Tidur Revan terganggu saat merasakan gerakan-gerakan tak teraturan dari sisi kasur disebelahnya. Revan membuka matanya, saat menoleh ke samping bisa ia lihat air mata keluar dari sudut mata istrinya yang masih terpejam.
Khawatir terjadi sesuatu yang buruk Revan mengguncangkan pelan tubuh Rena, mencoba membangunkan istrinya itu tapi sulit sekali. Dalam tidurnya Rena masih bergerak gelisah dengan air mata yang mengaliri dari ujung matanya yang tertutup.
Kali ini Revan bangkit duduk kemudian mengguncangkan tubuh Rena semakin keras sembari terus memanggil nama istrinya itu. Usahanya tak sia-sia, dengan tiba-tiba mata Rena terbuka sembari menggumamkan nama putri mereka.
"Ada apa, Re?" Tanya Revan khawatir, tapi Rena mengacuhkannya.
Pandangan Rena mengedar hingga tatapan matanya jatuh pada sosok kecil Lea yang masih tertidur nyenyak di sisi kasurnya di dalam box bayi milik putrinya itu. Tanpa aba-aba Rena meraih tubuh Lea masuk dalam dekapannya, apa yang Rena lakukan sukses mengganggu tidur Lea, gadis kecil itu terbangun diiringi tangisan kencangnya. Rena sendiri ikut menangis sambil memeluk erat tubuh putrinya.
Revan benar-benar tak tahu apa yang terjadi pada Rena. Anak dan istrinya kini kompak menangis membuat Revan kebingungan apa yang harus ia lakukan. Karena tangisan Lea sudah semakin keras hingga membuat wajah bayinya itu memerah, Revan mengambil alih Lea dari dekapan Rena. Meski awalnya Rena menolak, tapi Revan yang tak tega tetap memaksa. Hingga kini bayi kecil itu sudah beralih ada dalam gendongannya.
Revan mencoba menenangkan Lea tapi suara tangisan Rena membuat semuanya sia-sia. Maka dari itu Revan memilih bangkit, keluar dari kamar kemudian berjalan menuju kamar putrinya.
Revan mengetuk pintu kamar Baby, sampai tak lama pintu terbuka dari dalam.
"Adek kenapa, Pa?" Tanya Baby, khawatir.
"Tolong bantu tenangin Lea" ucap Revan sambil menyerahkan tubuh Lea kepada Baby.
"Bunda kamu nangis" jelas Revan.
"Nangis kenapa?" Tanya Baby, yang hanya Revan balas gelengan kepala. Revan mengecup masing-masing puncak kepala kedua putrinya itu kemudian berpamitan untuk kembali ke kamar.
Di dalam kamar bisa Revan lihat Rena masih duduk di atas kasur mereka sambil menutup wajah menggunakan kedua telapak tangannya. Suara tangisan Rena sudah tak lagi terdengar. Dengan pelan Revan mengambil duduk di samping Rena sembari tangannya mencoba membawa Rena masuk dalam dekapannya.
"Kenapa?" Tanya Revan, pelan. Kini kepala Rena sudah bersandar dengan nyaman di dadanya.
Rena tak kunjung menjawab, wanita itu hanya diam sampai tak lama Rena bangkit berdiri. Revan hanya diam saat Rena berjalan menuju kamar mandi hingga hanya seperkian detik wanita itu kembali dan mengambil duduk di tempat semula.
"Dompet kamu" pinta Rena, dengan suara seraknya.
"Apa?" Tanya Revan, tak mengerti.
"Mana dompet kamu?" Ulang Rena memperjelas sambil mengulurkan tangannya.
Revan menoleh kesana kemari mencari dompetnya yang ternyata ia letakan di meja rias istrinya. Kebiasaan Revan sebelum mandi pasti ia menyimpan barang-barangnya itu disana. Revan bangkit untuk mengambil dompet tersebut kemudian setelahnya ia serahkan kepada Rena.
"Ini!"
Dompet milik Revan kini sudah ada di tangan kanan Rena, sedangkan tangan kiri Rena kini menunjukan sesuatu di hadapan Revan. Dua buah foto yang telah usang yang tadi pagi Rena ambil dari dompet suaminya itu.
"Aku ambil foto ini dari dompet kamu tadi pagi, kalo aku buang foto ini gimana?" Tanya Rena, dengan tatapan tak lepas dari wajah Revan.
"Silakan" balas Revan, tanpa ragu. Revan saja lupa jika ia masih menyimpan foto tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Time [21+]
ChickLit"Daripada sama dia, aku lebih baik jadi janda seumur hidup!" Sepenggal kalimat penolakan mutlak yang Rena katakan. Tapi, bagaimana bisa satu bulan kemudian ia malah sudah sah diperistri oleh Revano, seorang pria dari masa lalu yang sudah menorehkan...