Chapter 17: The Star, The Fire & The Shadow

109 35 5
                                    

Dengan perlahan dan sensual, Max mendekatkan bibirnya ke telinga Elaine kemudian mengecupnya lembut, dan itu jelas membuat tubuh Elaine meremang.

"Aku bisa membuatmu merasakan kesakitan dan kematian tanpa harus membunuhmu terlebih dahulu—jadi...jangan usik milikku." Max mengatakannya dengan berbisik begitu rendah, namun itu terdengar sangat jelas ditelinga Elaine hingga menembus denyut nadinya.

Seketika mental Elaine jatuh ke mata kaki. Ia bergidik, ketakutan sudah pasti, wajahnya saja pucat pasi, hingga otaknya kehilangan isi.

***

Prefektur Selatan

Qianlai, Republik Tianxia

The Kong Palace, 09.45pm

Nate meminta izin Alexa karena Darren tiba-tiba menghubunginya untuk sesuatu yang sepertinya sangat penting. Tentu saja Alexa mempersilakan.

Memisahkan diri—Nate pergi ke tempat sepi, berharap bisa mendengar panggilan Darren dengan lebih jelas.

Alexa yang duduk sendirian memutuskan untuk berjalan-jalan. Ia bangkit dari tempat duduknya dan menjauh dari keramaian.

The Kong Palace benar-benar tempat yang mengesankan—sepanjang lorong ruangan, mata Alexa selalu dimanjakan oleh berbagai macam karya seni yang luar biasa mengagumkan. Furniture antik berlapis emas dan pajangan kain sutra mewah dengan motif-motif rumit—diposisikan dengan begitu simetris agar bisa ditangkap mata dengan sempurna. Langit-langit tinggi dihiasi dengan fresko-fresko klasik, menggambarkan cerita kuno tentang elemen tanah dan peradaban di Prefektur Selatan.

Melangkah sendirian di tempat ini membuat Alexa tiba-tiba teringat pada Monica. Hampir setiap hari Alexa menelepon nomor wanita yang ia yakini bisa membawanya pada jejak sang ayah—tapi selalu berakhir nihil. Nomornya bahkan sudah tidak dapat dihubungi.

Kali ini pun sama. Alexa mencoba kembali menelepon dan berakhir serupa seperti hari-hari biasanya.

Percobaan itu terus Alexa lakukan sampai langkahnya tiba di sebuah perpustakaan terbuka yang cukup besar. Ia menutup telepon dan berkeliling di sekitar. Tempat ini memiliki rak-rak kayu tua yang memajang koleksi buku-buku klasik, naskah kuno, dan karya seni langka—di tata dengan begitu apik hingga terlihat cantik. The Kong Palace benar-benar bisa dikatakan sebagai museum pribadi Keluarga Kong yang sangat menakjubkan.

Langkah Alexa terhenti saat matanya menangkap 3 lukisan besar yang berderet di satu sisi pada dinding putih gading. Ia tahu persis ini adalah karya Gu Kaizhi, seorang pelukis terkemuka pada masa Dinasti Hang tahun 1271 – 1368.

Sebuah maha karya terbaik, sangat tua dan tak ternilai oleh angka.

Untuk pertama kalinya Alexa bisa memandang lukisan Gu Kaizhi secara langsung. Alexa benar-benar terpana dan tak percaya. Ia berdiri disini, di hadapan lukisan berumur lebih dari 600 tahun. Rasanya seperti semua keberuntungan dalam hidupnya telah ditukar dengan ini.

Alexa mulai mengamatinya dengan seksama, membuat analisis, menafsirkan, mencari reaksi emosional, dan mencoba menyelami pikiran sang seniman legendaris sepanjang masa.

Lukisan pertama menggambarkan sesosok bayangan hitam yang kesepian—tengah menarik sebuah bintang seperti layangan, bermain-main saat langit diselimuti malam.

Bagi bayangan, bermain seperti ini sangat menyenangkan—berlarian dibawah bintang, dihujani sinarnya dari atas sana.

Kesenangan itu berbuah hasrat. Bayangan hitam mulai menginginkan sang bintang—dan itu terlukis pada lukisan kedua. Ia mulai tergoda untuk menyentuhnya, merasakan dari dekat terang dan kilaunya. Terpikirkan cara untuk menangkap bintang dengan menarik tali yang masih melingkar pada benda bercahaya itu. Jadi ia benar-benar melakukannya. Bayangan menarik bintang ke pangkuannya.

Archibald: The Star, The Fire & The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang