Badai mungkin sempat mengguncang pelataranmu,
Atau desir angin kelambu manunggal yang hampir-hampir merobek kulitmu.
Katamu aku adalah sang Valeria yang akan tetap indah,
Ada atau tanpa kehadiran sang awan.
Katamu aku layak berkuasa atas hari esok,
Sebab racauan ilalang adalah kicau sang burung, tak selamanya 'kan kudengar.Tulang belulangku terasa nyilu, sakit namun tak berdarah kala desau sang angin berembus.
Mataku melihatmu sebagai fatamorgana
Yang nyata berbisik, bernyanyi, serta berdawai bersama etniknya sang Vihuela.
Namun bagimu, waktu selalu adalah potongan harga,
Yang akan berlalu menjadi sebuah kenangan.Satu anak tangga berhasil kau tapaki, bersama kedua kakimu yang kokoh, berjalan beriringan.
T'lah kau tuliskan untaian memori yang kini bersemayam dalam sebuah gazebo,
Dan aku kan memainkannya bagai sebuah gitar klasik, yang ditinggal pergi sang pemilik.Aku tak arif perihal aksara, ataupun sastra.
Kandangku adalah perihal awan perak dan musik, bukan pula tentang senandung.
Namun dariku yang (sebentar) takkan lagi berkeluh padamu,
Jangan ada mendung pada wajahmu, jangan kau rebut tugas sang awan.
Tetaplah tegar layaknya hujan pada musim kemarau,
Seperti Januari yang sabar menanti datangnya Desember,
Seperti petuah yang selalu kau gumamkan.Maka sekiranya, biarkan kubuatkan secangkir kopi untukmu.
Rasanya takkan sepahit langkahmu yang kian menjauh.
Biarkan aku mengingatkanmu,
Pada sebuah gazebo tempat sang anak biasa mengadu pada ayahnya.Kota Ini, 10 Mei 2019
![](https://img.wattpad.com/cover/97502094-288-k832880.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Cerpen Dan Puisi
General FictionAntologi Cerpen Dan Puisi berisikan kumpulan puisi dan cerpen dan terkadang berisi kumpulan catatan yang murni dibuat sendiri oleh author sebagai pengisi waktu luang. Segala hal yang tertulis di sini sama sekali tidak bermaksud untuk menyinggung sia...