dengan kantuknya. Putrinya itu hanya mengangguk singkat, beringsut dan kembali memejamkan mata. Dengan sangat halus, Naora kembali mengelus dahi Leoni dan membetulkan selimut yang menutupi tubuhnya.

Pelan-pelan, dalam senyap, Naora meninggalkan kamar tidur Leoni dan menutup pintunya. Tiba di luar kamar, Naora baru menyadari bahwa sejak tadi wanita itu sudah mengertakkan gigi dengan kuat.

Tiba di atas ranjang kamar tidurnya, Naora meraih ponsel dan mulai mengetik sebuah pesan di atas layar ponselnya untuk Tuan Felix. Seharusnya detektif swasta itu sudah mendapatkan hasil di tangan karena Naora yakin Arzan sudah tiba di Jakarta, hanya saja wanita itu tidak tahu mengapa Arzan belum juga sampai di rumah. Tidak sampai satu menit kemudian, Tuan Felix sudah membalas pesan Naora.

Temui aku besok, jam 2 siang di tempat biasa

Naora mengerti isi pesan dari Tuan Felix dan kembali menutup ponselnya.

~oOo~

Naora tidak ingat sudah berapa lama kedua matanya terpejam karena sejak wanita itu berbaring di atas ranjang, dia merasa kesulitan untuk tidur. Naora terbangun karena ranjang di belakang punggungnya melesak ringan. Pinggang Naora berputar sebentar dan menemukan Arzan berbaring di sebelahnya.

[END] Dangerous AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang