"Ya, ini gara-gara Bunda tadi jatuhin minuman, makanya ponsel Bunda jadi begini."
"Itu ulah Bunda yang suka buka pintu belakang terus lupa nutupnya, ya si kucing akhirnya berantakin dapur, kan?"
"Bunda ini, dibilang berkali-kali nggak pernah mau denger. Bunganya jangan digantung di paku situ, itu pakunya udah berkarat. Jatuh kan, bunganya!"
"Nasi gorengnya enak, Bun. Tapi gara-gara Bunda taruh minyaknya kebanyakan, rasanya jadi aneh."
....
Seharian sudah Vina merenungkan segala perkataan yang diberikan oleh Karin, putri bungsunya yang berusia duapuluh tahun itu. Wanita paruh baya itu tak habis pikir, mengapa Karin selalu memperlakukannya layaknya anak kecil atau bahkan seakan ia adalah salah satu dari teman Karin. Sekali, dua kali, nyatanya sudah berkali-kali Karin dan sifat menghakiminya selalu menjadikan Vina sebagai pihak yang selalu bersalah atas segala permasalahan yang terjadi. Karin adalah sosok yang manis di matanya. Meskipun tergolong anak bungsu, namun Karin jauh berbeda dari yang lain. Ia adalah sosok pekerja keras yang sangat telaten dalam menekuni pekerjaannya. Selain menjadi seorang mahasiswa, Karin juga sempat bekerja pada sebuah restoran Jepang yang berada dekat dengan kampusnya. Dan seakan tidak ingin menyusahkan orang tuanya, ia cenderung membeli segala keperluannya, termasuk produk skin care dan hp dengan uangnya sendiri. Akan tetapi, hal itu tidak berlangsung lama. Karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, apalagi penyebaran virus corona yang semakin menjadi-jadi di segala tempat dan termasuk kota tempat tinggal mereka, Karin akhirnya dipecat dari pekerjaannya. Lagipula, setiap warga yang tidak berkepentingan dianjurkan untuk lebih baik tinggal di rumah saja dan menghindari kerumunan. Dan pada akhirnya, sebulan sudah ia berada di rumah.
Sempat Vina berpikir, mungkinkah perubahan sikap Karin ini disebabkan karena ia kehilangan pekerjaan yang telah ditekuninya selama tiga tahun itu, ataukah Vina yang memang selalu menjadi pemicu adanya masalah di dalam keluarga kecil mereka, atau mungkin putri bungsunya itu perlu diberikan bimbingan dan nasihat: bagaimana menjadi anak yang sopan dan tidak selalu menyalahkan orang, apalagi berkata kasar pada orang tua. Seperti halnya tadi pagi, ketika ia dan Karin harus kembali bertengkar karena hal yang sebenarnya sepele.
Vina dan Karin memiliki sebuah kebiasaan unik dalam membangun kedekatan antara ibu dan anak. Mereka senang bernyanyi bersama, dan pagi adalah waktu yang selalu dipilih mereka untuk menyenandungkan berbagai lagu, yang dikira baik menjadi penyambut mentari yang datang membawa hari baru. Di rumah, mereka memiliki sebuah piano berukuran sedang. Piano tersebut sebetulnya adalah peninggalan dari mendiang ayah Vina yang memang begitu menyukai musik. Dan seperti biasa, tadi pagi yang ia tahu, ia dan putri bungsunya itu sedang berlatih dalam menyanyikan sebuah lagu lama. Niatnya, lagu itu akan dinyanyikan oleh Vina di hari ulang tahun pernikahannya bersama sang suami bulan depan. Ia dan Karin memang sudah berlatih dari jauh-jauh hari, mulai dari pelafalan lirik, pemilihan nada, hingga aransemen kecil-kecilan, yang dilakukan hanya demi tidak tampil mengecewakan pada hari bahagia itu.
Namun tadi, entah angin apa yang membawa lagi perselisihan antar keduanya. Tiba-tiba saja Karin menghentikan permainan pianonya seraya berceloteh mengkritik bundanya.
"Bunda ini, kan aku udah bilang kalo...."
"Apa, kamu mau bilang apa lagi? Mau nyalahin Bunda apa lagi?" Vina berujar memotong perkataan Karin seraya menatap sebal anaknya.
"Bentar dulu, Bunda, aku belum selesai ngomong!" Suara Karin mulai meninggi. Ia tak kalah menatap bundanya dengan sebal. "Bunda itu nggak bisa nyanyi kayak begitu! Bagian itu nggak cocok dikasih overtone!" Ujarnya dengan berapi api
Melihat Karin yang mulai membentaknya, Vina pun tersulut emosi.
"Kamu bisa nggak sih, bicara yang sopan sama orang tua? Nggak usah kasar kayak begitu?! Aku ini mama kamu, bukan temen kamu! Coba kalo didengar tetangga, mereka pasti akan bilang kalo kamu itu kurang ajar. Malu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Cerpen Dan Puisi
General FictionAntologi Cerpen Dan Puisi berisikan kumpulan puisi dan cerpen dan terkadang berisi kumpulan catatan yang murni dibuat sendiri oleh author sebagai pengisi waktu luang. Segala hal yang tertulis di sini sama sekali tidak bermaksud untuk menyinggung sia...