Puisi: Tentang Bumi

516 11 1
                                    

Bumi (pernah) bercerita perihal kecintaannya pada sang surya
Betapa cahayanya mampu menghangatkan, betapa dalamnya ia terpikat karenanya.
Lalu pada suatu malam yang pekat, kulihat sang Rembulan datang mengambil alih, tandaskan bahwa ialah pemilik satu-satunya.
Tamak dan tak tahu diri.

Lalu pada suatu malam yang pekat, kulihat sang Rembulan tengah menari bersama gemintangnya
Tariannya mengguncang batin sang bumi; hampir saja pasang menerjang teratak kami.
Perih hati mengenangnya, sang bumi pun menangis tersedu,
Namun tak satupun suara yang ia keluarkan.
Ibarat sebuah pohon besar, dahan-dahannya kini telah kering, patah, dan siap dibakar.

Namun pada suatu malam kudapati sang bumi tersenyum,
Pada Rembulan yang bungkam bersama gemintangnya, pada Rembulan yang tak lagi menari.
Bibirku gatal 'tuk bertanya, "Gerangan apa Ia harus tersenyum pada sang Candra yang tamak?"
Namun kini aku mengerti.

Tangisannya t'lah hidupkan ribuan pohon yang hampir mati,
Hidupkan tanah yang gersang,
Tangisannya tak lagi untuk duka, tak lagi pula untuk sang surya.
Ia t'lah kembali ke pangkuan Ibunya.

Dan malam ini, bersama secangkir cokelat panas,
Juga alunan musik Indie,
Sang bumi mengajakku 'tuk pula tertawa,
Pada hati yang patah,
Pada luka yang siap berganti suka.

Kota Hujan, 28 April 2019

Antologi Cerpen Dan PuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang