Bagian 29.

319 70 3
                                    

Bian mondar mandir di area UGD yg mana sedang menunggu evan di tangani oleh dokter, tadi dalam perjalanan bian sempet panik karena banyak darah keluar dari hidung evan. Dia takut jika evan mengalami sakit yg parah, jujur saja untuk saat ini bian tidak mau kehilangan evan. Walaupun dia masih berhubungan dengan suami yg pertama namun cinta bian tetap pada evan, maka dari itu dia sangat takut bahkan sampai menangis melihat evan kesakitan tadi dalam perjalanan dan berakhir pingsan.

Cukup lama bian menunggu dokter akhirnya dokter pun keluar dari ruang UGD, gegas bian menghampiri sang dokter dengan perasaan campur aduk apalagi melihat wajah sang dokter yg sulit diartikan.

"Dok, gimana keadaan suami saya?" Tanya bian membuat dokter menghela nafas panjang.

"Bisa kita bicara di ruangan saya. Ada beberapa hal yg musti saya sampaikan terkait penyakit yg di derita oleh tuan evan."

Bian mengangguk dan mengikuti langkah dokter yg akan membawanya ke dalam ruangan sang dokter, saat sudah didalam ruangan itu bian duduk berhadapan dengan dokter yg bernama Takashi itu.

"Jadi, suami saya sakit apa, dok?"

"Mohon maaf sebelumnya, tuan evan mengalami sakit leukimia stadium 3. Dan harus sudah menjalankan kemoterapi agar sel kankernya tidak semakin menyebar kedalam sel sel tubuh yg lain, kalau terlambat menjalankan kemo saya khawatir sel kanker itu menyebar sampai kedalam organ tubuh tuan evan dan itu bisa menyebabkan kelumpuhan permanen nantinya."

Bian tentu terkejut mendengar penjelasan dokter, tidak masuk akal jika evan mengalami penyakit yg mematikan seperti itu. Suaminya tampak sangat sehat bahkan selalu olahraga rutin dan mengikuti program hidup sehat, rasanya mustahil jika dia mengalami sakit seperti ini.

"Apa dokter sudah memastikan penyakit tersebut, soalnya suami saya selalu hidup sehat."

"Saya sudah memeriksakan keseluruhan, tuan."

Bian meraup wajahnya kasar lalu dia pamit kepada sang dokter, dia berjalan lunglai karena masih shock atas kenyataan ini jika evan mengalami sakit yg mematikan. Dia pun menuju ke ruang rawat yg mana evan sudah di pindahkan dari UGD.

Ia membuka pintu rawat tersebut melihat evan tidak berdaya seperti ini membuat bian teriris, rasa cintanya pada evan sungguh besar, dia takut jika evan meninggalkan dia untuk selamanya. Dan demi tuhan bian belum siap akan hal itu.

Ponselnya berdering tanda panggilan masuk, dia melihat nama Jay tertera di ponselnya. Dia langsung mematikan sambungan itu tanpa berniat mengangkatnya. Dia juga menonaktifkan ponselnya agar Jay tidak menghubungi nya lagi.

Bian duduk dekat evan dengan memegang tangan yg telah di lapisi selang infus, dia mengecup punggung tangan itu membuat airmata bian jatuh seketika.

"Apa kamu sudah mengetahui jika kamu sakit keras, sayang. Tapi kamu mencoba buat menutupinya dari aku."

"Van, aku belum sanggup jika harus kehilangan kamu."

"Maafin aku, evan."

Entah kenapa rasa bersalah bian semakin memuncak karena dibelakang evan sendiri dia masih berhubungan dengan Jay, bahkan status pernikahan dengan Jay juga belum resmi bercerai. Karena dulu Jay menolak menceraikan bian, dan hanya berpisah begitu saja. Namun baik Jay sendiri tidak peduli akan pernikahan bian dan juga evan.

Jari jemari evan pun bergerak dia membuka matanya perlahan membuat bian menghapus air mata yg sempat jatuh, dia tersenyum manis berusaha tegar agar evan tidak curiga padanya.

"Mau minum" tawar bian membuat evan mengangguk.

Bian pun mengambil minum untuk suaminya, namun dengan telaten dia memberikan minum air mineral itu. Evan pun meminum sampai tandas dan tidak bersisa.

Jendral LaksamanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang