Bagian 36.

362 78 3
                                    

"Mas" panggil el membuat jendral tersenyum tipis.

"Kemungkinan iya. Apa kamu mau ketemu sama dia? Mungkin buat menyelesaikan sesuatu yg belum selesai."

Gelengan el menjadi jawabannya dia memeluk leher jendral dengan erat bahkan menghirup aroma mint yg keluar dari khas tubuh jendral, sementara jendral hanya mengelus punggung el dengan sayang sambil memikirkan apakah dia cerita tentang evan saat ini dengan elzion.

"Kalau mas evan ada di Jepang aku gak akan ikut deh, kecuali kalau mas jendral pindah ke Jepang untuk selamanya baru aku ikut."

"Papa belum memikirkan hal itu, el. Kalau kamu mau ikut ya ayo ikut nanti kita konsul sama dokter."

"Gak mas. Aku takut."

Jendral paham apa yg elzion rasakan, suaminya pasti ketakutan bertemu dengan evan apalagi dia tengah mengandung yg sebenarnya anak evan. Pasti el mikir kalau evan akan mengambil anak mereka dari sisi elzion.

"Kalau aku bilang dia sedang berjuang melawan kanker, kamu percaya."

Mata el melotot seketika dia menatap wajah jendral dengan serius mencari kebohongan dalam mata suaminya, namun dia tidak melihat kebohongan itu.

"Mas, kamu serius ini?"

"Iya. Bahkan ayah besok mau ke Jepang mau mengecek keadaan evan."

"Hm, kamu gak ikut?"

"Nggak, sayang. Aku masih banyak pekerjaan. Lagian mungkin evan tidak akan membutuhkan aku."

"Bagus deh. Gak usah kesana lagian dia pasti sudah mendapatkan seseorang yg mengurusnya."

"Kamu cemburu?"

"MAS!" Pekik elzion sambil memukul bidang dada jendral.

"Bercanda sayang."

Jendral mengambil kopi di gelas nya dengan posisi masih memegang satu tangan di pantat el takut suaminya jatuh, sementara el melihat jendral meminum kopi tampak tenang sama sekali. Setelah jendral meletakan gelas itu dengan lancang tanpa permisi el mencium bibir jendral hingga terasa wangi kopi dan manis menjadi satu.

Tentu jendral merasa terkejut karena tindakan el, namun dia sama sekali tidak menolak bahkan menarik tenguk elzion agar ciuman semakin dalam. Saling beradu lidah bahkan sekarang el sudah didudukan diatas meja kerja jendral, nafas el memburu dengan kilat nafsu yg tidak tertahankan. Jendral lekas merebahkan tubuh el tepat diatas meja.

"Kamu serius mau main disini sayang" ucap jendral dengan suara serak.

"Hm, daddy...."

Nafsu jendral naik secara tidak langsung saat el mengucapkan kata keramat itu, dengan penuh gairah jendral mencumbu seluruh wajah el, bahkan kaos el sudah terlepas menyisahkan celana pendek. Dengan telaten jendral mencium, menjilat, bahkan mengigit dada el dengan membentuk sebuah tanda merah. El mendesah tertahan menikmati setiap sentuhan jendral.

"M-massshhh."

Desah elzion tidak dielakan lagi bahkan dengan senyum sambil mengigit bibirnya menggoda kala jendral melepaskan seluruh pakaian nya, el bahkan sengaja membuka celananya mandiri hingga keduanya telanjang. El melebarkan kakinya sambil mengigit tangan dibibirnya berusaha menggoda jendral.

"Binal" desis jendral sambil memasukan penis kedalam lubang anal el.

El menjerit tertahan karena sedikit sakit saat jendral masuk kedalam lubang itu, jendral mulai menggerakan penisnya keluar masuk dengan sangat lembut. Alunan nada keluar dari bibir el menjadi candu buat jendral.

"Aaahh.. Aaah.. Mas..."

Bunyi percintaan mereka nyaring mengisi seluruh ruangan kerja jendral, berbagai macam gaya bahkan membuat el menangis sangking nikmatnya. Jendral membalikan tubuh el hingga el sedikit menaikan bokongnya memperlihatkan lubang pink cantik, jendral sebelum penis nya masuk dia sedikit menunduk untuk mengendus lubang itu.

"Mas, apa yg kamu laku-aaahh.."

Belum sempat el protes lubang anal sudah dijilat oleh jendral, el hanya bisa menjerit keenakan bahkan jeritan sebuah isakan. Jendral tidak peduli dengan suara elzion dia sibuk menikmati lubang tersebut. Dirasa telah basah dia pun melepaskan lidahnya dan langsung memasukan penis nya dengan hentakan kuat.

"Masih aja sempit" desis jendral saat merasakan penis nya menjepit ke lubang el.

Jendral tanpa ampun menghentakan penis nya keluar masuk, bahkan tubuh elzion sudah terhentak kedepan dengan acak. El tidak mampu lagi buat berbicara dia hanya bisa mendesah nyaring bahkan sampai keluar airmatanya. Tampilan el juga udah acak-acakan dengan keringat membasahi serta mata yg menjuling keatas.

"Aahh mas. Ampun ouuhhhh."

Jendral menulikan telinganya bahkan penisnya membesar saat waktu sudah tiba buat mengeluarkan putihnya, jendral lekas memeluk erat hingga desahan nya keluar pertanda dia telah mencapai putih didalam lubang elzion.

El mengatur nafasnya dan wajahnya di tempelkan ke meja jendral tanda dia lelah, jendral mencium punggung putih tersebut dengan lembut.

"Thank you sayang" ucap jendral lirih dan el hanya mampu mengangguk.




****

Evan kembali kerumah bian usai dia menenangkan diri sendiri, dia datang lagi ke rumah bian untuk mengambil semua pakaian nya dan dia berencana buat keluar dari rumah besar itu. Evan bahkan tidak peduli akan tinggal dimana yg terpenting dia pisah dulu dengan bian. Dan berharap dia kembali kerumah besar itu bian tidak ada di rumah.

Namun sayang harapan evan sepertinya tidak terkabul karena bian sudah menunggu dia dengan tampilan yg kacau, bian lekas menghampiri evan begitu pria berdimple membuka pintu kamarnya. Memeluk evan dengan erat membuat evan sangat muak.

"Evan, akhirnya kamu pulang juga. Kamu darimana sayang tadi aku kerumah sakit ternyata kamu tidak ada disana."

"Lepasin!"

"Van, aku bisa jelasin sama kamu. Tapi, aku mohon dengerin aku."

"Gak ada yg perlu dijelaskan lagi, bi. Semuanya sudah jelas."

"Van."

Evan melepaskan pelukan nya dari bian lalu berjalan kearah lemari dan mengambil koper besar, dengan tergesa-gesa dia memasukan semua pakaian serta barang penting buat dimasukan ke koper. Bian panik karena Evan akan pergi meninggalkan dirinya sendiri.

"Van, van, kamu mau kemana?"

"Lepasin! Bi."

"Nggak! Kamu gak boleh ninggalin aku. Aku cinta sama kamu Evan. Kamu ngerti gak."

"Ngerti! Kamu berharap aku mengerti kamu. Apa kamu ngerti perasaan aku gimana, bi. Kamu berhubungan sama mantan suami kamu disaat kamu masih sama aku. Bahkan tadi kamu bilang akan rujuk dengan dia. KAMU BILANG AKU HARUS NGERTI KAMU!"

"Tapi van, aku mencintai kamu."

"Kamu gak mencintai aku, bi. Aku sekarang sadar ternyata kamu menikahi aku supaya bisa kembali dengan mantan suami kamu kan. Dan kamu akan menceraikan aku, tenang aja kita akan bercerai dan aku yg urus semuanya."

"NGAK! KITA GAK AKAN BERCERAI. KAMU GAK AKAN KEMANA-MANA."

Tawa Evan pecah seketika "egois banget kamu. Jadi maksud kamu, kamu mau memiliki keduanya."

Bian terdiam seketika memang benar apa yg dikatakan Evan kalau bian ingin memiliki keduanya, dia tidak bisa melepaskan Evan begitu saja karena dia memang sayang. Dia juga tidak bisa menolak permintaan anaknya untuk rujuk dengan jay.

"Perasaan aku bukan mainan, bi. Jadi izinkan aku pergi. Lagian aku tidak bisa memenuhi standar daddy kamu kok. Aku sadar diri kalau aku sudah pria penyakitan yg akan mati."

"Van.."

"Maaf, bi. Aku pergi."

Evan lekas memasukan bajunya tersebut dan mengunci kopernya, lalu keluar dari kamar bian meninggalkan bian sendiri yg sudah menangis terduduk. Bian sadar lalu dia berlari mengejar Evan. Dengan cepat dia mencengkram tangan evan membuat evan menoleh.

"Apalagi bian."

"Kamu gak akan pergi kemanapun."

"Maafin aku bi."

Evan melepaskan cengkraman bian namun baru beberapa langkah kepala nya pusing dan dia memegang kepalanya, hidungnya mengeluarkan darah membuat bian panik saat evan sudah jatuh pingsan.














[]

Jendral LaksamanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang