Aku terbangun di tengah malam dengan Ibu yang tidur di sisi lain kasurku. Aku bangkit, melompat dari kasur dan langsung memperhatikan jam dinding. Sudah pukul 3.21 dini hari. Jarum detik berwarna merah tidak berhenti bekerja. Satu bulatan penuh mengitari lingkaran waktu, jarum jam menit melaju satu langkah. Waktu berjalan.
Ibu ikut bangun dari sisi kasur. Dari tampilan wajahnya yang diusap kasar, Ibu menahan diri untuk tidak banyak bertanya. Ini masih dini hari dan aku baru bangun dari siuman. Ibu tidak akan bertanya macam-macam. Hanya hal-hal kecil.
"Kenapa kamu bisa pingsan?"
Hal-hal kecil yang berat.
Aku mengalihkan pandangan dari jam, menatap Ibu yang sabar menunggu jawaban. Ibu tidak akan menyerah. Tidak akan mundur sebelum mendapat jawabannya.
"Tiba-tiba Diah pusing, Bu," jawabku. "Awalnya Diah pikir kalau cuma pusing sedikit tidak akan kenapa-kenapa."
Ibu menghela napas panjang. "Lain kali, kalau pusing, walaupun cuma sedikit, sebaiknya jangan pergi. Kamu bikin semua orang khawatir. Teman-teman kamu panik, mengantar sampai ke rumah."
"Siapa yang mengantar?" tanyaku. Ibu mengerling.
"Julian," balasnya. "Dia menggendong kamu di punggungnya, lari dari acara ulang tahunnya."
Oh. Ternyata begitu.
Ibu tetap berada di kamarku sampai pukul 4 pagi. Ibu tidak melanjutkan tidur. Justru bangkit dan bilang kalau Ibu akan memasakkan sop ayam kesukaanku. Hari dimulai dengan tenang—kecuali aku yang masih kepikiran soal Manda.
Manda. Aku yakin sekali apa yang kudengar darinya adalah nyata. Sepasang mata yang gelap, muram itu bukanlah mata anak dua belas tahun. Tatapan matanya serius, penuh dengan ketegangan. Seolah Manda yang berbicara padaku adalah Manda yang berasal dari tahun 2023.
Hanya butuh tiga detik untuk membuat keputusan: aku harus berbicara pada Manda.
Namun, masalah terbesarnya muncul; apa yang akan kukatakan padanya? Aku dan Manda punya jeda umur yang cukup jauh. Kami tidak benar-benar berteman. Kalau aku bicara dengan Manda, pasti Belinda akan ada di sana. Bagaimana caranya?
Lalu, keajaiban terjadi di hari yang sama pukul 8 pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tomorrow Never Comes
JugendliteraturBerkat tembok bolong di samping rumahnya, Diah Safitri Armin menemukan lima sahabat baru. Sahabat-sahabat yang selalu ada untuk bikin kehebohan dan membuatnya jatuh cinta. Setidaknya, begitulah hingga delapan tahun kemudian. Sesuatu terjadi pada mer...