Clingy

1.7K 129 1
                                    

"Demam kamu ini karena kangen aku. Hm?" Goda Gracia.

"Ofcourse. Plus karna emosi juga si kayaknya tadi. Jadi double gini pusingnya."

"Hmm kasiaaan." Lalu ciuman itu merambat ke mana-mana.

Dari dahi, lalu ke rambut, kemudian balik lagi ke dahi, alis, pelipis, mata, hidung, pipi, rahang,

Dan saat kecupan-kecupan kecil itu sampai di dagu, seluruh rambut panjang Gracia terurai menutupi wajah keduanya. Membuat semakin intens jarak antara wajah Shani dan Gracia.

Demi apapun jantung Shani meronta seperti akan copot dari tempatnya detik itu juga. Ia menahan napas sekuat yang ia bisa. Ini bukan kali pertama. Tapi gelenyar di dadanya masih tetap sama setiap moment-moment intens ini menyapa keduanya.

Merasa cukup dengan ciuman kecilnya, Gracia mengangkat wajahnya menjauh. Di saat bersamaan, kedua mata itu bertemu.

Spontan Shani membelai halus ujung rambut lembut Gracia untuk menahan wajah itu agar tetap berada di atas wajahnya. Dan debaran yang sebelumnya hanya milik Shani, kini menular ke Gracia juga.

Tatapan dalam Shani saat mata itu memindai liar mata kiri Gracia lalu ke mata kanan, kemudian ke bibir, balik lagi ke mata kanan berulang-ulang demi apapun berhasil membuat Gracia menelan ludah gusar. Degub di dadanya menjadi kian berdebar tidak sabar.

"Ge?"

"Hmm?" sahut Gracia parau selaras dengan denyut di dadanya yg semakin kacau.

"Kamu sengaja melewatkan sesuatu?"

Gracia tercekat. Napasnya mulai berat tak lagi mampu menjawab. Tak kehabisan akal, satu alis itu ia angkat sebagai isyarat.

Sementara Shani menyipitkan matanya berpura protes.

Selagi bersusah payah mengontrol degub didadanya untuk kembali normal, Gracia mengulang menciumi rambut halus Shani lanjut ke dahi hingga dagu. "Yang itu milik orang lain, Ci."

Entah knpa kata-kata itu menjadi perih sekali rasanya. Seolah sengaja memaksa Shani dan Gracia untuk kembali sadar akan realita bahwa keduanya sudah tidak lagi sama.

Buru-buru Gracia mengangkat wajahnya menjauh dari wajah Cici kesayangannya. Dan situasi canggung itu lagi-lagi menyapa keduanya.

Gracia merebahkan dirinya kembali di sandaran sofa, sementara Shani masih nyaman merebahkan kepalanya di perut adik kesayangnnya.

Lima menit, dua puluh lima menit.

Shani mengangkat kepalanya. Berbalik badan ke arah Gracia. "Ge?"

"Iya?"

"Kamu bobo?"

Hanya disahuti gelengan saja.

"Kenapa? Pusing?"

"Engga," jawab perempuan itu selagi mengangkat kepalanya dari sandaran sofa. Menatap tulus Cici kesayangannya kemudian ibu jarinya mengelus halus pipi tirus itu. "Kamu masih anget banget, Ci. Pusingnya juga, ya?" Lanjutnya lagi khawatir.

Shani mengangguk lucu mentap memelas perempuan di hadapannya.

"Minum obat, ya? Kamu biasanya minum apa sih? Di kotak obat ada ngga? Apa mau minum obat aku?"

Alih-alih menjawab, Shani kembali membawa tangan kesayangannya itu ke dahinya. "Pijitin? Help?"

Demi apapun Gracia dibuat gemas mendapati Shani sok clingy seperti ini. Jujur saja ini tidak seperti Shani yang ia kenal selama ini.

Lil'sistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang