Syal Ulang Tahun Julian

8 4 2
                                    

Aku menemukan rajutan syal di kotak. Di salah satu laci lemari.

            Bola pintal benang berwarna cokelat ada di sisinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bola pintal benang berwarna cokelat ada di sisinya. Klip di ujung rajutan berwarna hijau. Hook pen dengan gagang biru. Aku terpaku lama melihat rajutan syal untuk ulang tahun Julian. Masih separuh selesai.

Aku ingat jelas permintaan Julian untuk ulang tahun ke tujuh belas. Syal cokelat ini. Dia memintanya beserta satu permintaan lain agar aku tidak pernah merajut syal untuk orang lain lagi. Dia akan memakainya saat pergi ke Eropa di akhir tahun. Banyak sekali foto yang dia kirimkan padaku memakai syal ini.

Padahal syal ini jelek.

Aku sudah merajut bertahun-tahun. Meskipun sekarang tidak ada kapalan di jariku, tapi aku masih ingat bagaimana menghabiskan waktu berjam-jam melilitkan benang di hook pen dan membuat grandma square di tahun-tahun yang sepi itu. Sekarang aku bisa merajut lebih baik dibandingkan rajutan ini.

Oleh karena itu, aku membongkar rajutannya.

Ibu lewat sambil membawa ember berisi pakaian. Sempat berdiri di depan pintu, Ibu mengernyitkan dahi. "Kenapa?" tanya Ibu.

Aku berusaha menampilkan senyum paling ceria. "Rajutannya jelek."

"Wajar. Kan kamu baru pertama kali merajut syal."

"Ini mau dibikin ulang, Bu."

Ibu berdecak, tidak setuju. "Kamu udah mengerjakan itu satu bulan loh. Ulang tahun Julian tinggal dua minggu lagi. Yakin kamu bisa siapkan?"

Aku mengangguk. 'Bisa."

Kalau aku tidak menghabiskan waktu merajut, mungkin aku bisa gila.

Jadi aku duduk di sofa sepanjang pagi hingga sore. Menghabiskan waktu aneh yang terasa normal. Berkali-kali Ibu datang, duduk di sebelahku, mengajakku bicara, lalu pergi. Aku merajut dengan cepat hingga jari telunjuk tangan kananku terasa sakit. Isi kepalaku masih bergemuruh.

Apa yang terjadi? Yang mana yang mimpi? Yang mana yang nyata?

Aku yakin aku tertidur tadi pagi. Mungkin dua atau tiga jam. Tak peduli bagaimanapun aku berusaha menjaga mata agar tetap terbuka, malam merayu mataku untuk tertutup. Kecupan angin dingin membuatku meringkuk, memeluk Ibu erat-erat. Lalu, aku bangun. Masih di tahun 2017.

Sekarang matahari sudah mulai turun. Lengser sedikit dari tempatnya di langit. Sinar matahari membentuk bayang-bayang panjang melalui celah pintu dan jendela. Ujung sinar menyentuh kakiku dan membuatnya terasa panas. Aku membiarkannya.

 Aku membiarkannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tomorrow Never ComesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang