Sesampainya di rumah Tzuyu tidak bisa tidur dengan tenang. Berita tentang pembunuhan berantai tadi siang terus membayangi pikirannya. Suasana sepi di rumah karena kedua orang tuanya yang sedang berada di luar kota membuat suasana malam itu terasa lebih mencekam dari biasanya. Meski tidak ada yang mengancamnya secara langsung, kecemasan terus menggerogoti Tzuyu.
Tzuyu memutuskan untuk duduk di ruang tamu, menyalakan TV, berharap bisa mengalihkan pikirannya dari kekhawatiran yang melanda. Namun, setiap saluran berita yang ia buka justru membahas topik yang sama—pembunuhan berantai itu. Korban terbaru adalah seorang siswi dari sekolah tetangga, dan hingga kini pelakunya belum ditemukan.
Saat Tzuyu hendak mematikan TV, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Jungkook.
"Chou Tzuyu, kamu baik-baik saja? Aku tahu berita ini menyeramkan, terutama karena itu terjadi dekat dengan sekolah. Kalau butuh teman ngobrol, aku di sini."
Tzuyu merasakan sedikit kelegaan saat membaca pesan itu. Entah kenapa, perhatian kecil dari Jungkook selalu berhasil menenangkan pikirannya. Dia tersenyum kecil, kemudian mengetik balasan.
"Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah peduli, Jungkook."
Tzuyu menatap layar ponselnya untuk beberapa saat setelah mengirim pesan itu, sebelum akhirnya mengembalikannya ke meja. Namun, pikirannya kembali ke perasaan aneh yang ia rasakan sejak beberapa hari terakhir. Jungkook menjadi bagian dari hidupnya yang semakin penting. Setiap kali menyadari kepedulian Jungkook padanya, jantung Tzuyu berdetak lebih kencang.
Dia memikirkan peristiwa di kantin tadi siang—saat rasa cemburu itu muncul. Tzuyu menggelengkan kepala, berusaha menghapus perasaan itu. Dia tidak boleh memikirkan hal yang aneh-aneh, terutama karena dia sendiri tidak yakin apa yang dia rasakan.
Beberapa menit kemudian, ponselnya bergetar lagi. Kali ini, Jungkook mengirimkan sebuah pesan suara. Karena penasaran Tzuyu segera memutar pesan suara tersebut.
"Hei, Tzuyu. Aku tahu kondisi kota saat ini sedang menggila karena berita-berita tersebut, tapi jangan biarkan itu membuatmu paranoid. Kalau kau merasa tidak nyaman atau butuh teman untuk bercerita, jangan ragu untuk menghubungiku, ya. Serius, jangan tahan sendiri. Aku akan mendengarkan, apa pun itu."
Mendengar suara Jungkook yang hangat dan penuh perhatian membuat Tzuyu tersenyum. Ia tidak pernah menyangka bahwa Jungkook, yang dulu selalu memusuhi dan mengabaikannya kini menjadi sumber ketenangan baginya.
Perasaan asing yang mulai tumbuh itu semakin jelas sekarang. Tzuyu tidak bisa memungkiri bahwa dia mulai menyukai Jungkook. Cara Jungkook memperlakukannya— perhatian yang dia berikan dan candaan yang selalu membuatnya tersenyum— membuat Tzuyu merasa nyaman di dekatnya.
Namun, rasa takut juga muncul bersamaan dengan perasaan itu. Bagaimana jika Jungkook tidak merasakan hal yang sama? Bagaimana jika semua perhatian ini hanya bentuk dari kebaikannya sebagai teman?
Tzuyu mematikan TV dan berbaring di sofa, mencoba menenangkan pikirannya yang bercampur aduk. Dia harus mengakui pada dirinya sendiri bahwa perasaannya terhadap Jungkook telah berubah. Namun, dia juga tahu bahwa ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan sebelum dia bisa mengambil langkah lebih jauh.
Suara ponselnya yang kembali bergetar membuatnya tersenyum kecil. Tentu saja, itu dari Jungkook.
"Jangan mimpi buruk. Sampai jumpa di sekolah besok, Chou Tzuyu."
Tzuyu tertawa kecil sambil membalas dengan singkat, "Iya, sampai besok, Jungkook." Dia akhirnya bisa memejamkan mata, berharap besok semuanya akan terasa lebih baik.
***
Pagi ini, suasana di kelas terasa biasa saja. Jungkook dan Irene tampak sedang bercanda, tertawa bersama di dekat jendela. Pemandangan itu seharusnya biasa saja bagi Tzuyu. Namun, untuk alasan yang ia sendiri tidak mengerti, rasa tidak nyaman mulai menyusup dalam dadanya.
Saat Irene tertawa keras karena candaan Jungkook, Tzuyu mendapati dirinya merasa cemburu. Dia mencoba fokus pada catatan di mejanya, tapi matanya terus melirik ke arah mereka berdua. Semakin lama melihat mereka bersama, semakin gelisah ia rasakan.
Tidak tahan dengan perasaan itu, Tzuyu bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar kelas. Ia merasa butuh udara segar untuk menenangkan diri sebelum jam pelajaran pertama dimulai nanti. Langkahnya terhenti di taman sekolah, di mana ia duduk di salah satu bangku kosong, menghela napas panjang.
"Apa yang sebenarnya aku rasakan?" gumamnya pelan, menatap daun-daun yang berguguran. Selama ini, ia hanya menganggap Jungkook sebagai teman yang kebetulan sering bersamanya karena hukuman membersihkan aula. Namun, mengapa sekarang ia merasa gelisah setiap melihat Jungkook bersama Irene?
Bayangan-bayangan kebersamaannya dengan Jungkook mulai bermunculan dalam pikirannya. Mulai dari hukuman membersihkan aula, makan tteokbokki bersama, hingga saat mereka pulang bersama. Perasaan hangat yang ia rasakan kemarin saat Jungkook bersikeras menemaninya pulang, kembali menghantam hatinya.
Pikirannya terus berputar-putar. Jungkook yang awalnya hanya sekedar teman hukuman, tiba-tiba menjadi seseorang yang sering ada di pikirannya. Bahkan, setiap kali Jungkook tersenyum padanya, ada rasa bahagia yang muncul tanpa disadarinya. Namun, ia tidak suka ketika melihat Jungkook terlalu dekat dengan Irene. Perasaan ini semakin membuatnya bingung.
Tzuyu duduk di sana cukup lama, merenungi semuanya. Ia sadar bahwa perasaannya pada Jungkook telah berubah. Hanya saja, ia belum tahu apa yang harus ia lakukan dengan perasaan itu?
Ketika bel tanda masuk kelas berbunyi, Tzuyu menghela napas panjang dan segera kembali ke kelas. Ia tidak ingin melewatkan pelajaran yang akan membuatnya dimarahi orang tuanya nanti.

KAMU SEDANG MEMBACA
IS THIS LOVE? (SELESAI)
FanfictionJeon Jungkook tidak menyukai Chou Tzuyu. Ralat, mungkin ia membenci gadis itu. Gadis itu terlalu ceroboh. Ia pikun dan sering mengacaukan segalanya. Mereka berada di kelas dan organisasi yang sama. Sebisa mungkin Jungkook menghindari si biang masala...