Satu Hari Setelah Besok

9 3 0
                                    

Di kegelapan, kita tidak bisa melihat, tapi kita masih bisa mendengar. Itu pula yang aku rasakan. Orang-orang di sekitarku menangis, memintaku untuk bangun, tapi aku tidak bisa membuka mataku.

Aku cuma bisa mendengarnya.

            "Diah, bangun, Nak," bisik Ibu dengan suara paraunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Diah, bangun, Nak," bisik Ibu dengan suara paraunya. Ujung-ujung jariku disentuh dengan lembut. Air mata Ibu jatuh di kulitku, terasa dingin. "Bangun, Sayang. Ayo cepat bangun."

Aku mendengar berbagai suara di dalam kegelapan.

"Dek, bangun. Ibu sama Ayah khawatir. Kalau kau tidur begini, nanti Abang berantem sama siapa?"

Padahal kukira Abang tidak sayang padaku. Aneh sekali mendengar bisikannya.

"Ayah harus pergi kerja, tapi Diah tidak usah tunggu Ayah. Bangunlah, Nak."

Lalu hening lagi setelah suara langkah Ayah terdengar rendah, berat.

Selama aku berada di kegelapan itu, banyak sekali yang meminta maaf padaku. Orang-orang muncul untuk mengungkapkan penyesalan. Suara mesin terdengar dengan suara bip sesekali. Ada banyak sekali orang.

"Diah, aku minta maaf." Seseorang terisak, berdiri di sisi kasur. Suaranya parau akibat terlalu banyak menangis. Aku mengenali suaranya. Juwanda datang. "Aku minta maaf untuk kata-kataku, Diah. Aku salah. Seharusnya aku tidak ..." dia berhenti. Suaranya hilang. Dia terisak lebih keras. "Aku takut, Diah."

            Aku ingin bilang padanya kalau aku juga takut, tapi aku tidak bisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku ingin bilang padanya kalau aku juga takut, tapi aku tidak bisa. Aku berada di dalam posisi sulit. Bahkan membuka mata saja aku tidak bisa.

Juwanda mundur setelah mengatakan maaf berulang kali. Langkah kakinya cepat, seperti berlari. Mungkin dia masih takut.

Cakra muncul dengan langkah pelan. Dia tidak banyak bicara—tapi aku tahu dia di sampingku, berdiam diri. Mungkin dia butuh banyak waktu untuk melihatku, mengamati.

"Semua orang tidak dalam keadaan baik, Diah," ucap Cakra. Suaranya lembut, dalam. "Ternyata semuanya kacau kalau kau tidak ada. Aku merindukanmu. Julian juga. Belinda masih syok. Kau harus segera sembuh, Diah."

Tomorrow Never ComesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang