Puisi: Kalimat Terakhir

192 7 0
                                    

Pada perempuan teduh yang senang mengejar angin....

Rupa-rupanya langkahmu telah jauh melenggang, tinggalkan sejuta mimpi,
Yang kau bangun pada sebuah gubuk tua
tempatmu biasa menangis, merintih memeluk doa.
Tubuhmu basah oleh hujan, serta hati yang rapuh karena kenangan.
Langkahmu pelan sepelan lintah yang merekat erat pada tubuhmu, habiskan seluruh darah yang ada.

Kakimu terus menapak, menanjak, berbelok menurut kemauan sang jalan.
Sesekali kaupun ingin meninjau jalanmu sendiri, barangkali ada keteduhan di sana atau setetes air kehidupan.
Batinmu meraung sadis, meronta-ronta untuk keluar, kalau saja ia bisa pergi sejauh mungkin.
Namun jangan kau gugat ketetapan sang takdir, biarlah kakimu terus menapak
Pada tulusnya keikhlasan akan kepergian sang kekasih.

Aku ... tak mampu berkata banyak.
Hanya doa tulus kuhaturkan untukmu,
Agar sang Tuan tergerak hatinya
'Tuk membebaskanmu dari tawanan para penyamun, serta selirnya yang saban hari mengujammu dengan tatapan mereka.
Takkan ada lagi kutuk menerpa duniamu.

Kota Hujan, 17 Mei 2019

Antologi Cerpen Dan PuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang