39. The End of Everything

126 11 0
                                    

SEPERTI seharusnya, kehidupanku kembali berputar pada porosnya. Maksudku, setelah begitu banyak drama dan masalah yang terjadi, pada akhirnya aku bisa kembali menikmati kehidupanku seperti bagaimana seharusnya. Memang benar kata pepatah, selalu ada pelangi indah setelah badai kencang yang memorak-porandakan hidup. Seperti bagaimana Walt Disney pernah berkata; ‘after the rain, the sun will reappear. There is life. After the pain, the joy will still be here.’

 Setelah segala masalah yang kudapatkan dari Kanaya dan juga Rangga, pada akhirnya aku bisa kembali mendapatkan kehidupan yang tenang, merasakan kesibukan yang sempat menghilang, pun menjalani hari-hari indah penuh keromantisan bersama Damar. Hidup memang senantiasa memberikan kejutan dan hal-hal yang tak bisa ditebak. Makanya ketika kalian merasa hidup kalian berada di titik terendah, percayalah, Tuhan sedang merencanakan sebuah kejutan besar yang sama sekali tak pernah kalian duga sebelumnya.

Mobil yang dikemudikan Damar berhenti di pelataran parkir Starlight Management yang dipenuh mobil-mobil nan parlente. Sejak lima hari yang lalu, aku memang sudah kembali sibuk menjalani hari-hariku sebagai seorang model meskipun belum ada proyek besar yang kudapatkan. Setelah meminta waktu cuti untuk menyelesaikan bermacam masalah, pada akhirnya aku memutuskan kembali pada kehidupan yang sudah teramat kurindukan tersebut.

“Lihat siapa yang kembali setelah pertapaan panjang?”

Sesosok laki-laki tinggi dalam balutan kemeja oversized yang dipadukan dengan celana pendek berwarna khaki menyapa begitu aku berhasil menekan tombol lift. Aku menoleh sebelum kemudian mengulas senyum tipis.

“Hei, Dan,” sapaku. Membuat laki-laki itu melangkah mendekat dan menerima jabatan tanganku. “Apa kabar?”

“Kabar baik,” jawab Jordan tersenyum, memasukkan kembali ponsel yang sejak tadi asyik dimaninkannya. “Lo sendiri?”

Never been better,” kataku nyengir. “Mengutip istilah yang lo pakai, ‘pertapaan panjang’ yang gue lakuin bener-bener bikin hidup gue jadi terasa berwarna sekarang. Tersenyum setelah berhasil menyelesaikan bermacam masalah rasanya jauh lebih menyenangkan ketimbang tersenyum karena hal-hal yang biasa.”

Atas kalimat yang kuucapkan, Jordan turut terkekeh seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Pintu lift berdenting terbuka, aku dan Jordan sama-sama masuk dan menekan angka tiga pada tombol.

“Lo masih sama Damar, kan?” sambung Jordan begitu benda persegi tersebut mulai bergerak menuju ruang pertemuan. Hari ini, adalah agenda kami untuk mengikuti meeting bulanan bersama Mas Lukman dan beberapa staf dari agensi.

“Masih kok,” jawabku. Lift berdenting dan berhenti di lantai satu, memunculkan beberapa staf agensi yang juga menuju lantai tiga. “Dia lagi markirin mobil di bawah, sekalian ke Starbucks buat beli frappuccino. You want some? Nanti biar gue bilangin ke dia.

Jordan menggeleng, sementara dua orang staf di depan kami nampak sibuk dengan ponselnya masing-masing. “Gue udah ngopi sebelum ke sini tadi. So thanks, Rayn.”

Bersamaan dengan jawaban Jordan, penanda lift kembali berdenting dan menunjukkan bahwa kami sudah sampai ke lantai ruang pertemuan. Setelah membiarkan dua orang staf yang tadi keluar lebih dulu, aku mengayunkan kaki keluar sementara Jordan turut mengekor di belakang.

Begitu sampai di lorong, pandanganku segera bertubrukan dengan Mas Lukman yang rupanya sedang merokok seorang diri di balkon lantai tiga. Begitu matanya menangkap sosokku, laki-laki itu mengedikkan kepala sebagai isyarat untuk menghampirinya. Maka seraya pamit sejenak pada Jordan yang melangkah menuju ruang pertemuan, aku memilih membawa langkah berbelok untuk menghampiri Mas Lukman.

CHASING THE BODYGUARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang