LEGENDA BATU LEMBU (BAGIAN SATU)

1.2K 102 3
                                    


Keseharian Hayati saat pagi hari tak jauh dari tungku dan sumur. Menjaga agar tungku tetap menyala, serta memastikan peralatan masak bersih dari noda. Ia telah terampil membagi lima jam harinya antara memilih apa yang dimasak dan apa yang harus dibersihkan. Rutinitas itu sama sekali tidak melelahkan sebab Hayati punya pendamping kecil yang selalu cakap dan siaga.

Yuda baru beranjak tujuh tahun, tapi mentalnya telah cukup matang untuk mengerti tentang tanggung jawab dan rasa peduli. Tak pernah ia biarkan ibunya bekerja sendiri, tidak pula Yuda rela ibunya kelelahan dan jatuh sakit. Ia selalu tanggap dan sigap saat Hayati memanggilnya, bahkan tak ragu menawarkan jasa meski sedang tak diminta.

Hayati tak pernah melarang Yuda bermain. Ada saat-saat tertentu ia harus memaksa anak semata wayangnya itu berbaur dengan anak-anak tetangga, sebab Hayati tak ingin merenggut masa kecil Yuda yang harusnya dihabiskan dengan canda tawa, bukan di dapur ataupun di tempat cuci piring. Tak jarang pula Hayati sendiri yang mengantar Yuda bermain, lalu meninggalkannya dengan syarat Yuda harus kembali sebelum petang.

Yuda anak yang baik dan cerdas, seringkali tetangga membicarakan serta mengelu-elukan Yuda di depan Hayati, dan setiap itu terjadi, nama suami Hayati selalu muncul sebagai tolok ukur betapa miripnya Yuda. Dalam sifat dan kecerdasan, Hayati mungkin tidak menyumbangkan gen yang dominan, tapi semua orang setuju kalau kulit bersih, mata lebar, dan hidung mancung Yuda sangat mirip dengannya.

Suatu pagi yang tenang, saat semua kesibukan Hayati telah selesai, dan ia telah bersih, wangi, serta segar, Hayati duduk santai sembari memainkan rambut basahnya. Semringah pada sesuatu yang hanya ada di dalam kepalanya. Sengaja ia biarkan Yuda bermain dari pagi untuk momentum ini, hingga tibalah pintu rumah diketuk, dan tanpa ragu Hayati melompat dari kursi lalu dengan antusiasnya membuka pintu.

"U-uda?"

Mata Hayati melebar, mulutnya menganga. Sosok di balik pintu adalah orang yang paling ia rindu serta dambakan kehadirannya. Dua tahun cukup untuk mengembalikan kecanggungan Hayati seperti saat ia pertama bertemu, kendati Hayati dan sosok itu telah sepuluh tahun menikah.

"Tidak senang suami balik kampung?" goda Ahsan.

Pelukan erat dari Hayati sudah cukup menjawab. Ia tak mau melepas sampai semua tubuhnya kembali mengingat rasa hangat serta kokohnya tubuh sang suami. Tidak hanya dua tahun terakhir, Ahsan kerap kali meninggalkan Hayati dan Yuda untuk pergi ke kota paling sedikitnya enam bulan. Tak banyak yang Hayati tahu tentang tugas suaminya itu, tapi asalkan kepergian Ahsan untuk mencari rezeki, serta pulang dalam kondisi sehat, Hayati merasa tidak pantas untuk mengeluh.

"Ini saya taruh di mana, Dok?"

Hayati melihat ke halaman rumah, baru ia sadari di sana ada pedati. Pemiliknya sedang menunggu perintah untuk menurunkan muatan yang lumayan banyak, semua dibungkus karung dan kelihatan sangat berat.

"Siko!" Ahsan menunjuk teras rumahnya, kemudian ia mengajak Hayati masuk.

"Uda tidak mau bantu nurunin barang dulu?" tanya Hayati.

"Sudah kubayar mereka mahal."

"Mereka?"

"Ya, kusir dan kudanya. Meski kudanya mungkin cuma dikasih rumput, semua uang diambil si kusir," kelakar Ahsan.

Hayati terkekeh, itu adalah humor pertama Ahsan sejak dua tahun pergi. Selanjutnya, rumah itu akan penuh canda dan tawa. Hayati pun tak sabar mendengar banyak cerita suaminya selama di kota.

"Mana Yuda?"

"lagi main di luar. Uda tunggu di sini, biar aku jemput."

Hayati bergegas pergi. Tak sabar memberi tahu Yuda siapa yang sekarang sedang ada di rumah.

MISTERI ANAK-ANAK PAK JAWI (BASED ON URBAN LEGEND)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang