I : nikah yang kausebut Karib?
N : eraca palingan bungkal, hati palingan Tuhan. Asal senang kaurangkul aku, asal susah kausiksa aku.
D : emi segepok kertas merah, kaupasang kuk itu pada tengkukku. Asal, pedati ini tetap melaju, warnai matamu yang sudah terlanjur hijau.
E : lakmu, "Mau bagaimana lagi? Kalau tidak, kita akan mati di kota besar ini!" Dan aku tak lagi menanyakan hal yang sama.
P : erangaimu yang manis ternyata menghipnosis otakku yang memang dangkal.
E : ntah itu sihir, atau takdir, mau saja kudibodohi olehmu.
N : elangsa kini telah membuatku kenyang. Hidup di tanah rantau, dimanfaatkan kawan sendiri. Masih saja aku bersyukur.
D : endam membara sempat membakar tubuhku. Namun syukurlah, baranya tak tersalurkan padamu. Kuputuskan untuk berdiri sendiri. Tak lagi terikat dengan kedok Karib-mu.
E : ntah bagaimana kau melihatnya sekarang,
N : amun sampai nanti takkan kautemui lagi aku yang katamu adalah Kawan Karibmu, sebab pintuku telah kututup rapat untukmu.Kota Hujan, 8 Juli 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Cerpen Dan Puisi
General FictionAntologi Cerpen Dan Puisi berisikan kumpulan puisi dan cerpen dan terkadang berisi kumpulan catatan yang murni dibuat sendiri oleh author sebagai pengisi waktu luang. Segala hal yang tertulis di sini sama sekali tidak bermaksud untuk menyinggung sia...