Masa Lalu Jaemin dan Jeno

53 2 0
                                    

Sekolah menengah pertama. Pada umumnya semua orang memiliki teman atau sahabat, minimal memiliki teman sebangku di kelas mereka. Tapi tidak dengan seorang siswa tampan berkulit putih, Naa Jaemin. Duduk sendirian di meja paling depan, tak punya teman bermain, bahkan saat istirahat pun dia hanya akan menghabiskan waktu dengan membaca buku. Banyak teman kelasnya yang mengajaknya untuk bermain, atau bahkan sekedar mengobrol saja. Tapi Jaemin selalu menolaknya, dia tak mau.

Bukan tanpa alasan Jaemin melakukan itu. Ayahnya melarang Jaemin untuk bergaul. Dia hanya di suruh bersekolah, belajar dan berprestasi. Usaha ayahnya ini membuahkan hasil, saat Jaemin masih duduk di kelas 7 dia menjadi siswa paling pintar. Juara umum di sekolah.

Jaemin diperlakukan istimewa oleh beberapa guru, tapi itu tak membuat temannya iri. Karena saat itu mereka tahu, jika Jaemin adalah seorang anak pemilik salah satu sekolah. Pernah satu kali Jaemin melupakan tugas rumahnya, tapi guru yang mengajar tersebut hanya tersenyum dan bilang jika semua orang pernah melupakan pekerjaan rumahnya. Padahal jika anak lain yang tak mengerjakan, guru itu tak segan-segan akan mengeluarkannya ke koridor.

Satu hari saat Jaemin sudah masuk di kelas 8. Ada seorang murid baru yang tak kalah tampan darinya. Dia mendapatkan banyak perhatian di hari pertama sekolahnya. Padahal dia bukan anak siapa-siapa, tapi semua orang mengelu-elukan.

"Halo, namaku Lee Jeno."

Ya, Jeno. Nama anak baru itu Jeno. Dia tersenyum hingga matanya tak terlihat. Itu menjadi daya tarik utama miliknya.

Wali kelas yang memperkenalkan Jeno pada teman-teman barunya mempersilahkan Jeno untuk duduk di sebelah Jaemin. Karena meja sudah terisi penuh oleh semua siswa disana. Terpaksa Jeno harus satu bangku dengan Jaemin. Tapi karena Jeno anak baru, dia tak tahu siapa Jaemin. Jadi dia dengan senang duduk di sebelahnya.

"Hai... Jaemin?" Sapa Jeno dengan ramah.

Jaemin ragu, dia tak mau berteman dengan siapapun. Tapi dia mendapatkan teman sebangku, tak mungkin dia tak berkenalan dengannya. Baiklah, hanya hari ini saja dia akan menyapanya.

"Hai Jeno."

Mereka bersalaman. Salaman yang akan menjadi awal tumbuhnya pertemanan, persahabatan, hingga cinta.

Hari terus berjalan, Jeno semakin banyak memiliki penggemar. Begitu pula Jeno, dia semakin banyak tahu tentang teman sebangkunya. Tapi bodo amat, dia tak perduli. Mau siapapun ayahnya Jaemin, Jaemin ya Jaemin. Dia hanya anak sebayanya yang manis sekali.

Awalnya Jaemin masih berpegang teguh dengan nasihat ayahnya. Tapi Jeno yang selalu mengajaknya berbicara, mengajaknya ke kantin, mengajaknya pulang bersama, bahkan sesekali juga Jeno memberikan coklat pada Jaemin. Itu semua menjadikan pegangan Jaemin rubuh. Dia tertarik pada Jeno, dia ingin berteman dengannya. Tak apa lah, hanya Jeno seorang saja.

Hari digantikan minggu, hingga berbulan-bulan mereka menjadi sangat dekat. Terlihat mereka selalu tertawa-tawa, berpegangan tangan kemana pun mereka pergi, bahkan sempat mereka berdua pulang ke warnet hanya untuk bermain game saja. Saat itu Jaemin yang bercerita, jika dia tak pernah sama sekali menyentuh konsol game. Bahkan sesekali terlihat mereka saling menyuapi saat makan siang, itu sangat jelas sekali, bahwa mereka bukan hanya sekedar teman.

Keceriaan Jaemin yang terlihat luntur seketika. Saat ujian semester pertama. Jeno mengalahkan Jaemin, nilainya selisih tipis. Jeno merebut gelar Jaemin tahun lalu. Tapi Jaemin tak sedih, dia malah bersorak, melompat-lompat kegirangan sambil memeluk Jeno. Tanda selamat pada temannya itu.

Malam setelah pembagian raport siswa menjadi malam yang penuh dengan air mata. Malam yang menakutkan bagi Jaemin. Malam yang tak pernah mau dia datangi meskipun harus pergi jauh menghindarinya. Malam itu ayahnya murka. Membanting segala macam benda yang ada di depannya. Dia marah melihat Jaemin kalah oleh anak baru itu, dia menampar Jaemin dengan kuat. Sampai darah keluar dari ujung bibirnya.

APUS | HyuckRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang