Puisi: Disparitas

450 11 2
                                    

Kau mendorongku 'tuk berpuisi lagi.
Mengukir sajak tentang rembulan yang tlah kembali,
Terangi dan temani sang bintang,
Pada redupnya malam yang masih tegang.

Bungkamku takkan pernah mampu mencapai nalarmu.
Seribu satu cerita keluar dari mulutmu,
Dan bibir merah jambu itu tersenyum penuh arti.
Menyambutmu pada kisah yang takkan pernah berhenti pada satu hati.

Di sinilah aku,
Menyentuh bibir pantai yang dingin,
Temani senja yang kian memudar.
Deburan ombak takkan pernah mampu,
Hadirkan sebuah senyuman pada rembulan yang berpijar.

Di sinilah aku,
Belajar 'tuk ikhlaskan apa yang hanya sebatas angin lalu,
Yang pastinya (akan) pergi seiring waktu yang berlalu.
Cerita ini masih sebatas kerangka,
Yang hanya (akan) hidup suatu hari nanti, pada sosok yang tak pernah kau sangka.

Di sinilah aku,
Pada senja yang tlah berganti malam,
Berdoa semoga malam ini takkan ada lagi hujan di bulan yang sama.
Karna sesal takkan lagi menggangguku di ruang temaram,
Sebab asaku hanya sebatas secarik kertas putih dan setitik tinta hitam.

Di sinilah aku,
Hentikan cerita yang (bahkan) tak pernah kau baca.
Di sinilah aku,
Berdiri 'tuk ucapkan selamat tinggal.

6 Januari 2019

Antologi Cerpen Dan PuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang