Please, Julian

12 3 2
                                    

"Aku tahu kau sakit, tapi kau tidak boleh melanggar janjimu padaku."

Julian adalah manusia yang paling keras kepala. Seandainya kepalanya itu bisa dicopot sebentar dan diadu dengan batu berukuran sama, maka kepala Julian akan lebih keras dan mampu menghancurkan batu itu.

Aku mengikutinya, meminta padanya untuk membatalkan perjalanan. Julian tidak bergeming dan tidak mengacuhkan permintaanku. Dia lanjut berjalan. Langkahnya tidak melamban dan dia terus melaju masuk kantin sekolah. Dia berhenti di kulkas kantin, memilih minuman.

Tangannya meraih botol yoghurt. "Aku mau rasa original. Kau mau rasa apa?"

Aku melirik sekilas ke dalam kulkas. "Apa saja."

Julian terkekeh. "Tidak ada rasa 'apa saja' di dalam sini," katanya. Suaranya terlampau besar. "Pilihlah."

"Stroberi," jawabku langsung. Menyebut rasa minuman paling biasa. Julian mengambilnya. Dia melaju menuju kasir dan aku mengikutinya. Kasir kantin melirik, lalu tersenyum. Aku membalas senyumannya dengan senyum canggung.

            Julian keluar dari kantin tanpa membuka minuman yoghurt itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Julian keluar dari kantin tanpa membuka minuman yoghurt itu. Langkahnya cepat menuju koridor yang ramai. Aku tergopoh-gopoh mengejarnya. Dengan mudah Julian berkelit menghindari orang-orang.

 Dengan mudah Julian berkelit menghindari orang-orang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Julian, kita ubah saja rencananya. Kita bisa pergi ke bioskop untuk menonton film," ucapku. Masih berusaha membuat Julian berubah pikiran.

Julian terkekeh. "Nope," katanya menolak. "Kalau kau ingin menonton, daripada ke bioskop dengan begitu banyak orang, lebih baik kita di rumahku. Ada home teater yang bagus."

"Ya sudah." Aku hampir menabrak seorang laki-laki. "Kita menonton di rumahmu saja."

"Kau boleh ke rumahku kapan pun kau mau," jawab Julian. Dia menarikku mendekat, menghindariku dari tabrakan. "Tapi kau tetap tidak boleh melanggar janjimu. Kau sudah janji padaku untuk pergi. Aku bahkan sampai les mobil dan membuat SIM."

"Aku yakin kau tetap akan les mobil dan membuat SIM walaupun tanpa rencana pergi kita," balasku. Bibirku mengerucut, menahan diri dari mengatakan hal yang tidak baik seperti mengumpati Julian.

Tomorrow Never ComesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang