Sebelumnya aku sempat ada rencana akan ambil hari Senin Sama kamis buat update. Tapi setelah aku sakit kemarin, untuk beberapa minggu ini masih akan aku update random kayanya takut pas hari update pas bentrok jadwal kontrol aku juga dan kalian udah terlanjur nunggu. Maaf yaa.
Happy reading!!!
Meski jarak sengaja kamu bentang diantara kita, percayalah, perasaan aku ke kamu tidak akan pernah berkurang sedikitpun. Walau aku tahu bahwa setiap detik indah akan selalu memiliki batasnya dan perasaan itu tak selalu berakhir seperti apa yang kita mau.
Tapi jujur saja diantara berkali perpisahan, kenapa dengan kamu selalu menjadi yang paling menyakitkan? Terpasung rindu yang menggebu. Selalu kamu yang terus terlintas di benakku, seakan hanya kamu yang aku mau. Apa karena perasaan yang terus tumbuh tanpa aku tahu? Ge, apa kesempatan itu tidak lagi berlaku untuk aku? Sekali lagi saja kembali padaku atau bawa aku bersamamu kemana pun langkah itu kamu tuju.
=====•••=====
Angin malam yang menelusup masuk diantara cardigan rajut milik Shani, biasanya ia tak suka tapi kali ini entah kenapa rasanya berbeda. Seolah ini adalah raga lain Gracia yang menyelinap memeluknya.
Di balkon ini, sekitar dua bulan lalu ada Gracia yang berseru heboh akan ketinggian unit Shani lalu berseru takjub saat pertama kali melihat jelas dari sini betapa cantiknya Jakarta di malam hari. Bukan pemandangannya yang tak biasa untuk Gracia, tapi karena unit mewah ini adalah milik Shani.
"Udah malam, anginnya ga bagus buat kamu."
Menyeka air mata di kedua pipinya, selagi Shani menoleh pada sumber suara, "Gee?"
Kembali ia memalingkan wajah sembabnya ternyata yang berdiri di belakang dirinya adalah Kevin. Tidak ada Gracia di sana dan perasaan berdosa kembali membuat kacau perasaannya. Bahkan kata maaf saja seolah berat terucap. Tampaknya Shani sudah terlampau jauh tersesat. Memikirkan Gracia benar-benar telah mencuri separuh kewarasannya.
Ini adalah hari ke lima Shani tidak melihat Gracia karena Feni belum berhasil membujuk perempuan keras kepala itu.
Kevin bergabung duduk di sebelah Shani. Jujur saja nyeri mendengar itu dan wajah sembab perempuannya. Ternyata memang sebegitu berharganya Gracia untuk Shani. "Kenapa pulang kalo jauh dari dia bikin kamu kaya gini?"
"Maafin aku, Vin. Udah jahat sama kalian."
Sebelum ini, adalah pagi dua hari lalu Shani melakukan kesalahan yang sama dengan menyebut nama Gracia saat membujuk Kenzo untuk menghabiskan sarapannya. Dan kali ini kesalahan itu berulang untuk kedua kalinya.
"Kalian sama butuh dan aku ngerti itu. Soal Kenzo aku bisa handle. Dia tidak akan kekurangan apapun di tangan aku. Mama Papa kamu juga ga pernah mundur satu langkahpun untuk mem-backup peran kamu. Kita masih merasa utuh sejauh ini, Shan. Jangan pernah merasa berat melakukan apapun selagi itu membuat kamu happy."
Shani menoleh, melihat ke arah Kevin yang kini matanya jauh menatap gedung-gedung tinggi di seberang sana. "Yakinin aku kalo kamu benar ga pernah keberatan soal ini."
Kevin membuang napas. Lalu pandangan itu beralih pada Shani. Menatap teduh perempuan itu. "Pertama, kamu sama Gracia kenal jauh lebih dulu sebelum sama aku dan aku tahu betul seberapa dekat kalian waktu itu. Kedua, sebelum kamu menerima aku ada satu permintaan soal Gracia yang ga bisa aku ingkari sampai sekarang. Alasan yang ketiga, keberadaan kamu di hidup aku itu yang membuka jalan pertamanya adalah Gracia. Dan alasan yang lainnya, aku ngga bisa ngeliat kamu kaya gini lagi, Shan. Lima tahun kemarin sudah cukup membuat aku merasa bersalah seolah sudah menjadi pemisah kamu sama Gracia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lil'sist
General FictionBersama Shani, adalah jenis hubungan paling Gracia suka. Menemukan sosok saudara perempuan yang tidak ia miliki di rumah rasanya seperti ini adalah berkat dari betapa baiknya Tuhan kepada dirinya. Begitu juga sebaliknya. Memiliki Gracia di hidupnya...