Selamat membaca...
Sorry kalo ada typo....------------------------------
Hari minggu yang seharusnya di jadikan ladang untuk hibernasi nyatanya tak berlaku untuk seorang Axel. Sebab, paginya yang indah di ganggu oleh Aditya, sang papi.
"Kenapa gak joging sendiri aja sih, pi? Mager banget ya Tuhan" dumel Axel yang kini memasang sepatu olahraganya.
"Dari pada kamu tidur terus di kamar, lebih baik kamu temani papi joging. Lebih bermanfaat dari pada tidur kebo kamu" sahut Aditya yang sudah rapi dengan pakaian olahraganya.
"Kenapa gak ngajak mami aja sih?" gerutu Axel dan bangkit dari duduknya.
"Mami kamu masih tidur, papi gak berani dan gak tega bangunin mami kamu" balas Aditya.
Axel berdecih. "Terus papi tega gitu banguni aku?"
"Ayo mulai. Dari pada kamu terus berceloteh tidak jelas" ajak Aditya semangat.
Axel berdecak. Namun, kakinya mengikuti langkah sang papi yang ada di depannya.
Baru saja keduanya sampai di taman komplek, Aditya sudah mengajak Axel untuk sarapan.
"Ya elah, pi. Kalau begini caranya lebih baik kita gak usah joging kaya gini. Percuma aja lari kaya tadi" gerutu Axel.
"Dari tadi kamu ngomel terus, lagi datang bulan kamu?" kesal Aditya.
Axel melotot. Yang benar saja? Datang bulan? Enak saja, dia ini laki-laki tulen. Mulut papinya itu lemes sekali. Kenapa dari kemarin papinya ini terlihat menyebalkan sekali? Bahkan, dia masih ingat kejadian saat dia berkunjung ke kantor papinya. Setelah drama muntah-muntah itu, papinya malah menyuruh dia makan di luar di meja milik Andre. Alasannya, dia mual mencium bau makanan tersebut. Bukan hanya aroma parfum Andre saja yang menjadi masalah, aroma makanannya pun juga turut serta. Alhasil, dia saat itu mengangkut semua makanan yang dia pesan dan makan di meja milik Andre.
Dua mangkok bubur yang ada di hadapan sepasang ayah dan anak itu telah tersaji. Axel yang hendak mengaduk bubur miliknya seketika menghentikan gerakannya ketika sang papi menahan tangannya.
"Kenapa sih, pi?" herannya.
"Bubur punya kamu jangan di aduk. Papi gak suka kalau lihat bubur orang lain di aduk" ucap Aditya santai.
Axel menganga tak percaya. "Aku lebih suka bubur di aduk, papi. Kalau gak di aduk gak enak."
"Kalau kamu aduk bubur itu, papi ambil kartu yang papi beri kemarin" ancam Aditya.
Axel rasanya ingin berkata kasar sekarang juga. Ada apa sebenarnya dengan orang tua di sampingnya ini? Kenapa memakan bubur saja sampai ancam mengancam seperti ini? Jangan-jangan apa yang di pikirannya kemarin benar? Kalau begini caranya, setelah pulang dari sini, dia akan membuktikannya sendiri.
*****
Baru saja masuk ke dalam rumah, Axel sudah berteriak mencari keberadaan maminya. Dia tidak peduli dengan keberadaan papinya yang kini berdecak karena teriakannya tersebut.
"Apa sih, El? Datang-datang kok teriak-teriak" dumel Agatha yang muncul dari arah dapur.
Dengan tatapan mengintimidasi, Axel menatap perempuan di hadapannya intens. "Jawab jujur pertanyaan ku, mi. Mami hamil?"
Agatha mengerut bingung. "Kenapa sih kamu datang-datang langsung nanyain itu?"
Berbeda dengan Agatha, Aditya yang mendengar pertanyaan Axel langsung mendekat dengan wajah yang sumringah. "Sweety, kamu hamil?"

KAMU SEDANG MEMBACA
PAMAN SAHABATKU || END
Romantizm"Akhirnya, setelah sekian lama saya menemukan kamu, sweety." Tubuh Agatha seketika menegang ketika mendengar suara yang sangat dia kenal. Suara yang bertahun-tahun tidak pernah dia dengar, kini kembali mengalun dengan lembut di telinganya. Dia tau s...