Bagian 24.

255 74 12
                                    

Evan menatap diam kearah ponselnya merasa bingung sekaligus sedih dengan keputusan ayah nya, kenapa secepat ini menurunkan serah jabatan ke orang lain. Harusnya ayah nya meminta usul kepada dia tentang siapa yg pantas buat menggantikan nya. Bukan malah mengambil keputusan dengan seenak jidat begini, evan bisa menolak atau meminta untuk tidak menurunkan jabatan nya. Karena gimana pun dia masih ada modal di perushaan itu, alih-alih hendak protes siapa sangka jika evan tidak seberani itu buat mengungkap nya.

"Siapa sayang?" Tanya bian yg penasaran dengan ponsel evan.

"Ayah. Dia meminta aku besok buat datang ke perusahaan aku yg disini."

"Loh bagus dong itu berarti kamu gak jadi di gantikan sama ayah kamu."

"Bi, bukan gitu. Ayah chat aku supaya aku bisa datang ke perusahaan nya karena ada acara serah terima jabatan dan penurunan aku sebagai direktur. Kamu tau artinya apa jabatan aku jadi direktur itu akan di gantikan oleh orang lain."

"Sayang.. Jangan berpikir buruk dulu bisa jadi nanti ayah kamu berubah pikiran kan. Besok aku akan ikut, aku akan bicara sama ayah kamu dan meminta restu kepadanya, dengan begitu kamu tidak akan jadi di gantikan."

"Susah bian. Kamu tidak akan pernah mengetahui tentang sifat ayah aku."

Bian terdiam dengan ucapan sang suami, evan meraup wajahnya dengan kasar. Kepalanya semakin berdenyut memikirkan masalah ini, jujur saja dia belum siap hidup miskin namun dia juga menyesal karena kelakuan dia semuanya jadi berantakan.

"Gimana tadi kamu melamar pekerjaan?" Tanya bian lagi.

"Kacau! Semua tidak ada yg menerima aku. Seluruh perusahaan yg ada di Jepang ini menolak aku, bian."

"Gak mungkin, sayang. Kamu itu cerdas pengalaman kerja kamu udah banyak. Masa satu perusahaan pun tidak menerima kamu."

"Memang itu kenyataan, bian. Sudahlah aku males berdebat dengan kamu. Memikirkan masalah ini kepala aku jadi pusing."

Evan lekas memejamkan matanya kepalanya terlalu berisik dan berdenyut, apalagi mendengar ocehan bian yg seolah tidak percaya dengan apa yg dia katakan. Sementara bian menghela nafas saja melihat tingkah evan yg sedikit berubah, tidak ada kata lemah lembut melainkan nada ketus yg dia ucapkan.

Bian jadi khawatir jika evan sudah bosan dengan nya, dan yg lebih khawatir lagi dia takut jika evan mengetahui masa lalunya. Bicara soal masa lalu bian jadi penasaran siapa orang yg mengetahui masa lalunya. Dia harus selidiki secepat mungkin karena gimanapun cepat atau lambat evan pasti akan tahu kebenarannya, tidak. Bian tidak akan membiarkan hal itu terjadi, dia belum siap harus kehilangan evan.



***

Alunan musik klasik itu terhenti dan tautan bibir elzion dengan jendral terlepas begitu saja, keduanya saling melempar senyum satu sama lain seolah kebahagiaan mereka tidak akan pernah ada habisnya. Tangan el masih nyaman berada di leher putih sang suami seolah ada magnet yg menempel elzion tidak mau melepaskan nya.

"Thank you, sayang. Sudah mau menerima perasaan aku" ucap jendral dengan nada lembut.

"Sama-sama, mas. Kamu berhak mendapatkan hati aku seutuhnya. Kamu orang baik, kamu mau menerima aku serta anak yg ada dalam kandungan aku. Bahkan kamu orang yg bertanggung jawab sejak pertama kita kenal."

jendral tersenyum tipis lalu mengelus rambut elzion dengan sayang, jendral mencium bibir elzion sekali lagi dan dibalas oleh el. Lumatan demi lumatan mereka nikmati dengan sangat lembut. Tautan bibir itu jendral lepas lalu ia menggendong el dengan ala bridal dan berjalan menuju ke kamar keduanya, dalam gendongan jendral el mencium bibir suaminya berkali-kali membuat jendral merasa gemas.

Sesampainya di kamar jendral dengan perlahan menidurkan elzion ke ranjang, dia mengungkung elzion membuat mata keduanya bersitatap. Jantung el tentu tidak sehat melihat mata jendral yg teduh membuat dia mengelus rahang tersebut agar menetralkan detak jantung elzion.

"Bolehkah?"

