jealous?

3K 215 3
                                    



"Segala pake alasan pekerjaan ternyata aslinya sudah ada yang membuat janji. Dibayar berapa kamu bisa sesuka rela itu dipulangin selarut ini? Udah kayak jalang yang ga ada harga dirinya aja!"

"Cici!" Spontan sebuah tamparan melayang ke pipi mulus Shani. Kulitnya yang putih bersih itu mudah sekali meninggalkan jejak merah di sana.

Megelus panas bekas jejak telapak tangan Gracia, Shani menyeringai dengan mata berkaca-kaca Mengambil handphone, lalu ia meletakkan setengah membantingnya di atas meja.

Mata Gracia terbelalak, di layar handphone itu ada instastory milik Anin di mana ada video makan malam dirinya dengan perempuan itu.

Shani mendekatkan wajahnya pada Gracia, memberikan pipi sebelah kirinya pada adik kesayangannya, "mau yang sebelah sini juga? Ayo buat aku sadar kalo diri aku ini tidak lebih dari apa-apa buat kamu!"

Mengepal tangan itu erat, Gracia menyesali tindakan gila yang tak sengaja ia lakukan barusan.

Begitu juga Shani, bahkan sebuah tamparan lebih kencang dari ini belum sebanding rasa sakitnya dari kata-kata yang tak sengaja lolos begitu saja dari bibir sialannya.

Perasaan Gracia yang selama ini hati-hati sekali ia menjaganya dari hal apapun yang berpotensi menyakiti, ternyata malah datang dari dirinya sendiri. What is that, Shani?

Isak Gracia semakin tak berjeda. Perih sekali rasanya melihat mata yang biasanya penuh akan cinta itu kini yang tersisa hanya tinggal benci dan kekecewaan. Ci, kenapa harus berakhir sebegini menyakitkan?

Tidak, Gracia sudah tidak tahan lagi melihat api kebencian di mata orang paling ia sayang. Mengambil langkah mundur menjauh dari Shani, lalu ia berbalik berjalan menuju pintu ke luar meninggalkan perempuan yang masih dikuasai akan emosi level paling tinggi.

Sementara bukan itu yang Shani mau, dia butuh ditenangkan, ia butuh diyakinkan. Bukan malah ditinggalkan.

"Satu langkah aja kaki kamu meninggalkan rumah ini, aku pastikan ini akan menjadi kali terakhir kamu melihat aku. Tidak akan ada lagi kamu temui aku di tempat manpun, di kesempatan manapun, di kebetulan manapun!"

Mendadak langkah Gracia terhenti bersamaan helaan napas yang kian berat. Ia memejamkan mata erat menahan gejolak di dadanya yang menjadi semakin kalut. 

Gracia berbalik, kembali menatap perih perempuan kesayangannya itu.

"Mungkin itu akan lebih baik, Ci. Mari tidak saling bertemu lagi. Terima kasih untuk tulus yang tidak akan pernah bisa aku tebus. Maaf untuk selalu menyusahkan dan menyakiti kamu." jawab Gracia dengan tangis semakin deras. Sementara langkah itu kembali ia ayun dengan perasaan paling hancur.

Saat selangkah lagi sampai ke pintu, Feni berlari mendekat, menarik lengan Gracia menahan paksa langkah perempuan itu. "Jangan pergi atau ini akan menjadi penyesalan seumur hidup kamu," katanya selagi membawa Gracia ke dalam pelukannya.

"Diturunin egonya sedikit aja, Ge. Hmm?" rayu Feni lagi sambil ia mengelus lembut punggung ringkih Gracia yang semakin berguncang di pelukannya.

"Mpen ini sakit banget aku gabisa." Gracia semakin meraung meluapkan tangis yang sudah tidak bisa lagi ia bendung.

"Iya, tapi jangan pernah ambil keputusan pas kita lagi kacau kaya gini. Jangan ambil sakitnya mentah-mentah, Ge. Emang kamu ga mau tau kenapa Cici bisa semurka ini? Kalo ternyata diantara kalian yang paling sakit itu Cici, gimana?"

Mata Gracia otomatis berlari pada orang yang Feni maksud. Perempuan itu sudah luruh di lantai memeluk kedua lututnya dengan tangisan paling menyakitkan dari yang pernah Gracia lihat sebelumnya.

Lil'sistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang