Bagian 22.

245 75 6
                                    

Evan sudah lelah seharian ini mencari pekerjaan namun tidak kunjung mendapatkan pekerjaan tersebut, sudah beberapa perusahaan tempat dia melamar pekerjaan namun satupun tidak ada yg mau menerima nya. Bahkan sebelum menyerahkan surat lamaran kerja dia sudah di tolak oleh tiga perusahaan tersebut, evan tidak mengerti kenapa semua orang menolak dia padahal ijazah serta tamatan bahkan pengalaman kerjanya cukup bagus. Prestasi nya tidak di ragukan lagi tapi kenapa semua perusahaan nya menolak akan dirinya.

Dia duduk di sebuah cafe kecil di Jepang lalu termenung akan nasibnya, entah kenapa sejak menikah dengan bian nasib evan selalu sial. Apalagi sejak sang ayah menarik semua sahamnya bahkan kantor yg dia dirikan juga berhasil di tarik karena beberapa persen perusahaan utama ayah nya yg menanam modal ke kantor dia yg ada di Jepang, mau menolak dan protes rasanya evan tidak sanggup lagi bahkan dia sadar diri akan kesalahan nya. Apalagi sang ayah mertua yg juga sudah mengetahui busuknya dia sebelum sama bian, evan takut Hiro akan membocorkan jika bian ternyata selingkuhan dan dia sudah mau menikah namun membatalkan pernikahan tersebut demi putera dari Hiro.

Evan tidak mau jika nanti bian meninggalkan dirinya, evan juga belum sanggup jika kembali ke Jakarta lebih tepatnya tidak ada muka untuk bertemu dengan elzion, evan bahkan tidak tahu jika elzion sudah menikah dengan jendral dan saat ini tengah bahagia. Namun memikirkan satu tahun dia harus jadi pengusaha lagi rasanya evan tidak sanggup apalagi modal nya belum terkumpul. Tabungan yg selama ini dia jaga tidak berarti lagi karena debit nya juga sudah di blokir oleh sang ayah.

Dirasa istirahat nya sudah cukup dia pun lekas masuk kedalam mobil dan kembali kerumah bian, dia khawatir jika bian sudah menunggu nya dirumah. Dia takut bian akan cemas dan menanyakan dengan nada khawatir, evan tidak mau jika bian kecewa.

Tak lama setelah itu mobilnya dia parkirkan dekat halaman rumah yg megah, evan turun dan berjalan dengan gontai memasuki rumah itu. Namun sampai dirumah ternyata hanya ada kesepian sebab bian tidak ada dirumah ternyata.

"Apa di kantor?"

Evan lekas mengambil ponselnya lalu menghubungi sang suami, namun ternyata ponsel bian tidak aktif. Evan masih berpikir positif jika bian masih berada di kantor dan tengah sibuk, namun yg tidak evan ketahui adalah banyak rahasia bian yg tidak ia ketahui selama ini.

Dia lekas menuju kamar dan langsung masuk ke kamar mandi, dirumah ini tidak ada pembantu rumah tangga. Semua evan dan bian kerjakan secara bergantian. Adapun pembantu yg beberapa hari kali sehari sekali datang buat membersihkan rumah besar tersebut. Bian memang tidak ingin ada orang lain selain dirinya dan juga evan.

Namun baru beberapa langkah kepala evan rasanya pusing sekali, dia pun memegangi kepala tersebut sambil berjalan tertatih. Belum pernah dia merasakan sakit sehebat ini, dengan sekuat tenaga dia berjalan ke arah kamar mandi. Namun belum sampai di kamar mandi pandangan dia buram dan gelap. Evan jatuh pingsan tepat di depan pintu kamar mandi.





****

Bian membuka kasar pintu ruangan sang daddy, Hiro yg tengah fokus pada pekerjaan nya langsung menghentikan melihat anak semata wayangnya datang ke kantor dalam keadaan marah. Hiro tidak mengerti kenapa bian tampak marah namun dia mencoba tenang agar mengetahui maksud kedatangan sang anak.

"Daddy berhenti ganggu Jay dan miyori" ucapnya dengan nafas yg menggebu.

"Maksud kamu apa, bian? Daddy tidak mengerti."

"Daddy kan yg ngirim foto Jay dan miyori sama aku lalu mengancam agar aku jangan bertindak semau aku. Daddy please.. Daddy udah memisahkan aku dengan Jay dan juga miyori, aku udah terima dengan semua itu. Tapi yg daddy lakukan apa masih saja mengganggu ketenangan mereka."

"Daddy tidak paham maksud kamu, bian. Selama ini bahkan selama hampir enam tahun daddy tidak pernah mengusik dia lagi. Karena daddy sudah memaafkan kesalahan kamu, bahkan kamu sudah menurut sama daddy saja udah cukup buat daddy."

Bian geleng-geleng kepalanya merasa tidak percaya dengan apa yg dikatakan oleh sang daddy, lalu dia mengambil sebuah foto dari tas nya lalu melempar kearah meja Hiro. Hiro lantas mengambil satu foto dan surat ancaman tersebut.

"Bian, daddy tidak mungkin melakukan hal yg rendah begini. Ngapain juga daddy ancam kamu sementara kamu masih ada disisi daddy dan mommy sampai saat ini."

"Lalu kalau bukan daddy siapa lagi, yg tau permasalahan ini cuman daddy. Yg tau jika aku sudah menikah sebelum nya dan punya anak hanya keluarga kita, dad. Tidak ada orang lain yg tau."

"Daddy tidak tau, nak. Nanti daddy akan cari tau siapa yg akan mengirim foto dan surat ancaman ini."

"Kalau sampai evan tau bisa gawat, dad. Aku tidak mau kalau evan tinggalin aku."

Hiro hanya terdiam mencoba berpikir siapa orang yg sudah membongkar semua aib keluarga nya, mungkinkah keluarga evan mengetahui segalanya. Rasanya tidak mungkin karena dia dan keluarga evan tidak saling mengenal apalagi menjalin kerjasama dalam bidang bisnis. Lalu siapa rasanya otak Hiro buntu memikirkan semua ini.



****

"Tuan ini foto yg berhasil diambil oleh anak buah saya" ucap irwan kepada Gunawan.

Gunawan yg masih di kantor mengambil foto yg disodorkan oleh irwan tangan kanannya, dia membuka amplop cokelat itu yg mana terdapat foto bian bersama dengan Jay yg saling berpelukan. Bahkan sampai berciuman mesra saat bian tadi mau pulang.

"Good. Simpan dulu dan terus awasin gerak-gerik bian dan juga evan."

"Baik, tuan. Evan tadi sudah melamar di beberapa perusahaan di Jepang namun mereka menolak semuanya tuan."

"Pastikan dia tidak akan pernah mendapatkan pekerjaan itu, dan pastikan dia tidak akan pernah pulang ke Indonesia. Awasin terus mereka karena saya tidak akan pernah membuat hidup mereka bahagia."

Irwan mengangguk paham, Gunawan tersenyum miring melihat foto bian dan juga Jay yg masih dia pegang. Belum saatnya dia memberikan foto itu kepada evan, dia masih mau bermain-main dengan evan sebagai bentuk balas dendam. Dan dia ingin evan hancur sehancurnya bahkan tidak ada kebahagiaan dalam hidup nya sedikit pun.

Pintu ruangan Gunawan di ketuk menampilkan sang sekretaris, Gunawan menyuruh irwan buat keluar sebentar karena dia kedatangan tamu. Irwan pun mengerti dan segera keluar dari ruangan itu.

Ternyata tamu itu adalah jendral yg datang secara mendadak, senyum Gunawan pun merekah menyambut kedatangan sang menantu. Jendral tersenyum tipis menaruh hormat kepada Gunawan.

"Duduk, jen" ujar Gunawan dan jendral pun duduk tepat di hadapan Gunawan.

"Ada apa kamu datang ke kantor papa, hm. Apa ada hal penting yg ingin kamu sampaikan."

"Saya datang kesini karena menyetujui apa yg dikatakan oleh papa. Kalau saya bersedia mengambil ahli perusahaan evan, saya juga sudah bicara dengan ayah dan dalam waktu dekat saya akan pergi ke jepang."

"Good, papa suka melihat kamu seperti ini. Kamu bahkan tidak perlu keluar dari zona nyaman kamu, jen. Cukup menjalankan kedua bisnis ini dalam waktu dekat."

"Iya. Saya sudah pikirkan hal itu sebelumnya. Jadi, sebelum el melahirkan saya sudah kembali ke Indonesia."

Gunawan tentu menyambut dengan suka cita bagaimana pun dia tau potensi jendral dalam bisnis, meskipun sang menantu hanya seorang fotografer profesional namun dibalik itu semua jiwa bisnis jendral sebenarnya sudah ada. Hanya perlu pengasahan agar menjadi tajam. Gunawan cukup melihat sejauh mana evan akan mengetahui jika jendral lah yg menjadi suami dari anaknya, maka jika evan mengetahui tentu kehancuran evan berkali lipat, apalagi kalau dia tahu jika jendral lah yg saat ini memimpin perusahaan nya. Menantikan momen itu rasanya Gunawan tidak sabar melihat ekspresi evan yg terkejut dan menerima kenyataan kalau dia sudah kalah telak dengan jendral.













[]

Jendral LaksamanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang