Happy reading"Welcome home!!!" seru Shani selagi membukakan pintu lebar-lebar lalu mempersilakan Gracia untuk masuk lebih dulu. Ada bahagia yang membuncah saat melihat wajah itu terlihat lebih cerah dari biasanya.
Dua langkah melewati pintu, Gracia menghentikan langkahnya. Sejenak menghirup udara rumah banyak-banyak. Rasanya sudah lama sekali ia meninggalkan tempat paling nyaman dari setiap pulang yang pernah ia singgahi itu.
Melihat ke belakang, sudah ada tiga orang yang masih setia antre menunggu dirinya untuk melangkahkan kaki kembali. Bibir Gracia otomatis tersenyum polos melihat ketiganya; Shani, juga Mama dan Papanya. 'Masuk rumah aja pake segala antri padahal kiri kanan masih luas sekaliii' Gracia membatin dalam hati lalu melanjutkan langkahnya begitu saja tanpa rasa berdosa samasekali.
Disusul senyum teduh Shani melihat kesayangannya yang mulai bertingkah random lagi. Ia masih ingin lebih lama melihat pemandangan menyenangkan seperti ini. Dan perasaan yang sama dirasakan kedua orang tua Gracia juga setelah keduanya melihat haru ke arah Gracia lalu kepada Shani bergantian.
Setelah melewati perdebatan panjang dan segala macam bujukan yang berkali-kali mendapat penolakan, akhirnya Shani berhasil membuat Gracia setuju untuk ia bawa berobat ke Malaysia seperti yang disarankan Marco Minggu lalu. Dan bulan depan jadwal pengobatan Gracia sudah terferivikasi di sana. Rekan sejawat Marco yang membantu mengurusnya dengan suka rela.
Hari ini dokter onkologi itu sudah memperbolehkan Gracia untuk bed rest total di rumah atas permintaan pasiennya. Masih selalu dibawah pantauan intensive dia tentunya.
Dan di sinilah Gracia sekarang. Di rumah yang tak pernah alpa memberinya rasa nyaman dari setiap perjalanan panjang dan melelahkan. Rumah yang selalu penuh cinta dan kasih sayang. Rumah yang isinya kehangatan dua manusia paling berharga yang pernah dia punya. Adalah Mama dan Papanya.
"Sudah, pada masuk kamar sana, istirahat." Papa memberi saran setelah mereka berbincang panjang. Hanya membahas hal-hal random saja padahal. Karena diantara ke empatnya seolah enggan membahas masa lalu karena masih ada luka di sana. Tidak juga membahas masa depan karena terlalu takut akan misteri yang apa saja bisa terjadi. Hanya saling menyelipkan doa, harapan dan keajaiban pada batin masing-masing namun tidak ada yang berani mengucapkan.
=====•••=====
Sepasang sahabat itu duduk di tepi tempat tidur saling bersisian. Gracia mulai sibuk dengan handphonenya, sementara Shani lebih tertarik mengamati setiap sudut ruang yang sudah jauh berubah dari terakhir kali ia melihatnya. Lebih simpel dengan sentuhan artistik nan aesthetic. Namun masih setia dengan aksen ungunya sudah tentu. Dan yang menyedihkan adalah, sudah tidak ada satu barang apapun yang berhubungan dengan dia. Sudah tidak ada satu apapun yang tersisa sejauh pengamatannya bahkan sesederhana polaroid yang biasanya terpajang di setiap sisi kamar Gracia, sekarang sudah tidak ada.
"Keren sekarang kamarnya, Ge."
Satu kalimat pendek, tapi itu jelas sekali bermakna Ganda. Dan perempuan di sebelahnya tidak pernah terlambat untuk peka.
Gracia otomatis menoleh, lalu menyimpan gawai itu di sembarang. "Sebagian untuk menghilangkan jejak kamu waktu itu, Ci." Gracia sengaja menjeda.
Hati Shani mendadak nyeri, sepertinya ada yang tergores lagi di dalam sana.
"Kamu bayangin setiap aku membuka mata di pagi hari dan yang aku lihat pertama kali adalah selalu sesuatu yang berhubungan dengan kita." Lagi, Gracia menunda. "Kamu mencari apa? foto kita? license plate yang sengaja kamu custom inisial nama kita ? Atau hadiah hadiah kamu yang biasanya aku pajang di tempat paling mudah dijangkau sapuan mata?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lil'sist
قصص عامةBersama Shani, adalah jenis hubungan paling Gracia suka. Menemukan sosok saudara perempuan yang tidak ia miliki di rumah rasanya seperti ini adalah berkat dari betapa baiknya Tuhan kepada dirinya. Begitu juga sebaliknya. Memiliki Gracia di hidupnya...