Denial?

2.3K 218 15
                                    

Membuat dirinya setenang mungkin, takut bercampur khawatir Shani memberanikan diri. Mempertaruhkan segala kemungkinan rumit yang akan terjadi setelah ini. "Ngobrol?"

Gracia hanya menganggkuk dengan kedua alis terangkat. Membenarkan pertanyaan Shani.

"Banyak?" selidik perempuan itu lagi.

"Engga, bicara sesama orang yang sayang sama kamu aja."

"Dih! Emang kamu sayang sama aku?" Shani mencoba mengambil kesempatan peruntungan.

"Emang Ko Kevin sayang sama kamu?" Gracia tidak pernah gagal mengambil alih situasi untuk ia dominasi.

"Ngga perduli kalo itu."

"Kalo aku sayang sama kamu, kamu perduli?" Tantang Gracia lagi semakin mendominasi. Belakangan ini ia semakin tenang menghadapi hal-hal pelik bahkan jika tekanannya lebih besar dari biasanya. Kekhawatiran Gracia akan sebab akibat, sudah tidak lagi sebesar sebelumnya. Berbanding terbalik dengan Shani yang semakin hari, semakin besar tingkat kekhawatirannya.

Karena yang dipertaruhkan keduanya memang jelas jauh berbeda. Jika yang Gracia pertaruhkan hanya hubungan dirinya dengan Shani. Maka Shani setidaknya punya hubungan sama kuat selain dengan Gracia. Adalah dengan Kevin sebagai suaminya, dengan Kenzo sebagai anak kesayangannya. Dan yang lainnya adalah reputasi pernikahannya, juga harga diri orangtuanya.

"Emang kamu sayang sama aku?" Shani memastikan lagi.

"Sayang." Jawab Gracia mantap.

"Berapa persen aku harus percaya?"

"Sembilan puluh sembilan koma sembilan."

"Kenapa ngga dibikin genap aja seratus? Biar sempurna." Seloroh Shani lagi.

"Biarkan yang sempurna itu menjadi milik kamu aja, Ci."

"This is for me, right? Berarti itu milik aku dong?"

"Penting banget, Ci nol koma satu?"

Shani mengangguk mantap. "Meski itu nol koma nol satu sekalipun."

Gracia tertawa kecil. Speechless akan cara berfikir Shani. Kritis akut. "Lagian kenapa dijadikan penting banget sih angka sekecil itu?"

"Bukan masalah angkanya, Ge. Tapi value-nya. Kenapa aku ngga boleh percaya seratus persen soal ini ke kamu? Aku mikirnya ada sesuatu lain dibalik nol koma satu itu, apa? Ada apa di situ?"

"Ci, stop ngga berfikir aneh kaya gini? Bikin pusing deh." Gracia mulai terpancing frustasi kali ini.

Giliran Shani yang tertawa, gemas melihat raut bete Gracia. "Bercanda itu yaampunn. Tapi lagian, Ge. Kepercayaan itu memang harus sempurna tau. Karena angka yang tidak genap itu sisanya berarti keragu-raguan. Dan aku ga pernah ragu sedikitpun soal kamu."

"Bukannya malah ga boleh terlalu percaya ya? Kalo misal itu diluar ekspektasi kamu, kecewanya ngga yang terlalu karena sudah sepercaya itu?"

"Kamu ngga pernah ngga sesuai ekspektasi aku."

'Aish flirting murahan macam apa ini?' batin Gracia selagi berusaha menahan diri untuk tidak terlihat salah tingkah. "Whatever, Ci. Aku ngga bisa mikir sampe ke sana. Pusing.

"Yaudah, biar kamu ngga pusing, aku harus ngapain?"

"Ngga harus ngapa-ngapain. Cukup percaya kalo aku memang sesayang itu sama kamu, sudah."

"Berapa persen aku harus percaya?" Shani menggoda lagi.

"Ih Cici ih!" pekik Gracia geram.

"Tinggal nyebutin angkanya doang juga."

Lil'sistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang