Bagian 35.

202 67 4
                                    

Bian tentu terkejut mendapati evan yg sudah berdiri dengan muka yg menahan amarah, gegas bian menghampir evan. Sementara jay dia berusaha tenang dan menyuruh putri nya buat masuk kedalam rumah dulu, ia tahu jika pria yg saat ini sedang menahan amarah itu adalah suami bian, bahkan jay tidak peduli akan hal itu malahan menurutnya bagus jika bian dan evan berpisah. Karena bian kerap kali mengeluh jika dia capek melihat evan yg berpenyakitan seperti itu, maka jay akan segera melihat rumah tangga suaminya tersebut.

"Kamu ngapain disini" ucap bian menggendeng tangan evan agar sedikit menjauh.

"Kamu tanya aku ngapain disini. Seharusnya aku yg tanya kamu, bi. Ngapain kamu disini!"

"Aku ada urusan disini, van. Jangan buat malu."

"Urusan apa! Pekerjaan? Pekerjaan yg mana pake ciuman segala dan siapa anak itu manggil kamu papa! Bi, kamu sudah punya anak di belakang aku!"

"Evan, aku bisa jelasin semuanya sama kamu. Tapi aku harap kamu jangan pake emosi gini dong."

Nafas evan naik turun karena amarahnya sudah di ujung kepala, dia tidak menyangka jika respon sang suami begitu santai seolah tidak terjadi apapun. Evan lalu mengambil sesuatu didalam kantong jaket nya dan setelah itu dia melempar sebuah foto di depan wajah bian, bian tentu terkejut dengan aksi evan. Lekas dia mengambil foto itu dan tentu terkejut.

"Van..."

"Awalnya aku gak percaya dengan semua ini, bi. Aku pikir ada orang iseng yg sengaja pengen merusak rumah tangga kita. Namun sekarang aku percaya kalau kamu sudah selingkuh dari aku, dan parahnya kamu sudah punya anak. Tega kamu bian, tega kamu sama aku disaat aku mau berjuang buat sembuh dari penyakit sialan ini kamu justru menghancurkan aku."

"Oke, aku minta maaf sama kamu. Tapi apa yg kamu pikirkan itu adalah salah, evan. Dia sebenarnya-"

"Aku suami bian dan itu adalah anak kami" seru jay yg sudah berdiri tepat disamping mereka membuat bian menahan nafas sampai memejamkan matanya.

"Jay-"

"Mau sampai kapan ditutupi terus, bi. Aku sama kamu masih saling mencintai. Cuman takdir ayah mu yg memisahkan kita, bukannya kamu setuju buat bersama aku dan miyori, lantas apalagi menjadi penghalang nya."

"Jay, kamu mending masuk kedalam rumah. Biar aku selesaikan ini semua sama evan."

"Tidak perlu!" Ucap evan sambil mengangkat tangannya tinggi.

"Tidak perlu kamu jelaskan semuanya, bi. Semuanya sudah jelas kalau kamu emang ingin menyakiti aku, aku pikir kamu memang satu-satunya suami yg bakal menemani aku sampai waktu usia dengan waktu yg lama, namun aku salah kamu tidak lebih dari seorang munafik yg hanya manfaatkan aku saja demi bisa bersama mantan suami kamu dulu."

"Van, jangan ngomong begitu. Aku memang mencintai kamu. Tapi-."

"Tapi masih ada dia dihatimu."

Bian hanya diam rasanya lidahnya keluh untuk menjelaskan segalanya, dia memang mencintai evan sungguh namun permintaan sang anak lah yg tidak bisa bian tolak. Karena beberapa hari lalu miyori jatuh sakit dan meminta jika dia dan jay bersatu kembali. Maka dari itu dan tanpa pikir panjang bian menyanggupi permintaan anaknya namun dia seolah lupa jika sudah bersama evan yg sedang berjuang melawan kanker yg menggeroti tubuh evan tersebut.

Evan yg melihat bian hanya diam memutuskan buat pergi dari situ, sudah tidak ada harapan lagi buat rumah tangganya. Tangan evan di pegang oleh bian namun evan lekas menghempaskan tangan bian begitu saja, namun beberapa langkah dia pun berbalik kearah bian.

