empat puluh satu

4.5K 404 62
                                        

'Konfliknya muter-muter di situ terus.'

Gurl, ini kerangka ceritanya sudah aku buat sedari lama. Sedikit aja aku oleng karena ketriger komentar kalian, aku takut fokus aku ke ceritaku malah jadi hilang. Sabar ya ini memang alurnya cukup lambat karena aku maunya ini detile. Bukan sengaja mempermainkan emosi kalian, samasekali enggak. Bikin cerita lompat-lompat tuh malah pusing kalau kata aku, serius. Lagian itu bukan aku banget.

Happy reading btw!

Setuju akan permintaan Gracia, setelah berhasil meminjam kunci mobil milik Mama sahabatnya itu, Feni buru-buru bergegas menyusul Shani. Dari jarak lima meter, terpantau mazda putih itu masih berada di tempat yang sama. Feni memilih menunggu dari jarak aman selagi memastikan mobil kesayangan Shani itu tidak lepas dari jangkauan matanya meski hanya satu detik saja. Sepuluh menit, mobil itu belum juga ada terlihat tanda-tanda akan melaju. Feni tahu, pemiliknya sedang memuaskan diri meluapkan emosinya. Tak apa, Ci meluapkan emosi dengan menangis sudah paling baik daripada melakukan hal-hal merugikan seperti yang ditakutkan Feni dan Gracia sedari tadi.

Butuh waktu lima belas menit saat akhirnya deru mesin mobil itu menyita kembali perhatian Feni yang mulai terkantuk-kantuk lepas kendali. Untung belum kehilangan jejak. Kali ini Feni menyesali keteledoran dirinya yang tidak sengaja terpejam disaat seharusnya fokusnya seratus persen pada Shani.

Tidak ingin membuang waktu, Feni bergegas berdiri selagi mencari strategi gimana caranya agar tidak ketahuan Shani kalau dia sedang membuntuti.

Saat Shani menancap gas mundur, secepat kilat Feni berlari menuju mobil Gracia. Menyelinap mulus tanpa menyita perhatian Shani. Rasanya sudah cocok menjadi intel alih-alih terus menjadi wasit diantara Shani dan Gracia.

10 menit Feni terus membuntuti Shani, tak ada tujuan lain selain memastikan sahabat kesayangannya itu aman mengemudi disaat suasana hatinya sedang kacau begini.

Ia bersyukur sejauh ini kecepatan mengemudi Shani masih ditahap aman. Fokusnya juga masih bagus tidak terlihat oleng atau limbung samasekali.

Kali ini keduanya memasuki kawasan lumayan sepi di jam malam seperti ini. Terpantau lengang bahkan rasanya seperti jalanan milik pribadi. Feni hafal betul ini adalah rute menuju rumah Shani.

Sepersekian detik Feni dibuat menahan napas saat melihat kecepatan mazda putih itu tiba-tiba melaju begitu cepat. Satu kedipan mata dia sudah tertinggal jauh dan mobil Shani nyaris sudah tak terlihat kali ini. Mengimbangi, Feni ikut menancap gasnya juga dengan kecepatan 120km/jam. Wohoo bahkan ia shock melihat angka itu dan ini bukan di jalan tol. Dia saja segitu, maka otomatis kecepatan milik Shani lebih dari itu. Selain tidak safety untuk dia sendiri, ini akan membahayakan pengemudi lain karena risiko kecelakaan yang terlalu tinggi sudah pasti. Satu fakta baru soal Shani yang lagi-lagi berhasil membuat Feni bergidig ngeri.

Setelah berhasil menyusul, Feni kembali sedikit bernapas lega. Dan sementara kecepatan mobilnya konstan berada di laju 100km/jam sekarang. Bukan kecepatan yang aman karena ini di jalan raya biasa bukan jalan bebas hambatan. Selain itu ia masih was-was kalau tiba-tiba Shani menancap gas dengan kecepatan seperti tadi lagi. Hilang sudah kantuknya kini tak tersisa samasekali. Fokusnya benar-benar seratus persen tercuri aksi gila-gilaan Shani.

Belum sampai sepuluh tarikan napas, lagi lagi Shani seolah belum puas menguji adrenalin Feni. Melihat jalanan kembali sepi, Shani menambah kecepatannya lagi menjadi 140km/jam kali ini. Entah sadar atau tidak ia sedang melanggar hukum sekarang karena kecepatan yang tidak wajar itu.

"Ciii ini bukan di jalan tol ya tolong!!" Feni berteriak frustasi. Dengan susah payah mengendalikan rasa takutnya, ia kembali mengejar Shani. Merasakan aksi kebut-kebutan tanpa henti, Feni terus menerus menelan ludah gusar sembari fokusnya tak berpaling antara setir, kopling, pedal gas, rem, dan kecepatan mobil Shani.

Lil'sistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang