Selamat membaca...
Sorry kalo ada typo...------------------------------------
Usia kehamilan Agatha sekarang sudah memasuki usia yang ke tujuh. Apakah tidak ada acara baby shower? Jawabannya tidak. Agatha malas.
Semakin besar usia kandungannya, Agatha menjadi seorang yang pemalas. Bahkan, untuk makan dan mandi pun perlu bujukan maut dengan di iming-imingi sesuatu oleh Aditya, seperti contohnya di imingi dengan cincin yang tentu saja cincin yang di imingi bukan cincin imitasi apalagi emas, yakni berlian. Sekali lagi, B.E.R.L.I.A.N. Dari namanya saja sudah terdengar mahal, apalagi harganya. Namun, bagi Aditya tak masalah, sebab dia mampu dan memiliki banyak uang. Bahkan, untuk membeli berlian-berlian itu baginya tidak berasa apa-apa. Prinsipnya, selagi istri senang, tidak apa-apa duit melayang. Kalau duit hilang ya bisa di cari. Tapi, jika istrinya yang hilang, di mana pun dia tidak akan menemukan lagi wanita yang seperti istrinya.
Lihat saja sekarang, suami bucin itu tengah memperhatikan istrinya yang sedang melakukan yoga di halaman belakang rumah mereka. Kali ini, tidak ada iming-iming di dalamnya, murni kemauan Agatha. Entahlah, perempuan hamil itu kadang tidak bisa di tebak.
"Huft ...." Helaan nafas panjang dan juga kasar dari Agatha membuat Aditya dengan sigap memberikan air kepada sang istri yang dengan cepat di ambil oleh perempuan hamil itu.
"Lelah?" tanya Aditya dengan tatapan teduhnya.
Agatha mengangguk. "Di tambah aku gak fokus karena lihat pohon mangga di depan sana" memang di hadapan Agatha yang tengah melakukan aktivitas yoga nya, beberapa meter ke depan ada sebuah pohon mangga yang tengah berbuah lebat. Bahkan, sebagian dari buah-buah itu terlihat begitu matang, sehingga membuat Agatha menginginkan buah tersebut.
"Kamu mau itu? Kalau mau biar saya panggil pak Udin untuk panjat pohonnya" ucap Aditya.
Agatha menggeleng. "Aku emang mau mangganya. Tapi, aku gak pengen kalau pak Udin yang manjat pohonnya. Aku mau nya kamu sama El yang panjat pohonnya."
Boom!
Bagai di sambar petir di siang bolong, Aditya terdiam kaku. Memanjat pohon? Seumur hidup, dia tidak pernah sekali pun memanjat pohon. Dan sekarang, istrinya menginginkan dirinya untuk memanjat pohon mangga yang besar itu? Tubuhnya boleh di bilang tegap dan juga atletis. Tapi, jika urusan memanjat pohon, dia mundur. Dia tidak bisa.
"Kok diam? Kamu gak mau, mas?" cemberut Agatha.
Aditya gelapan. "Tidak, sweety. Tidak seperti itu. Tapi, saya seumur hidup tidak pernah sekali pun memanjat pohon."
"Seriusan kamu gak pernah manjat pohon, mas?" kaget Agatha.
Aditya mengangguk. "Saya serius, sweety. Saya tidak pernah melakukan itu. Kamu tau sendiri saya dulu tidak pernah membuang-buang waktu saya untuk belajar. Jadi, dari saya kecil sampai saya remaja, bahkan berusia saat ini, saya tidak pernah memanjat pohon."
"Terus gimana dong? Aku kan mau kamu yang manjat, mas. Anak kita juga mau lihat kamu manjat pohon" cemberut Agatha.
"Begini saja, saya akan tetap mengambilkan kamu mangga di pohon itu. Tapi, biar El yang memanjat pohonnya, bagaimana?" Aditya harap-harap cemas sekarang.
Agatha berpikir sejenak, sebelum akhirnya dia menganggukkan kepalanya. "Yaudah, biar El aja yang manjat, dia kan jago. Dulu waktu SD kan suka nyolong buah tetangga sama teman-temannya. Skill nya pasti udah terasah kalau masalah panjat memanjat pohon, soalnya dulu selalu cosplay jadi monyet."
KAMU SEDANG MEMBACA
PAMAN SAHABATKU || END
Romance"Akhirnya, setelah sekian lama saya menemukan kamu, sweety." Tubuh Agatha seketika menegang ketika mendengar suara yang sangat dia kenal. Suara yang bertahun-tahun tidak pernah dia dengar, kini kembali mengalun dengan lembut di telinganya. Dia tau s...