Elzion bukan tidak paham atas izin jendral, dia lantas mengangguk pelan membuat jendral kembali mencium bibir el, setelah dari bibir turun ke leher membuat el mendongka kan kepalanya membuat akses agar jendral leluasa. Dengan pelan jendral mencium leher putih itu dan menyesapnya sampai menjadi tanda merah sebagai bentuk kalau el menjadi milik nya.

Ciuman dari leher perlahan turun ke bawah sampai ke perut, jendral mengangkat kaos elzion menjadi terbuka sedikit. Mencium perut itu perlahan sebagai bentuk kasih sayang jendral kepada el dan calon anaknya mereka.

"Aku tidak akan memasuki kamu, el. Karena masih ada baby disini."

"Mashhh." Ucap el dengan lirih.

Jendral mencium perut el lagi dan merapikan kaos itu kembali, dia memeluk el dan mencium pucuk kepala itu dengan kasih sayang.

"Kita akan tanya dokter ya, kapan aku akan menjenguk baby disana."

"Tapi aku pengen" rengek el membuat jendral tertawa.

"Sabar sayang, kalau aku masukin kamu takutnya nanti aku lepas kontrol dan berdampak pada bayi kita. Sekarang kita tidur oke."

Elzion hanya bisa pasrah saja mengikuti sang suami, jendral sebenarnya mau meniduri elzion namun seketika dia sadar jika elzion sedang hamil muda. Jendral tidak ingin sesuatu hal buruk terjadi kepada keduanya, maka sesak yg sejak tadi dia rasa terpaksa dia tahan.

"Mas, tapi aku belum ngantuk."

"Hm, yaudah. Kalau gitu mas ada ngomong sesuatu sama kamu."

Elzion langsung bangkit dari tidurnya dan duduk berhadapan dengan jendral, jendral tertawa melihat antusias elzion. Padahal dia mau ngomong kalau besok harus ke Jepang karena ayah nya meminta dia untuk datang sebagai bentuk penyerahan jabatan barunya.

"Kamu ngomong apa?" Tanya el tidak sabar.

Jendral memegang tangan el "besok, aku akan Jepang el. Ayah menyuruh aku buat mengelolah anak perusahaan dia yg di Jepang, cuman dua hari setelah itu balik lagi ke Indonesia."

"Mas, kenapa bilang nya mendadak? Bukannya mas tidak mau ya kalau jadi pengusaha."

"Hm, memang. Tapi setelah aku pikir apa yg ayah bilang tempo hari ada benarnya. Aku harus bertanggung jawab atas kamu dan baby, dan aku harus mulai berkonsentrasi buat masa depan. Ya, walaupun jadi fotografer gajinya bisa membuat kamu tidak kelaparan, tapikan kalau aku travelling buat pemotretan bakalan ninggalin kamu."

"Ini kamu ninggalin aku juga."

"Beda dong sayang, aku cuman dua hari."

"Tapikan kalau sudah resmi jadi direktur disana bakalan kerja disana."

"Iya, tapi aku usahakan buat bolak-balik Jepang ke Indonesia. Tadinya mau ninggalin kamu sampai waktu melahirkan kamu tiba, cuman aku pikir ulang jika aku bisa bolak balik ke Jepang dan Indonesia kenapa tidak."

"Capek mas kalau kayak gitu."

"Nggak capek sayang, asalkan ada kamu yg selalu nyambut aku pas pulang."

Elzion tersenyum lalu dia memeluk jendral dari samping, lantas mata el melotot karena sesuatu hal yg dia ingat.

"Mas, jangan bilang perusahaan itu punya."

"Iya sayang, cuman udah diambil ahlikan oleh ayah dan aku disuruh mengurusnya. Apa kamu keberatan? Kalau keberatan aku bisa mundur demi kamu."

"Jangan, mas. Aku mendukung apapun yg kamu lakukan."

Jendral terdiam sejenak dia bingung harus bersikap bagaimana, el juga terdiam karena tidak menyangka kalau suaminya harus mengurus perusahaan bekas sang mantan. Entah gimana ceritanya perusahaan itu di tarik lagi oleh sang mertua elzion, yg jelas el tidak mau memikirkan apapun tentang evan, dan el juga tidak peduli dimana dia sekarang berada. Yg terpenting sekarang saat ini sudah ada jendral yg bersamanya dan membuat dia lebih dihargai dan berasa hidup nya itu sangat berwarna.


















[]

Next episode kita akan mempertemukan evan dengan jendral di perusahaan yg sama.

Thank you yg masih setia mengikuti jendral Laksamana ini. Semoga tidak bosan dengan alurnya 🙇‍♀️

Jendral LaksamanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang