Shani melepas selang infus, beranjak dari bed, mendatangi Vinny yang fokus sekali pada layar handphone di genggamannya. Ia mengambil duduk persis di sebelah Vinny yang belum sadar akan kehadiran dirinya. Tidak sungkan Shani membenamkan wajahnya di bahu Vinny selagi memeluk lengan perempuan yang sudah ia anggap sebagai kakak itu.Vinny manaruh gawai di meja untuk membuat fokus dirinya seluruhnya hanya kepada Shani. "Kamu panas banget ini, Shan," ucap Vinny khawatir mendapati suhu tinggi di badan Shani. "Coba deh fokusnya ke kesehatan kamu dulu. Jangan mikirin yang lain-lain terus. Masa setiap bulan sih di rawat kayak gini?" Sambung perempuan itu lagi. Lain-lain yang Vinny maksud adalah Gracia.
"Kangen anak itu, Kak." Shani mengadu. Suaranya bergetar, air mata menggenang di pelupuk matanya. Sementara Vinny berdecak sebal. Bukan karena Gracia, tapi dia bingung harus berbuat apa kalau sudah menyoal mereka berdua, adik-adik kesayangannya; Shani dan Gracia. Juga cerita rumit diantara keduanya.
Vinny menggaruk pelipisnya yang tidak gatal itu, pusing dadakan menyapanya. "Kamu kan udah ada Kevin, Shan. Dia yang udah telaten banget ngerawat kamu. Ada aku juga di sini. Masih belum cukup?"
"Beda, Kak." Suara Shani mulai parau kali ini. Sakitnya sampai ke telinga Vinny, membuat perempuan penyabar itu benar-benar dibuat frustasi.
"Itu, janin di dalam kandungan kamu? Beda juga?" Shani mengangguk di bahu Vinny. 'Oh, astagaaa!!' Perempuan penyabar itu berdesis frustasi dalam hati. Ia menghela napas panjang, mengais sisa kesabaran.
"Gini, Shan ... kamu itu sudah memilih. Begitu juga Gracia. Dia fine sama pilihan kamu masa kamunya kayak gini?"
"Dia ngga fine, Kak. Dia ngejauh dari aku. Dia pergi." Shani mulai terisak dan Vinny terdesak. Bingung harus berbuat apa lagi. Ngabarin Gracia? Tidak, itu adalah opsi terakhir yang akan dia pilih nanti.
"Dia fine, Shan. Dia datang ke pernikahan kamu. Bahkan dia yang menjadi bridsmaid's speech. Dia nitipin kamu ke Kevin. Lagian sebelum kamu nikah kan kamu izin dia dulu ya? Dan dia setuju, bener? Kalo sekarang dia ngejauh dari kamu, ya itu pilihan dia. Kamu harus hargai itu. Seperti dia menghargai keputusan kamu." Lanjut Vinny lagi.
Vinny ingat betul gimana usahanya membuat Shani akhirnya mau memilih Kevin menjadi bagian hidupnya, tidak lagi melulu Gracia. Bukan ia tak suka hubungan diantara keduanya, hanya saja hidup harus berjalan sebagai mana mestinya. Kehidupan orang-orang normal pada umumnya. Menikah, punya anak, membangun keluarga. Vinny ingin kedua adiknya merasakan fase itu, selagi persahabatan diantara keduanya masih tetap berjalan seperti biasanya.Tapi nyatanya realita tak sesuai yg dia harapkan. Kedua adiknya itu berantakan. Shani bingung menjalani kehidupan pernikahannya, sementara Gracia bingung harus memilih jalan hidup yang mana sepeninggal Shani di kehidupannya. Vinny diambang merasa berdosa seolah sudah menjadi pemisah antara Shani dan Gracia. Adalah PR, membuat dua manusia itu menjadi akrab lagi. Akhirnya Vinny memilih opsi terakhir, menghubungi Gracia. Maksudnya menghubungi untuk menghubungkan persahabatan itu lagi. Pada kenyataannya Vinny dan Gracia masih saling terhubung satu sama lain, seperti ia masih terhubung dengan Shani. Tapi ketika bersama Gracia ia tak membahas Shani, begitu juga sebaliknya.
"Cici kamu sakit. Jenguk lah sini." Sementara di seberang sana Gracia mengerutkan kedua alisnya membaca pesan dari Vinny yang tumben sekali membahas Shani.
"Belum balik emang, Kak?" Sepengingat Gracia, Kevin mengabari dirinya kalau Shani sakit adalah satu minggu yang lalu. Dan suami dari sahabat kesayangannya itu belum memberi kabar lagi sejak hari itu.
"Kamu tau?"
"Selentingan. Kan separuhnya temen dia, temen aku juga." Gracia berbohong. Jelas-jelas dia punya orang dalam untuk update kabar Cici kesayangannya itu.
"Belum. Ke sini makanya."
Sementara khawatir menggerogoti Gracia, tapi masih kalah akan egonya. "aku sibuk si akhir-akhir ini. Mungkin lain kali. Lagian kan dia punya ko Kevin."
"She's need you. Not him."
"Heleh."
Vinny bingung mengatur strategi apa lagi. Sepertinya Gracia memang benar2 menghindari Shani
••••
Shani menoleh bersamaan dengan suara ceklikan handle pintu dibuka. Seluruh badannya kontan menjadi kaku mendapati ternyata sosok itu yang berada di ambang pintu sana. Sosok yang rasanya sudah lama sekali ia tak melihatnya secara nyata.Hal yang sama juga terjadi pada Gracia, ia diam seolah tak mau melangkahkan kakinya dari ambang pintu sana. Ada jeda dua menit sebelum akhirnya Gracia didorong masuk paksa oleh Indi, another bestfriend kesayangannya. "Ish Indy, bodoh!!" protes Gracia kehilangan kontrolnya.
Senyum tipis itu terbit di bibir perempuan yang tengah terbaring di bad rumah sakit. Selang beberapa detik, senyum indah itu kembali tenggelam begitu saja ketika mendapati ekspresi datar Gracia. Shani tak mendapati sinyal rindu pada adik kesayangannya.
Sementara hati gracia seperti teriris menyaksikan langsung perempuan itu terbaring tak berdaya di atas banker rumah sakit. Mendadak ia mati langkah. bingung harus memilih yang mana, menyapanya, atau memeluknya lebih dulu? Mengurai rindu yang selama ini menuntut temu. Dan Gracia memilih mengurungkan keduanya. Ia lebih memilih diam selagi menaruh buah di atas nakas persis di sebelah Shani.Ragu-ragu Gracia mendudukan dirinya di sofa bahkan belum sempat menyapa si empu ruangan samasekali. Enggan, egonya masih terlampau tinggi untuk sekadar bertanya kondisi Shani, kesayangannya selama belasan tahun ini.
Lima belas menit, akhirnya Shani mati-matian memberanikan diri menjadi yang memulai. "Kamu marah sama aku?"
Gracia yang asik berpura sibuk dengan handphonenya seketika mengangkat wajahnya untuk melihat ke arah Shani. "Marah kenapa? Emang kamu ngerasa ada bikin salah sama aku?" tanya perempuan itu balik dengan raut wajah sedikit tidak santai. Tiba-tiba saja hilang kontrol padahal dia sudah berusaha untuk bisa saja.
"I don't know. Aku ngerasa belakangan ini kamu beda banget, Ge. Bahkan terakhir kali kamu balas chatt aku aja itu kapan? Udah lama banget kan? Aku bingung harus gimana karena jujur aja sakit banget kehilangan sesuatu yang biasanya menjadi rutinitas harian kita tiba-tiba dipaksa hilang gitu aja, aku gabisa."
Gracia beranjak mendekat pada Shani, duduk di kursi sebelah bangker. Mengelus punggung tangan Kesayangannya yang terlihat semakin kurus itu. Mengambil pear lalu ia mengupasnya. Menyuapi potongan kecil itu pada Shani "Hey, kita sudah beda sekarang. Hidup kamu sudah bukan lagi soal aku, bukan lagi soal kita. Biasakan ini, ya? Aku sudah benar ikhlas dengan kebahagiaan baru kamu. Rutinitas kita, kamu alihkan menjadi rutinitas kalian. Kamu, dan Ko Kevin. Bikin pernikahan kamu happy, Ci. Bangun rumah tangga yang selama ini kamu cita-citakan." kata Gracia dengan nada paling lembut nan tulus semampu yang ia bisa. Meskipun di dalam sana entah sudah sekacau apa perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lil'sist
Fiksi UmumBersama Shani, adalah jenis hubungan paling Gracia suka. Menemukan sosok saudara perempuan yang tidak ia miliki di rumah rasanya seperti ini adalah berkat dari betapa baiknya Tuhan kepada dirinya. Begitu juga sebaliknya. Memiliki Gracia di hidupnya...