"Aku bakalan urus perceraian kita secepatnya" ungkap evan membuat bian jatuh terduduk.



Usai dari rumah jay dan memutuskan buat bercerai dengan bian. Evan duduk disalah satu bangku taman, dengan tangan yg bertumpu diatas lutut dan menghadap lurus kedepan. Hatinya hancur dan pikiran nya melayang entah kemana, rasanya sulit dipercaya jika bian melakukan hal ini padanya disaat dia tengah berjuang melawan kanker.

Dengan wajah yg pucat dia teringat akan elzion yg mana sewaktu pacaran elzion tidak pernah bertingkah dan selalu mengalah demi dirinya, ingatan itu bagaikan film yg diputar kembali, evan mengingat senyum, tawa, dan tentu semua tingkah elzion yg membuat dia merasa gemas. Sampai akhirnya dia mengenal bian dan mulai pudar rasa itu kepada elzion.

"AAARRRRGHHHHHH."

Evan menjerit dengan keputusasaan nya, merasa menyesal karena telah mencampakan elzion dan darah dagingnya demi bian seorang, dia menyesal karena telah memilih bian dan rela dijauhkan oleh keluarga nya. Dia menyesal kenapa dia harus mengenal bian dan tetap menerima kehancuran nya kini. Dan dia menyesal karena telah menjadi orang bodoh demi cintanya dengan bian.

"Maafin aku el, maafin aku."

Evan menangis dalam diam dan menangis menyesali keputusan nya memilih bian, namun dia juga tidak mungkin pulang ke Indonesia dan menghampiri elzion meminta maaf atas kesalahan nya. Apalagi meminta kembali disaat elzion sudah bersama dengan jendral, bahkan dia juga sadar diri elzion mana mungkin menerima dirinya yg berpenyakitan ini.




****

"Jendral, evan terkena kanker leukimia, ayah harus ke Jepang buat menemui dia. Dan ayah harap kamu juga mau bertemu dengan evan."

"Hanya kita keluarga evan satu-satunya, jen. Kalau bukan kita siapa lagi."

"Evan sudah tidak mempunyai apapun, walaupun ayah sangat kecewa dengan dia tetapi dia masih anak ayah."

Jendral duduk termenung diruang kerjanya, pikiran nya melayang tentang percakapan dirinya dengan sang ayah pagi tadi. Ada perasaan sedih saat evan memiliki penyakit kanker yg sangat mematikan dan kapan saja merenggut nyawanya, namun di satu sisi jendral masih kecewa dengan segala perlakuan kakak nya.

Jendral menghela nafas berat dan membuka kacamatanya, dia memijit pelipisnya karena merasa pusing memikirkan masalah ini. Dia tidak masalah jika ayahnya mau menjenguk evan, namun yg dia kurang suka ayahnya malah mengajak dia ke Jepang buat menjenguk evan, rasanya jendral belum siap jika melakukan hal itu.

"Mas" panggil elzion dengan membawa segelas kecil kopi buat jendral.

"Sayang, hey."

Elzion masuk kedalam ruangan kerja jendral, dia meletakan kopi itu diatas meja kerja sang suami. Lalu duduk di pangkuan jendral sambil menghadap ke wajah jendral.

"Kamu dari tadi gak keluar dari ruangan ini, makan malam sampai sudah habis dan kamu skip makan malam. Apa pekerjaan mas banyak ya."

Jendral tersenyum teduh "hm, lumayan. Gimana pun aku masih belajar sayang, mas gak mau mengecewakan papa."

"Kapan mas akan ke Jepang lagi?" Tanya el membuat jendral berpikir sejenak.

"Hm, belum tau sayang, kenapa? Kamu mau ikut?"

"Memang nya boleh aku ikut?"

"Boleh aja. Kalau izin dokter dan izin papa kamu."

Elzion tampak berpikir terlebih dahulu buat kesana, sudah lama rasanya el tidak ke Jepang apalagi semenjak hamil dia tidak pernah berpergian jauh.

"Mas.. Kalau aku ikut ke Jepang ada kemungkinan buat ketemu mas evan gak?" Tanya el membuat jendral sulit menjawab.

















[]

Jendral LaksamanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang