Chapter 34: Isn't Easy

89 35 0
                                    

Dulu Alexa punya mimpi tentang cincin pertunangannya. Cincin itu sederhana, dengan berlian kecil berwarna biru kehijauan, yang mengingatkannya pada kilau laut, awan dan rerumputan. Alexa membayangkan seseorang yang ia cintai dengan konstan dan konsisten, melamarnya pada suatu sore yang hangat dan biasa. Hari itu, kelak akan berada di bawah sebuah pohon ek, di tengah hamparan padang rumput luas.

Saat hari itu tiba, dengan hati penuh kasih dan suka cita, orang yang dicintainya akan berkata-tentang menjadi cahaya lampu petromak di sebuah pintu rumah, untuk menandakan bahwa dia adalah tempatnya berpulang dan berkeluh kesah. Alexa tahu bahwa kata-kata itu hasil contekan dari lirik lagu, karena orang yang dicintainya tidak pandai merangkai kata-tapi tetap saja ia meleleh menyukainya. Hari itu, orang yang dicintainya tidak perlu berlutut, karena Alexa lebih suka menatapnya sejajar, lalu berkata dengan mata berbinar dan berkaca-kaca, "Yes, I do."

"Pakai dan jangan kau lepaskan." Ucap Max tidak terbuka untuk diskusi maupun kompromi.

Hari ini, sambil menatap mata Max, Alexa bersyukur-walau mimpinya jadi abu, setidaknya orang itu bukanlah Maximillian Archibald.

***

Prefektur Timur

Imperix, Valandria State

Archibald Empire, 09.30pm

"Putri Caspian dalam lingkaranku-kau yang mengaturnya?" Max berjalan perlahan, lalu melepas dasi-dan melemparnya ke meja kerjanya.

"Sesuai dengan standarmu." Isaac yang duduk di sofa di tengah ruangan, tengah menikmati cerutunya, lalu membuang asap itu ke udara.

Sejak awal, pilihan Isaac jatuh pada Irina Caspian-bukan hanya untuk menempatkannya sebagai asisten Alexa, atau karena ia paham betul kalau Maximilian Archibald mempunyai standar yang sangat tinggi terhadap orang-orang yang bekerja di sekelilingnya, tapi Isaac punya rencana lain yang lebih besar.

"Apa rencanamu?"

Isaac tertawa. Jelas sekali Max adalah muridnya. Pria ini tahu Isaac merencanakan sesuatu.

"Kong mendekati Caspian." Ini memang masuk dalam salah satu rencana Isaac, tapi bukan itu masalah utamanya. Isaac menutupi, karena ia merasa belum waktunya Max tahu rencana penting yang ia buat.

Kali ini gantian Max yang membakar cerutunya. Ia memasukan tembakau terbaik ke dalam mulut, lalu menghisapnya dalam-dalam. Setelahnya kepulan asap muncul-bersamaan dengan seringaian yang terbit di bibirnya.

"Koalisi ceroboh."

"Caspian menyambutnya-karena Kong menawarkan bantuan." Jelas Isaac, menghisap lagi cerutunya.

"Bantuan?" Max merasa ada sesuatu yang ganjil.

"Dana kampanye." Jelas Isaac sambil meniupkan kembali asap yang penuh di mulutnya. "Mereka butuh lebih banyak uang karena proyeksi peningkatan penggalangan dana masih belum terwujud. Efek domino dari elektabilitas kandidat unggulan yang diusung Caspian di Elysian, Prefektur Barat-terjun bebas akibat bocornya skandal pengiriman senjata ke Moskva, sehingga tensi di Kyvie kembali naik. "

Max tertawa,"Aku tidak yakin Caspian butuh bantuan Kong." Max pikir justru karena tensi di Moskva dan Kyvie terus memanas, Caspian tidak akan kekurangan apapun, apalagi jika ini hanya soal dana kampanye. Bisnis senjata yang dipasok ke Moskva dan Kyvie bisa dibilang merupakan proyek abadi Keluarga Caspian. Nilai keuntungan dari penjualan senjata api dan alat perang itu pun sangat besar-bahkan bisa mendanai mega proyek semenanjung buatan yang mereka terus gadang-gadang.

"Aku sepemikiran denganmu. Itu kenapa Irina Caspian ada disini."

Max mengangkat alisnya.

"Irina Caspian memiliki hubungan yang tidak baik dengan ayahnya-Nikolai Caspian. Kita bisa memanfaatkan celah di sana dan mencari tahu mengenai kerjasama Kong dan Caspian." Isaac mematikan cerutunya. Lalu merapikan diri, bersiap untuk pergi.

Archibald: The Star, The Fire & The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang