PART 41

46 8 1
                                    

Malam itu, udara terasa lebih dingin dari biasanya ketika Tzuyu dan Jungkook selesai membersihkan aula bersama. Langit kelam tanpa bintang membuat suasana semakin mencekam. Tzuyu merapatkan jaketnya, berharap rasa dingin itu akan segera menghilang.

"Maaf, Tzuyu, sepertinya malam ini aku gak bisa nganter kamu pulang," ucap Jungkook tiba-tiba, memecah keheningan.

Selama ini, Jungkook selalu mengantarnya pulang setelah mereka menyelesaikan hukuman bersama. Tzuyu sudah terlanjur merasa nyaman dengan kebiasaan itu. Karenanya pernyataan Jungkook tadi tak hanya mengejutkan, tapi juga menimbulkan rasa tidak nyaman yang sulit dijelaskan bagi Tzuyu

"Kenapa? Ada sesuatu yang penting?" Tzuyu berusaha menyembunyikan kekecewaannya dengan nada yang tenang.

Jungkook mengangguk. "Iya, aku harus ketemu seseorang."

Tzuyu mencoba tersenyum meski hatinya sedikit tergores. "Oh, baiklah. Hati-hati, ya."

Jungkook balas tersenyum. Sejenak ia tampak ragu, tapi kemudian ia segera berpamitan. Tzuyu hanya bisa melihat punggungnya menjauh hingga hilang di kejauhan. Dia mendesah pelan, berusaha menenangkan perasaan kecewa yang tiba-tiba muncul. Entah mengapa, malam ini terasa lebih sepi tanpa kehadiran Jungkook di sisinya.

Dia melangkah keluar dari gedung sekolah, ditemani oleh hembusan angin malam. Jalanan yang biasanya ramai kini terasa sunyi senyap. Toko-toko di sekitarnya sudah tutup, dan hanya ada lampu jalan yang menerangi trotoar yang tampak kosong. Setiap langkah kaki Tzuyu terdengar jelas, menciptakan suara yang bergema di antara bangunan yang sepi.

Pikiran tentang berita pembunuhan berantai yang baru-baru ini menggemparkan kota mulai menghantui benaknya. Kasus-kasus yang terjadi di malam hari, korbannya ditemukan di jalan-jalan sepi. Skenario menakutkan itu perlahan menguasai pikirannya, membuat bulu kuduknya meremang.

Tzuyu menggigit bibir bawahnya, mencoba untuk tetap tenang. Namun, rasa was-was yang samar mulai menguasainya. Dia merasa seolah ada sesuatu yang tidak beres. Seolah-olah, seseorang mengawasinya. Dia berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu hanya imajinasinya.

Saat dia melewati persimpangan kecil yang biasa ia lalui untuk mempersingkat perjalanan pulang, suara langkah kaki terdengar dari belakangnya. Tzuyu berhenti sejenak, menoleh dengan cepat. Tidak ada siapa-siapa. Dia menghela napas lega, meskipun perasaan was-was itu tetap menghantui.

Tzuyu melanjutkan langkahnya, kali ini dengan sedikit lebih cepat. Namun, tak lama kemudian, suara langkah itu terdengar lagi. Jantungnya berdegup lebih kencang. Tzuyu menoleh sekali lagi, dan kali ini ia melihat sosok seorang pria di kejauhan. Ada sesuatu yang membuat Tzuyu merasa tidak nyaman—entah karena penampilan pria itu yang tampak serba tertutup, atau mungkin karena malam yang terlalu sunyi ini.

"Mungkin dia hanya kebetulan berjalan di arah yang sama," gumam Tzuyu kepada dirinya sendiri, berusaha menenangkan pikirannya yang mulai kacau.

Meski begitu, perasaan cemasnya tidak bisa hilang begitu saja. Dia mempercepat langkah, berharap bisa segera sampai di tempat yang lebih ramai. Namun, suara langkah pria itu tetap terdengar di belakangnya, seolah-olah mengejarnya.

Tzuyu semakin panik. Dia mencoba mengingat nasihat-nasihat tentang apa yang harus dilakukan dalam situasi seperti ini. "Jangan panik. Jangan tunjukkan ketakutanmu," gumamnya pelan, tapi tubuhnya tidak mendengarkan. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya, dan napasnya semakin tidak teratur.

Pria itu terus mengikuti Tzuyu, dan kini jaraknya semakin dekat. Bayangannya tampak tinggi dan gelap di bawah cahaya lampu jalan. Topi yang dikenakan pria itu menutupi sebagian besar wajahnya, dan masker hitam menambah kesan misterius. Tzuyu tahu bahwa dia tidak bisa lagi mengabaikan nalurinya. Pria itu bukan hanya kebetulan berjalan di belakangnya— dia memang mengejar.

Rasa takut semakin menghimpit dada Tzuyu. Ketika ia berbelok ke sebuah gang kecil yang lebih sepi, harapannya agar pria itu berbelok ke arah lain segera pupus. Pria itu tetap mengikutinya, bahkan langkahnya terdengar semakin cepat, nyaris berlari.

Dalam keputusasaannya, Tzuyu berlari, berharap bisa segera sampai di tempat yang lebih ramai atau bertemu seseorang yang bisa membantunya. Namun, malam itu terlalu sepi. Gang di sekitarnya seolah-olah semakin sempit dan menyesakkan bagi Tzuyu.

"Jungkook..." Nama itu tiba-tiba terlintas di benaknya. Tzuyu berharap dia ada di sini, untuk membantunya seperti yang sering dia lakukan. Namun, kali ini Tzuyu menyadari bahwa ia harus mengandalkan dirinya sendiri untuk bertahan.

Kaki Tzuyu mulai lemas, tapi dia memaksakan diri untuk terus berlari. Dia tidak bisa berhenti. Setiap detik yang berlalu terasa begitu berharga. Pria itu semakin mendekat, dan Tzuyu tahu dia tidak punya banyak waktu.

Ketakutan yang selama ini berusaha ia kendalikan akhirnya meledak. Di tengah keputusasaan, dengan panik ia berteriak,

"Tidak ...."

 IS THIS LOVE? (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang