Lukisan, Pulang dan Coklat

99 7 4
                                    

Renjun menghela napas setelah Haechan benar-benar pergi dari rumahnya. Bisa mati berdiri jika Haechan terus berada di rumahnya.

Hari ini cukup melelahkan baginya, Renjun ingin sekali merebahkan diri di atas kasur empuk di kamarnya. Tapi dia tak bisa melakukan itu setelah melihat Bundanya tengah membereskan dapur seorang diri.

"Bunda nggak perlu di bantu, udah sana istirahat." Titah Bunda setelah melihat Renjun membantu membereskan alat-alat yang sudah dia pakai untuk membuat kue.

"Udah lah bun, bunda juga pasti cape, pulang kerja terus langsung buat-buat kue kaya gini." Renjun mulai mencuci peralatan yang penuh dengan adonan.

"Tapi kan kamu udah sekolah dari pagi sampe sore."

"Bunda juga sama, udah kerja dari pagi sampe sore. Kita cuma beda 30 menit aja bun."

Bunda hanya tersenyum melihat anaknya yang sudah bisa melawan (dalam hal baik) pada dirinya. Anak yang sudah besar, anak yang dia besarkan seorang diri, anak yang pernah akan dia gugurkan karena suaminya. Berat sekali cobaan ketika Renjun masih dalam kandungan.

Ahh singkirkan pikiran itu. Anaknya sudah besar dan masih butuh banyak biaya kedepannya. Fokus pada tujuan awal. Bunda akan membuka toko kue bulan depan. Bunda ingin kehidupan yang lebih baik, Bunda tak mau Renjun merasakan kesengsaraan yang pernah dia rasakan.

"Emhh bunda mau tanya, tadi tuh beneran temen kamu apa siapa?" Sepertinya bunda penasaran dengan sosok Haechan.

"Temen juga bukan sih bun, lebih ke musuh bebuyutan."

Bunda terkekeh mendengar jawaban Renjun.

"Bunda suka sama dia, suka pujian-pujian dia. Lain kali ajak dia ke sini lagi yaa, biar kue bunda ada yang nyobain. Sekalian mau minta saran apa yang kurang. Kayanya dia beneran pecinta makanan manis."

"Nggak yah bun. Mending bunda suruh nyobainnya ke tetangga, atau ke pak satpam depan aja." Bisa stres jiga Haechan setiap hari ke rumahnya. Ada-ada saja bundanya ini.

"Yah kan itu mah udah dari kemaren-kemaren, bunda perlu banyak pendapat."

"Ya udah, undang aja orang lain, asal jangan Haechan." Ada sedikit penekanan pada suara Renjun.

"Kenapa sih kaya nggak boleh banget Haechan kesini?"

"Dia musuh Renjun, liat mukanya aja udah enek duluan."

Bunda tersenyum geli melihat Renjun yang menjawab dengan tangan yang dia hentak-hentakan pada perabotan yang tengah Renjun bersihkan.

Bunda tak memperpanjang percakapannya, bunda mempercepat membersihkan semuanya karena hari sudah mulai malam, Bunda belum masak untuk mereka santap nanti.

***

Pagi hari yang cerah, yang diinginkan Renjun hanya pergi ke sekolahnya tanpa gangguan dan belajar dengan tenang. Tapi itu hanya khayalan belaka, kecuali oknum yang kini tengah memandanginya di depan gerbang, tidak masuk sekolah. Lee Haechan, yaa Lee Haechan tengah tersenyum sambil melambaikan tangannya di depan gerbang.

Renjun memutar matanya setelah beradu pandang dengan Haechan. Dia malas sekali pagi-pagi harus berurusan dengannya.

"Selamat pagi Tuan Renjun."

"Bacot lo, pagi-pagi udah bikin mual aja."

"Masih pagi lo Jun, jangan marah-marah mulu."

Renjun menghela nafasnya, mengeluh mengapa dia harus bertemu dengan orang gila seperti Haechan. Bisakah cerita ini diubah langsung kebagian Renjun bahagia dimasa depan?

"Nih.." Renjun memberikan bungkusan pada Haechan.

"Wihh apa nih?" Haechan menerimanya dengan gembira.

APUS | HyuckRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang