[Bab 20] Alarm bahaya

1.2K 219 25
                                    

Happy reading!

=====

Dengan langkah terburu-buru, Galen membawa ponselnya keluar dari ruang meeting ketika mendapati nomor Ranu mengambang di layar. Galen sudah bisa menduga tujuan ayahnya menelepon pagi-pagi, sehingga Galen harus mencegah Tomas dan Joey ikut menguping percakapan mereka nantinya.

"Halo, Papa. Selamat pagi. Kok tumben jam delapan pagi sudah telepon?" sapa Galen. Pria itu berdiri di pinggir balkon sembari mengamati kesibukan karyawan Simple and Beauty di lantai satu.

"Selamat pagi juga, Galen. Kalau aku telepon siang-siang, kamu pasti sudah sibuk. Besoknya kamu pasti pura-pura lupa dengan janjimu," kilah Ranu sebelum kembali membuka mulutnya lagi. "Kamu sudah menghubungi Hanin dan buat janji bertemu dengannya?"

Galen seketika mengacak rambutnya pelan dan menghela napas panjang. Ya Tuhan. Pagi-pagi begini, pada hari kerja pula, ayahnya sudah memaksa Galen untuk berdiskusi tentang topik melelahkan ini.

"Maafkan aku, Papa. Aku bukan pura-pura lupa dengan janjiku, tapi memang waktuku untuk saat ini sudah habis untuk pekerjaan," dalih Galen demi bisa segera keluar dari topik percakapan mereka.

"Papa rasa kamu sengaja mengulur waktu, Galen. Sebenarnya apa sih yang kamu cari? Hanin sudah yang paling sempurna, menurut Papa. Dia cantik, cerdas, punya pekerjaan bagus dan pastinya berasal dari keluarga yang baik. Papa tak bisa menolak andai nanti Endrasuta berniat datang ke rumah Papa dan meminta bertemu denganmu." Penjelasan Ranu yang panjang lebar mengundang Galen nyaris mengerang frustasi di depan ayahnya. Hanin memang sempura, bukan hanya di mata ayahnya, bahkan di mata Galen juga. Tetapi, satu-satunya kekurangan Hanin adalah Galen tidak mencintainya.

"Aku memang butuh waktu, Pa," pinta Galen.

"Papa tidak bisa menolak permintaan Endrasuta, Galen. Kamu tahu kan betapa dekat hubungan keluarga kita dengan mereka? Papa minta padamu, jangan menodai hubungan baik ini. Kamu mengerti, kan?"

"Aku mengerti. Tapi aku mohon, Papa harus memahami situasiku juga." Suara Galen yang keluar dalam irama sedikit tegas, membuat Ranu bergeming sesaat sebelum terdengar tarikan panjang.

"Sekarang ini Papa minta, setidaknya kamu telepon Hanin dan bertemu dengannya, Galen. Sedikitnya Papa sudah agak tenang." Kali ini Ranu menjawab dengan sedikit lunak.

"Baiklah, Pa. Aku akan usahakan," balas Galen akhirnya sebelum dia menutup panggilan papanya di ponsel.

Galen kembali menenggelamkan ponsel ke saku celana denim yang ia kenakan, sementara dari celah bibir Galen berembus desahan lelah. Galen bukan tidak berusaha menjelaskan kepada kedua orang tuanya bahwa pria itu tidak mencintai Hanin. Namun, karena Ranu selalu becermin dari pengalaman hidupnya yang waktu itu dijodohkan dengan Elisa—ibunda Galen, Ranu bersikukuh bahwa cinta bisa datang setelah berumah tangga.

Astaga. Hati tidak memiliki bahasa pemrograman yang bisa Galen perintahkan untuk mencintai seseorang. Andai kata bisa, Galen pasti sudah menciptakan perasaan cinta dalam hatinya ini hanya kepada Hanin, dan menghapus rasa cintanya pada wanita yang jelas-jelas tak mungkin Galen miliki.

Galen menggeram lirih dan berbalik. Manik mata Galen langsung menatap di balik gorden kerai dan mendapati kalau ruang kerja Naora masih gelap. Sebentar lagi, tim Best Solution akan melakukan presentasi mereka yang pertama untuk melaporkan progress proyek pengembangan sistem di tempat ini. Menilik antusiasme yang Naora tunjukkan pada malam mereka minum kopi di cafe, seharusnya Naora sudah menunggu-nunggu hasil laporan perkembangan sistem ini. Namun, nyatanya Naora malah belum nongol hingga sekarang.

Galen sering mendapati wajah Naora tampak kian suram dalam beberapa hari ini. Pria itu hanya bisa menduga kalau masalah yang dihadapi Naora sepertinya makin berat. Andai dirinya diizinkan sedikit saja menghibur hati Naora, pikir Galen. Helaan napas Galen kian panjang, seiring dengan ayunan kakinya masuk kembali ke ruang meeting.

[END] Dangerous AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang