Kukatakan saat ini adalah saat yang tepat untuk kembali. Harapku jemari ini masih bisa terus merangkai apa yang terlintas dalam benak. Apakah itu kutuk, apakah itu gundah, atau ucapan cinta misalnya yang sering kau dapati dariku.
Aku ini teramat senang. Seakan seluruh dunia berpihak padaku. Akan tetapi, masih pula musuh terbesar adalah diri sendiri. Lewat pikirannya yang jahat, berbagai ucapan merendahkan, tak lupa pula berbagai adegan tragis yang sering ia munculkan. Tak pelak, dibuatnya aku hanyut dalam kalut yang mendalam. Sering pula berbagai tanya muncul bersamaan dalam tangis seperti, "Bagaimana bila semuanya benar terjadi?" Aku tak yakin akan sekuat itu dalam menghadapi mimpi buruk.
Ada pun kau dan kehadiranmu. Seperti kabar baik bahwa listrik akhirnya dialirkan di tempat ini atau jaringan yang akhirnya bisa membuat kita terhubung lewat telepon, walau sebentar namun mampu mengobati rindu yang ada. Kau dan segala perlakuanmu, segala hal yang tidak biasa kutemukan dari yang lain. Jika perempuan lain mendambakan sekuntum mawar merah, aku berani memilih seikat sawi yang terdapat sawi bunga di dalamnya. Atau bila "romantis" menurut mereka adalah selalu diajak nonton berdua saat malam Minggu, maka aku lebih mendambakan setiap masakanmu yang istimewa itu.
"Mengapa tidak dari dulu saja?" Selalu itu yang kutanyakan dalam diam ku. Seandainya dulu, dulu, dan dulu. Aku rasa kita akan menjadi kekacauan terbaik atau mungkin kisah yang luar biasa. Aku akan sangat menyombongkan diriku pada semua orang. Seperti mengatakan air matamu hanya akan jatuh dan berharga pada orang yang tepat. Aku mengubah haluanku. Jika biasanya dalam cerita bagian tragis adalah haluanku, kini aku mengutuknya! Aku mengharapkan akhir yang teramat bahagia denganmu. Seperti satu nisan dua nama, misalnya. Aku ... benci perpisahan. Masih banyak halaman kosong yang harus ku tulis bersamamu. Seperti hari ini kita akan menghabiskan tiga jam bermain playstation sebelum malamnya aku kembali sakit dan menggigil.
Ngilu tulangku dengan para pendahulu. Kisah mereka tragis dan mematikan. Tiada ruang untuk cinta atau sekadar menyikapi hidup ini. Jalan mereka sendiri-sendiri. Kau siapa, aku siapa. Akan tetapi, kau ini, seperti sang badai pemikat awan, begitu mengenaliku dengan baik. Bahkan lebih dari diriku sendiri.
Aku hendak luluh lantak bersama tangis, melebur menjadi abu, tak tersisa biar satu, namun kau ini si pemberi kehidupan. Kuharap ceritaku takkan pernah habis tentangmu. Juga kuharap Alzheimer takkan berani mendekatiku karena iya iri pada semua ingatanku tentangmu. Segala yang manis yang takkan pernah habis dikenang.
21 Juni 2024.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Cerpen Dan Puisi
General FictionAntologi Cerpen Dan Puisi berisikan kumpulan puisi dan cerpen dan terkadang berisi kumpulan catatan yang murni dibuat sendiri oleh author sebagai pengisi waktu luang. Segala hal yang tertulis di sini sama sekali tidak bermaksud untuk menyinggung sia...