Jamie menatap mata Alexa.
"Lex, kau harus berhati-hati. Perasaanku tidak enak. Kau tahu-dia berbahaya." Pada suara dan matanya terselip ketakutan.
Alexa bangkit lalu berjalan menangkap pundak Jamie dari depan. "Kita akan baik-baik saja." Lanjutnya memeluk Jamie menenangkan.
***
Prefektur Timur
Imperix, Valandria State
Archibald Empire, 09.30am
Tiga puluh menit lebih awal, Alexa sampai di sebuah ruang pertemuan di The A Tower, Archibald Empire. Padahal semalaman ia tidak bisa tidur. Pikirannya penuh, menerka, menyimpulkan, mematahkan dan menduga-tapi itu tidak pernah sampai dimana-mana. Hanya berputar-putar dan bermuara pada tempat yang sama.
Sambil menunggu, mata Alexa mengamati sekitar ruangan. Tidak ada yang spesial. Hanya sebuah ruangan berukuran besar, dengan dominasi warna serba hitam. Rasanya memang sedikit mencekam, tapi bukan karena Alexa takut, ia hanya merasa ada sesuatu yang salah. Rasa cemas pun menjalari-entah apa sebabnya.
Menit demi menit berlalu. Rasanya waktu berjalan dengan sangat lambat. Archibald masih belum menampakan batang hidungnya.
Pukul sepuluh tepat, suara pintu terbuka. Derap langkah kaki berjalan mendekat dengan cepat melewati Alexa.
Alexa berdiri menyapa. Penghormatan pada sang tuan rumah dipersembahkan.
Langkah itu berhenti di ujung meja. Seorang pria menggeser kursi, lalu duduk dengan gerak yang mantap dan angkuh. Setiap geraknya tertata, bagai seorang ksatria sekaligus bangsawan yang melenggang dengan percaya diri penuh kebanggaan, karena punya kuasa atas banyak hal.
Mata Alexa bertemu dengan mata si pria.
"Duduk." Kata pria, menatap Alexa dengan tajam dan mengintimidasi.
Alexa tahu pertemuannya hari ini tidak akan disambut dengan sebuah senyuman hangat-tapi cara pria itu meminta Alexa duduk, bahkan tidak bisa disebut sebagai cara mempersilakan tamu, itu terdengar seperti tengah memerintah seorang hamba.
Sebuah perintah dari penguasa Prefektur Timur, Keluarga Murni elemen api-dia adalah Maximillian Archibald.
Rasa hati ingin protes, tapi diam dan patuh jadi pilihan terbaik saat ini. Alexa pun terduduk.
"Sebutkan angkanya." Max tidak menganut paham berbasa basi. Apalagi harus membentuk sebuah hubungan atas nama emosional, spiritual, moral dan etika. Toh menurutnya semua bisa diselesaikan dengan efektif dan efisien-dengan transaksi finansial. Karena bagi Max, seperti itulah dunia ini bekerja.
"Maaf?" Alexa mengernyitkan dahinya. Masih belum paham maksud si penguasa.
"Canis Major."
Alexa tersenyum. Archibald benar-benar menginginkan lukisannya.
Sesaat keheningan menyelimuti mereka, kemudian itu mulai terpecah saat Alexa menggerakan tangan- mengibaskan sebelah rambutnya ke belakang.
Selama ini Alexa benar-benar salah sangka. Ia merasa terlalu tinggi menilai seorang Archibald. Padahal pria ini masih terjebak dalam paradigma bahwa segala sesuatu bisa dibeli dan diselesaikan dengan uang. Sungguh menyedihkan.
"Sayang sekali Tuan, menjualnya bahkan tidak pernah terpikirkan olehku."
Tatapan Max yang tadi tajam, berubah menjadi sebuah senyuman samar yang meremehkan.
"Apa mau mu?" Max bersandar pada kursinya, duduk dengan tenang. Seolah sedang mengulur layangan, dan selalu bersiap menariknya-atau justru memutuskannya tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Archibald: The Star, The Fire & The Shadow
Romance#1 Dendam 28 Sep 2024 #1 Conspiracy 24 Sept 2024 #1 Saham 28 Sept 2024 #1 Obsesif 13 Okt 2024 #2 Politics 13 Okt 2024 #7 War 24 Sep 2024 *** Max mendekap Alexa dan membawanya ke dalam pangkuan. Melarikan diri-mungkin Max punya perhitungan yang lebih...