Tak mau tergesa

592 99 6
                                    

🕵️‍♀️👨‍💼

"Kla, bisa balik sendiri?" bisik Pipit.

"Bisa." Klarisa membuka pintu mobil. Pipit pulang bersama Fauzan, sedangkan Akbar bersama Thomas.

Di dalam mobil, Klarisa menyayangkan sikapnya yang masih mendadak teringat Darka. Jauh di dalam hati juga pikirannya, rasa trauma tetaplah ada.

"Mau sampe kapan gue begini," gumamnya sendiri. Bagi wanita, harga diri dan kehormatan menjaga keperawanan sangat lah penting. Bisa dikatakan, zaman sekarang kita banyak menemukan hal sebaliknya. Tak ada kata tabu seperti dahulu, justru kini terlihat banyak wanita dengan bangga memperlihatkan diri sehingga memancing birahi lawan jenis.

Bahkan, tak sedikit karena alasan ekonomi, rela menyediakan diri untuk dijamah dengan mudah. Mungkinkah ini termasuk kemunduran akhlak karena termakan zaman semakin modern?

Jangan lah seperti itu. Laki-laki maupun perempuan, jika membeli sesuatu pasti mau yang terbungkus rapi, rapat juga bersih, kan?

Klarisa memarkirkan mobil di garasi rumah, Ezio sedang asik mencuci sepeda motornya.

"Zio, sepi amat rumah?" Klarisa menghampiri adiknya.

"Ayah pergi, Cendana ikut. Tadi dijemput Om Doni sama Tante Endah. Lo nggak bawa makanan, Kak?" Ezio mematikan keran air, selang dirapikan seperti semula.

"Lupa." Klarisa senyam senyum. Ia duduk di teras memandangi adiknya yang manyun-manyun.

"Order online aja, ya. Lo mau apa?"

"Punya duit, lo?"

"Punya, lah! Dikit," cengir Klarisa. Ia masih mendapat pemasukan dari menjadi reseller camilan, pakaian dan tas. Atas usul Pipit juga hal itu terjadi. Klarisa yang ulet, pintar mencari pembeli dari berbagai kalangan.

"Beli aja ke depan. Sini gue yang beli. Ibu sih ninggalin masakan, tapi gue pingin beli es campur, panas banget, Kak." Ezio akan berjalan kaki, tak jauh penjual es campurnya.

Klarisa memberikan uang tiga puluh ribu, ia juga mau. Selama Ezio pergi, Klarisa memutuskan mandi.

Kamarnya tak lagi nuansa gelap, sejak dua tahun lalu Ijal mengubahnya menjadi warna hijau lemon, Audrina menambahkan memasang wallsticker tema yang Klarisa suka, berbau detektif seperti biasa.

"Kak!" teriak Ezio. Ia mahasiswa jurusan informatika, setelah dipikir-pikir, pekerjaan dibidang itu zaman sekarang sangat dibutuhkan. Ezio juga suka main game, jadi masih selaras. Koding termasuk keahlian Ezio yang belajar dari teman sekolahnya dulu.

Klarisa turun, ia langsung ke dapur menyiapkan dua mangkok es campur.

"Pager udah digembok belum?" tukas Klarisa seraya menuangkan es campur ke dua mangkuk dari plastik.

"Udah." Ezio lanjut mengelap sepeda motornya, walau tak sampai mengkilap sekali setidaknya tak ada air menempel pada bodi motor.

Klarisa membawa dua mangkok ke teras, ia duduk menunggu Ezio selesai.

"Zio, gue mau cerita," ujar Klarisa.

"Apa?" Ezio memeras kanebo, lalu memasukkan ke tempatnya, ia letakkan di rak yang terpasang pada dinding.

"Tadi pas gue jogging sama Pipit, cowoknya Pipit nyusul, dia sama dua temennya juga."

"Cowok semua?" lirik Ezio sambil menyendok es campur.

"Iya."

"Lo nggak apa-apa?"

Klarisa meringis, "kumat tadi, panic attach."

Magnetize Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang