Jujur saja Gracia shock mendapati pernyataan Shani barusan. Ia tak pernah berfikir bahwa Shani akan merasa bersalah atas pernikahan dirinya. Membuat Gracia kembali bertanya kepada dirinya sendiri apakah benar itu alasannya?Tidak, bukan itu alasan kepergiannya, bukan pernikahan Shani yang membuat dirinya memilih untuk tidak tinggal lagi. Gracia hanya mengambil inisiasi tahu diri bahwa keberadaan dirinya di sisi Shani sudah tidak seperti dulu lagi. Sudah ada sekat diantara mereka kini. Iya, Gracia hanya memberi ruang untuk itu. Bukan atas dasar alasan ketidaksukaan atau semacamnya sama sekali tidak. Semua orang tau, Gracia selalu menjadi orang pertama yang akan turut bahagia atas apapun kebahagiaan Cici kesayangannya.
Gracia bergeser sedikit, ia menepuk sisi lain sofa memberi tempat untuk Shani. "Di sini, Ci. Jangan duduk lebih rendah dari aku. Itu kan biasanya bagianku." Betul, selain bahu, tempat favorit lain Gracia dari Shani adalah pangkuannya. Untuk duduk, untuk menenggelamkan wajahnya saat suntuk, atau merebahkan kepala saat capek menyapanya. Rasanya sudah tak terhitung berapa jumlah tidur yang tidak ia sengaja setiap kali merebahkan kepalanya di pangkuan favoritnya.
Shani menggeleng selagi wajahnya masih tenggelam di pangkuan. "Pantesan kamu bobo mulu kalo rebahan di sini." Shani menggoda, yang dia maksud adalah pangkuan dirinya.
"Emang aku peloran ngga sih?" Tersangka itu ngeles.
"Masa sih?"
"Kayaknya gitu sih."
"Apasih?! Apalah ini apa?" Keduanya tertawa.
Padahal betul, Gracia memang tipe yang nempel dikit ngantuk. Nempal bahu Shani, tidur. Nempel di pangkuannya molor, dipelukkannya auto mimpi indah.
Sepuluh menit tak ada lagi perbincangan diantara keduanya. "Ci?" panggil Gracia lembut memastikan Cicinya sudah tidur atau belum.
"Hmm?"
Gracia diam.
"Ge?"
"Iya aku."
"Iih ga gitu!" Gracia tertawa mendengar intonasi Shani. Ini switch mode maksudnya?
"Shania Gracia." Ulang Shani lagi.
"Iya Shani Indira National?"
"Kalo aja perasaan aku ini bisa dilihat, kamu akan melihat gimana rasa sayang aku ke kamu itu lebih besar dari pada ke diri aku sendiri. Dan rasanya masih tetap sama meski sudah ditinggal lama pemiliknya."
"Aku jahat ya, Ci?"
Shani mengangguk dalam pangkuan. "Banget! Aku ga diberi pamit samasekali. Kamu main pergi gitu aja ga pake mikir aku bakalan sedih atau enggak. Padahal aku selalu gitu ke kamu. Jangankan pergi jauh dan lama, pergi yang cuma sehari dan itu sama teman-teman yang bahkan kamu kenalpun aku izin ke kamu. Aku pastiin kamu dulu fine apa engga nantinya. Sedangkan kamu? Melenggang gitu aja semerdekanya sendiri."
Jangankan menyanggah, untuk sekadar napaspun Gracia terengah. Kenapa Shani si denial itu jadi transparan sekali.
"Kalo misal aku pergi lebih jauh dan lebih lama, atau bahkan tidak kembali samasekali, kamu bakalan menganggap aku lebih jahat dari ini?"
Shani mendongak ke wajah Gracia, perempuan yang masih kalut akan perasaannya itu menarik napas berat nan panjang. "Tidak akan aku berikan izin samasekali!" Shani menatap tajam adik kesangannya, menekan kata demi kata.
"Ini tidak perlu persetujuan kamu, Ci."
"Sebegitu inginnya ya kamu jauh dari aku? Sudah hilangkah tentang kita di hati kamu? Hmm?"
Melihat genangan air di pelupuk mata Shani, air mata Gracia justru lolos lebih dulu tanpa aba, tanpa ia minta.
"Kalo iya? Gimana?" Gracia masih terus menantang padahal tangis Cici kesayangannya jelas-jelas menyakitinya juga.
Di sisi lain, beban di dada Shani terus saja bertambah seiring setiap kata yang keluar dari bibir Gracia. Jujur ini sesak sekali rasanya.
"Beri aku satu alasan saja kenapa kamu sebegininya? Dosa aku ke kamu sefatal itu ya, Ge?" Suara Shani mulai parau, nyaris tak jelas di telinga Gracia.
"Kamu serius banget sih yaambun!" Gracia mencoba mencairkan kembali suasana yang jelas-jelas ia sendiri yang membuatnya beku.
"Aku tau perpisahan kita yang kemarin itu menyakiti kamu. Aku juga ngerasain itu. Jadi tolong jangan lagi membuat ini sebagai bahan lelucon. Aku merasa bersalah terus kalo kita bahas ini."
Setelah perbincagan panjang, Shani terbius akan nyaman pangkuan adik kesayangan. Terlelap tidur saat biasanya tidak pernah membiarkan dirinya tidur lebih dulu dari Gracia.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lil'sist
General FictionBersama Shani, adalah jenis hubungan paling Gracia suka. Menemukan sosok saudara perempuan yang tidak ia miliki di rumah rasanya seperti ini adalah berkat dari betapa baiknya Tuhan kepada dirinya. Begitu juga sebaliknya. Memiliki Gracia di hidupnya...