Minggu Kematian

102 9 0
                                    

Ujian semester datang. Semua siswa sibuk dengan buku dan hafalannya. Ada yang bersikeras menghafalnya, ada yang sedikit curang menuliskan rumus di tangannya bahkan ada pula yang pingsan karena tak kuat memikirkan semua rumus dan hafalan itu. Minggu ini semua murid sekolah kompak menyebut minggu kematian.

Banyak sekali murid yang keluar kelas dengan wajah kecewa, bahkan ada yang sampai pucat pasi. Entah karena soal yang terlalu rumit atau mereka saja yang tak bisa mengerjakannya. Tapi sepertinya itu satu poin yang sama.

Renjun bisa dibilang murid yang biasa saja menghadapi ujian ini. Bukan karena dia pintar sekali seperti Jeno, tapi ya dia tak mau membebani dirinya harus memiliki rank tinggi. Sudah bisa lulus dari sekolah ini saja itu sudah keren. Renjun akan dipandang di universitas nanti.

Yangyang, yah itu sih sebelas dua belas dengan Renjun. Dia nampak lancar, tapi dia tidak tahu jawabannya benar atau salah. Yang penting menurutnya saat ini adalah dia harus menyiapkan list lagu yang akan dia nyanyikan nanti di rumah Jeno.

Jeno, jangan penasaran, dia lancar-lancar saja. Bahkan dia selalu menjadi orang pertama yang menyelesaikan kertas ujiannya. Maklum lah, minimal 10 kali dia membaca buku yang sama. Jadi yah sudah nempel sekali di otaknya.

Jaemin, berkat bantuan ayahnya sekarang dia mampu menyaingi kepintaran Jeno. Dia lancar sekali menjawab semua soal-soal ujian. Bahkan dibeberapa pelajaran dia sempat tertidur lantaran semua soalnya sudah dia kerjakan. Padahal baru 15 menit kertas soal itu ada di mejanya.

Haechan, emhh dia lancar saja.

Seminggu berlalu dengan darah dan air mata.

Minggu kematian sudah mereka lewati, tak sedikit siswa yang langsung dilarikan ke rumah sakit karena ujian. Ini bukan bohongan loh, ini beneran. Hampir setengah dari murid kelas unggulan masuk rumah sakit. Mungkin banyak beban yang mereka tanggung. Kepalang malu jika rank mereka ada di bawah anak kelas biasa.

Nilai mereka akan keluar di papan pengumuman 8 hari lagi. Nah class meeting di adakan di 7 hari sebelum nilai mereka keluar. Class meeting di sekolah ini tak banyak, hanya cabang olahraga dan seni saja.

Basket adalah salah satu olahraga yang paling banyak ditunggu. Bagaimana tidak, itu kesempatan para ciwi-ciwi melihat betapa tampan dan gagahnya pemain basket. Murid laki-laki yang biasanya berpenampilan rapi, saat di lapangan basket mereka jadi berantakan. Rambut basah karena keringat, otot tangan yang terlihat, bahkan dibeberapa kesempatan mereka bisa melihat bagaimana kotaknya perut mereka. Aduhh ini sih kesukaan semua ciwi-ciwi.

"Nanti Renjun pulang jam 12 kok bun, Renjun langsung ke toko aja."

"Yangyang juga bun."

"Loh bukannya ada kegiatan yah di sekolah kalian?"

"Kita nggak ikut-ikutan."

"Dasar."

Hari ini bebas, mereka boleh berpakaian manapun, asalkan tetap pakaian sekolah. Mereka juga dibebaskan memakai jaket atau pernak pernik lainnya. Dan hal ini lah yang membuat Renjun hari ini memakai jaket berwarna kuning menyala. Dia baru membelinya beberapa minggu yang lalu.

Renjun dan Yangyang turun dari bis, menyebrang kesekolah, sampai.

"Kalo banjir kira-kira lo ngabang nggak?"

Ucap seorang yang menghilang sebulan penuh kemarin. Dia ada disana, duduk bersama satpam sekolah menikmati sarapan pagi.

"Haechan?" Renjun terkejut. Dia beneran kan melihat Haechan? Apa dia halusinasi.

"Hai Injunn.." ucap Haechan dengan gemasnya melihat pipi Renjun yang kemerahan.

"Ngapain lo disini?" Yangyang yang bertanya. Selama sebulan kemarin bahkan dia yang serumah dengan Haechan tak pernah melihatnya ada. Sesekali sih iya, cuma Haechan tak pernah menyapa atau membalas sapaannya.

APUS | HyuckRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang