"Jam berapa ke rumah sakit? Kok ngga ngabarin aku?" selidik Shani sesaat setelah ia menutup buku dongeng di tangannya, Kenzo terpantau sudah pulas dan ia akan melanjutkan itu setiap kesayangannya minta ditemani tidur. Alias rutinitas nina bobo, eits, Enzo bobo.
"Playgroupnya Enzo mau ngadain kegiatan di luar buat ngrefresh anak-anak biar ngga jenuh katanya. Ada berkas yang butuh tanda tangan kamu. Aku mutusin buat minta kamu karena kebetulan hari ini ada ketemu client di daerah situ juga. Aku takut kalau di ntar ntar malah lupa karena kita sama-sama sibuk. Maaf aku minta info kamu lewat Feni. Kamu susah dihubungi dari subuh.
Ah, iya bahkan Shani baru sadar kalau handphonenya masih ada di rumah lamanya. Terakhir yang dia ingat adalah di meja makan saat menunjukan igstory milik Anin ke Gracia.
Awalnya sempat berfikir yang tidak-tidak soal kedatangan Kevin yang tanpa sepengetahuan dirinya itu. Ternyata memang dia yang tidak bisa dihubungi. Shani sedikit lega mendapati fakta itu.
Sesaat Shani termenung, bingung akan pertanyaan yang sudah ia persiapkan. Takut ini akan menyinggung Kevin.
"Aku tadi ngga sampe setengah jam kayanya. Kita cuma ngobrolin Enzo sama perkembangannya Gracia. Setelah itu aku pamit karena emang lagi buru-buru buat meeting. Mau nyempetin ketemu kamu kayanya lagi serius banget ngobrol sama Marco." papar Kevin seolah di raut wajah Shani ada subtitlenya. Ia dapat membaca bahkan saat Shani belum mengatakannya.
Perempuan itu kembali dibuat lega.
"Maaf ya, Vin?"
Kevin mengangguk lembut selagi memberi seulas senyum menenangkan. "Aku tahu, memiliki Gracia di hidup kamu adalah hal paling baik yang pernah kamu punya, Shan. Aku ga akan bisa menolak fakta itu. Bahkan jika kamu meminta izin aku untuk menjauh lagi dari dia, aku tidak akan pernah mengizinkannya." kata Kevin serius. 'Karena ini adalah satu-satunya kebahagiaan yang bisa aku kasih ke kamu, Shan. Disaat semua yang pernah aku upayakan selalu sia-sia. Bahkan keberadaan Kenzo sekalipun.' lanjut laki-laki itu dalam hati.
Demi Tuhan Shani percaya akan pernyataan Kevin. Kejadian beberapa bulan lalu membuat pandangan Shani berubah hampir 80% terhadap suaminya. Perasaan yang hanya setengah hati terhadap lelaki itu membuat Shani selalu salah paham. Prasangkanya yang selama ini menuduh Kevinlah yang menjadi sebab menjauhnya dirinya dengan Gracia pun perlahan sirna.
Fakta bahwa Kevinlah yang justru menjembatani hubungan keduanya tetap utuh meski tak secara langsung, kebenaran bahwa Kevinlah yang membawa kembali Gracia ke pelukkannya, kenyataan bahwa skenario keberadaan Gracia di rumahnya beberapa minggu ini adalah Kevin dalangnya. Dan Shani benar-benar dibuat semakin merasa berdosa.
Betul, bahkan kabar sekecil Shani tergores pecahan cermin saja Gracia tahu, dan Kevin orangnya.
Kenyataan Gracia akhirnya mau kembali menemui Shani disaat dia tidak ingin samasekali dengan dalih tidak mau saling terikat lagi karna takut membuat Shani patah sebab penyakit yang dideritanya, Kevinlah orangnya. Kevin yang berhasil meyakinkan Gracia betapa berharganya waktu walau hanya sedetik yang tersisa.
Dan iya, skenario Kevin ada project di luar Negeri selama beberapa minggu ini adalah dia sendiri dalangnya. Aslinya dia berada di apartement pribadinya yang lain dan tidak ke Luar Negri sama sekali.
••••
"Makan ih!" titah Feni bersungut-sungut sembari menyodorkan nasi ke mulut Gracia. "Apa mau aku panggilin suster tadi? Biar dia yang nyuapin lagi?"
"Apaan sih!"
"Ya adanya cuma itu. Ngehubungin Cici susah dari tadi. Sok-sokan nyurh dia pulang sih! Kangen mampus kan sekarang?!" hardik Feni lagi seolah tak perduli perasaan Gracia.
Mendengar kata 'Shani susuah dihubungi' jujur saja perih sekali rasanya. Sesaat menyesali keputusannya tadi dengan sok-sokan memaksa Shani untuk pulang.
"Mpen diem ah!"
"Yauda dibuka mulutnya ya sayangku cintaku?" Feni masih belum menyerah meyecar pasien keras kepala itu.
Sementara hanya di respon gelengan Saja oleh Gracia "Ngga mauu!"
"Tante ini anaknya ngeyel banget baiknya di apain ya?" teriak Feni mengadu. Demi apapun lebih baik mengurusi sepuluh bocah dibawah lima tahun daripada harus menghadapi Gracia mode keras kepala begini. Mengundang berbagai pertanyaan kenapa Shani bisa kuat menghadapi anak itu sampai sejauh ini?
"Kenapa, Sayang?" sahut perempuan paruh baya kesayangan Gracia itu dari ruang tunggu.
"Caper, dia, Ma." selak Gracia sembari memelototi Feni.
"Yaudah buru dimakan ini makin ngga enak kalo lebih lama nanti!" pinta perempuan itu mengecilkan volume suaranya kali ini.
"Satu aja tapi?" Akhirnya luluh meski dengan negosiasi. Disahuti anggukan oleh Feni.
Setelah memastikan Gracia selesai mengunyah. "Habis satu tuh berapa sih biasanya?"
"Nggak! Ngga ada ya, Mpen! Enek banget ini sumpah deh." rengek Gracia minta dikasihani kali ini.
"Satu lagi aja yuk bisa yuk? Janji." Rayu Feni sembari memberi jari kelingkinnya pada Gracia.
••••
Meskipun alot sekali, drama makan malam Gracia selesai juga akhirnya. Lumayan walaupun hanya berhasil tiga suap, meskipun kalau sama Shani bisa lebih dari itu bahkan dua kali lipat. Tak apa, Feni tidak akan berkecil hati soal itu, kemampuan Shani memang bukan sesuatu yang segitu mudah untuk ia imbangi. Apalagi soal menangani bayik besar keras kepala ini.
"Mau bobo di sebelah aku atau di sofa?" tawar Gracia. Karena tempat tidur di ruang tunggu sudah di isi Mama Papa-nya.
"Di sofa aja deh kayanya. Takut tiba-tiba Cici dateng."
"Ngga mungkin." sahut Gracia lagi sesaat setelah ia memeriksa handphone milik dirinya dan tidak ada satu pesan apapun dari Shani. Jangankan menanyakan perkembangan dirinya, sekadar basa-basi mengingatkan makan malam saja tidak. Ternyata betul, kangen di saat jam-jam Shani tidak bisa diganggu memang semenyakitkan ini ternyata. Mau chatt duluan pun rasanya enggan, bukan ego kali ini alasannya, tapi tahu diri.
Sementara Feni sudah pasti paham betul apa yang Gracia maksud. Karena jujur saja dari tadi dia pun masih menunggu balasan pesan dari Shani. Memang sesibuk itu kah? "Kita kan tau sendiri sejarang itu Cici megang HP?"
'Untuk beberapa hal engga,' sahut Gracia dalam hati. Yang dia maksud adalah tentang Shani yang akan mengabari dirinya. Itu akan selalu Shani sempatkan sesempit apapun kesempatan. Hati Gracia semakin teriris menyadari fakta ini. 'Ci, ternyata aku senaif ini soal kamu.'
Melihat Gracia memejamkan mata dengan napas beratnya, membuat Feni turut merasakan juga kekalutan sahabatnya. Meski ingin mencemooh karena kedenialannya, jujur saja Feni tidak bisa karena dia takut salah memposisikan dirinya yang tidak pernah berada di posisi yang sama dengan Gracia.
Tanpa sadar, ia ikut membuang napas berat juga selagi merebahkan dirinya di sebelah Gracia, tempat dimana biasa Shani berada. "Aku akan menjadi Cici malam ini." Goda Feni sembari melingkarkan tangannya di perut Gracia. Setelah memastikan infuset itu aman tentunya. ""Udah nyaman belum? Lets sleep now ... sleep well, Ge."
Mendengar itu, kontan Gracia membuka matanya, 'kok ngga asing?' Gracia mengingat-ingat. 'Ah ini mah emang kata-kata Cici malam itu. Emang ini orang denger? Bukannya udah ngorok ya perasaan? Apa jangan-jangan masih ada banyak hal lain tentang aku sama Cici yang dia tahu tapi pura-pura ngga tahu? Aish Mpen ih nambah nambahi beban pikiran aja deh!' Gracia sibuk menggerutu dalam hati. Berpura tak perduli, ia berusaha kembali memejamkan matanya lagi namun dengan perasaan semakin tidak tenang kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lil'sist
Fiksi UmumBersama Shani, adalah jenis hubungan paling Gracia suka. Menemukan sosok saudara perempuan yang tidak ia miliki di rumah rasanya seperti ini adalah berkat dari betapa baiknya Tuhan kepada dirinya. Begitu juga sebaliknya. Memiliki Gracia di hidupnya...