deeptalk 1

1.9K 185 0
                                    


Bahkan hingga saat ini Gracia bingung, siapa yang ditinggalkan dan meninggalkan diantara Shani dan dirinya.
"Aku ngga tau apa yang terjadi diantara kita selama beberapa tahun ini, Ci. Yang jelas, jikapun iya aku pergi, aku ngga akan pernah benar-benar bisa pergi. Kamu rumahku, pulangku akan selalu ke kamu, ngga peduli meski rumah itu ... tuannya bukan lagi aku." Sekelebat, bayangan suami Shani memenuhi kepala Gracia. Ada getir menjalari sebilah hatinya setiap kali bayangan itu datang ke dirinya. Bukan, Gracia bukan tak menyukai pernikahan itu, ia hanya menyesali jarak yang ia ciptakan sendiri untuk Shani.

"Aku masih nanyain kabar kamu lewat Ko Kevin. Dia update keseharian kamu ke aku. Aku ikut happy pas dia bilang kamu hamil, aku khawatir pas dia bilang kamu jadi lebih sering sakit karena kehamilan itu. Aku ikut cemas pas dia ngabarin kamu mau melahirkan. Aku juga turut lega dan bahagia tau kabar kelahiran anak laki-laki kamu." Gracia kembali mengambil jeda sebentar.

"Waktu itu aku mikirnya kamu udah lengkap banget, Ci. Kamu punya Ko Kevin yang super baik, dua keluarga yang sayang banget sama kamu, ditambah jagoan kecil yang lahir dari rahum kamu itu. Lalu aku ini apa? Aku Cuma seseorang yang sudah habis masanya. Bagian aku di hidup kamu sudah selesai." Lanjut Gracia selagi mati-matian menahan nyeri di hatinya.

"Cici masih inget kan janji yang selalu aku bilang ke Cici? Aku akan terus nemenin Cici, di samping Cici sampai aku benar-benar bisa memastikan lewat diri aku sendiri kalau Cici sudah menemukan hidup yang selama ini Cici cari. Ko Kevin, keluarga Cici, keluarganya, dan Enzo ... adalah hidup yang selama ini Cici cari iya kan? Dan peranku sudah sampai di garis finish Cii. Difikiranku Cuma itu, jujur. Ngga ada hal lain apalagi sengaja berniat ninggalin kamu, engga." pungkas Gracia Panjang lebar.

"Garis finish kita itu kematian, Ge. Bahkan di kehidupan setelahnya pun aku masih akan tetap nyari kamu. Ga boleh punya fikiran kaya gitu lagi, ya? Aku sedih." Sesaat, pandangan keduanya mendadak buram, air mata itu luruh tanpa aba, tanpa diminta.

"Aku mungkin pernah nemu bahagia di orang lain, tapi untuk ngerasa lengkap, utuh dan memiliki diri aku sendiri cuma bisa aku dapet pas aku lagi sama kamu." Tambah Shani lagi di Tengah isakannya.

Shani memangkas jarak keduanya yang hanya satu jengkal itu, membaawa Gracia ke pelukannya. Tubuh Gracia yang mungil, pas sekali dipelukan Shani. Sementara Gracia masih sibuk dengan deraiannya. Di matanya seperti ada keran bocor yang tidak juga mau berhenti sedari tadi. Rindunya berbalas, dan rasanya seperti tidak ada perasaan lebih membahagiakan selain itu.

"Kamu kurus banget," seloroh Shani lagi sembari sedikit merapatkan pelukannya.

"Mana ada!" Gracia membantah.

"Ini pelukanku longgar," Sementara Shani tak mau kalah.

"Ngga usah hyperbola gitu deh." sahut Gracia lagi ketus.

"Ya engga yang longgar banget, Cuma beda aja sama yang dulu... terakhir kali aku meluk kamu."

Hening

"Ciii, engap." Suara manja yang amat Shani rindukan itu datang kembali. Ada rasa Bahagia yang tidak bisa ia bendung. Betul, rasanya benar-benar seperti menyambut sebuah pulang. Gracianya benar-benar pulang.

"Harus banget meluknya segininya? Udah kaya bantal guling aja aku dipelukanmu." Gracia protes pura-pura, tingkah yang tidak pernah gagal membuat bidadari yang sedang memeluknya itu kontan tertawa.

"Ya emang, sebelas lima belas si kayaknya. Bikin PR aja deh!" Shani berpura-pura meledek. Selagi senyum itu belum juga lepas dari bibir ranumnya.

"Ini PR perbaikan gizi kan maksudnya? Gadis itu menebak.
Gracia dapat merasakan anggukan Shani lewat sentuhan dagu di kepalanya.

"Iiii jahat banget!! Akunya dibilang kurang gizi?" Shani tertawa mendengar suara lucu Gracia yang timbul tenggelam didalam pelukannya.

Sementara Gracia mengendurkan pelukan Shani, ia menengadahkan kepalanya. Wajahnya sejajar sekali dengan wajah yang ada di atas kepalanya itu. Ada debaran tak biasa saat mata itu menyapanya.

Saat Gracia sibuk dengan debarannya, bidadari itu malah semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Gracia dengan senyum meledek di bibirnya

Mata keduanya saling beradu satu sama lain, "Apa? Apa? Mau manyun, hm? Mau bertingkah sok lucu kayak Enzo? Iya?" Shani sudah bisa menebak tabiat bayik gede dipelukkannya itu.

Tak menggubris, Gracia terlanjur tenggelam di kedalaman mata Cici kesayangannya. lagi, debar tak biasa menyapa setiap kali senyum itu hadir menyapanya.

Jujur Shani tak kuasa menatap balik mata itu lebih lama. Ia meraup wajah Gracia selagi menutup kedua mata yang sedari tadi solah tidak mau berhenti menatapnya. Sigap Gracia menepis, dan kedua pasang mata itu bertemu lagi. Shani gemas, "ada dendam apa sih segitunya banget natap aku?"

"Ada rindu. Rindu yang tak kunjung temu," sahut Gracia sok mendramatisir. Tatapannya kosong kali ini.

Sementara Shani mengeratkan pelukan, "aku di sini, dipelukkanmu. Aku kasih tau kalo kamu belum sadar soal itu."

Gracia mendorong tubuh Shani menjauh, untuk melihat wajah itu lebih jelas. Lagi, mata keduanya bertemu. Kali ini Shani memilih memberanikan diri untuk menatap mata Gracia lebih lama. "Kenapa sih?" tanya perempuan itu lagi. Ia masih bingung akan sikap Gracia.

"Kangen kamuuu," adu Gracia. Kedua alis bayik gede itu mengerut selagi bibirnya mengerucut, lucu. Demi Tuhan Shani paling suka pemandangan itu, pemandangan yang sempat tidak lagi bisa ia lihat selama hampir lima tahun lalu. Rindu, Shani dibuai rindu. Tak ada hal lain yang bisa Shani lakukkan selain mengeratkan pelukkan, dan bayik itu kembali tenggelam dalam buaian. Really like a baby hmm.

Shani mengelus-elus rambut halus Gracia dipelukkannya itu selagi berbisik, "miss you more, Ge ... banget!"

Senyum lebar itu terbit begitu saja dibibir lucu Gracia. Ada sorak bahagia di dadanya.

"Bobo, Ge." Shani mengajak.

Manut, bayik besar itu mengangguk dalam pelukkan. "Niighty night, Ci,"

"nice dream, Ge." balas Shani lagi.

"ngga perlu, Ci. Ini udah indah," maksud Gracia adalah moment dirinya berada dipelukkan Shani saat ini. Dia sudah tidak butuh apa-apa lagi.

Shani tersenyum geli.

Hening

"Ciii,"
"Iyaa?" 'Lha kok belum tidur ni anak?'

"Aku ngadep Enzo, ya? Takut tiba-tiba jatoh anaknya," izin Gracia polos. Membuat Shani tidak tahan untuk tidak tertawa. Kemudian perempuan menawan itu mengangguk memberi izin selagi mengendurkan pelukkan. Gracia membalikkan badan, kembali menghadap Kenzo, membelakangi Shani. Ia membenamkan wajahnya di lengan bocah yang akhir-akhir ini menjadi kesayangannya, sementara Shani membenamkan wajahnya di punggung bayik gede yang sudah sejak lama sekali menjadi kesayangannya.

Lil'sistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang