MTT 11

4K 233 1
                                    

"Terimakasih."

•••

Gintar membuka satu persatu catatan di dalam buku yang Feiza berikan kepadanya. Ada banyak sekali yang pria itu pikirkan.

Dia menaruh buku tersebut keatas meja, raut wajahnya terlihat sangat khawatir, Wandi selaku orang kepercayaan Gintar datang menghampiri pria tersebut.

"Tuan, apakah menurutmu kita harus bertindak sekarang?" Tanya Wandi.

Gintar menatap Wandi dalam diam, "Feiza terlalu jauh ikut campur, dia bahkan dengan mudah menebak siapa kanibal itu."

"Bahkan buktinya sudah dia dapatkan, tapi dia presiden jika ingin menangkap nya pondasi negara akan sedikit miring."

"Tanpa pemimpin, akan ada lebih banyak pemberontakan."

Gintar memijit pangkal hidungnya, saat ini dia sangat dilema, dari sekian banyak musuh mengapa harus presiden?

"Tuan bagaimana jika kita meminta saran nona?"

"Jangan, Feiza tidak boleh terlalu ikut campur, sekarang presiden pasti sudah tau ada orang lain yang membantu kita."

"Kamu lindungi ketiga anak itu dari jauh, jangan sampai presiden ada celah untuk menyakiti mereka."

Wandi mengangguk lalu pergi keluar guna menyelesaikan perintah dari Gintar.

Hari ini adalah hari libur, Feiza, Zeyan, Allean dan Gio berencana untuk pergi bermain di rumah pohon.

Dan juga Feiza berencana untuk berhenti mengikuti kasus, ayahnya sudah mempunyai bukti yang dia dapatkan dari kakak Gio kemarin.

Flashback

Gio membawa ketiga temannya masuk kedalam rumah yang luasnya tidak terlalu besar. Rumah Gio dihampit rumah yang ukurannya sedikit lebih besar.

Ketika keempat remaja itu masuk kedalam rumah, orang pertama yang mereka lihat adalah seorang perempuan yang sedang duduk sambil membereskan pakaian.

"Kakak, kakak kenapa gak istirahat?" Tanya Gio sambil membawa kakaknya menuju kursi.

Umur kakaknya Gio sekitar 17 atau 18 tahun, kulitnya pucat seperti tidak ada darah ditubuhnya.

Feiza memperhatikan kakak beradik tersebut berinteraksi, seperti apa yang diceritakan Gio tadi di rumah pohon dia dan kakaknya sangat dekat sebelum kakaknya pindah ke Kota C untuk bekerja.

"Kakak ini ada temen aku mau ngobrol sama kakak." Gio menunjuk Feiza, Zeyan dan Allean.

"Ngobrol apa?"

Feiza mulai menceritakan seluruh kejadian yang dia ketahui, tentang siapa pelaku penculikan dan ayahnya yang sekarang menjadi komandan.

Dia menunjukkan tiga buah foto yang ada ditangannya, didalam foto itu ada potret tiga orang.

Foto pertama milik Steven, foto kedua milik Bento, dan foto ketiga milik Presiden.

Kakak Gio menatap foto tersebut dengan wajah yang semakin memucat, matanya memanas ingin mengeluarkan air mata.

"Bento selaku tangan kanan dan orang kepercayaan Steven bertiga untuk memberikan korban kepada kanibal." Tutur Feiza.

"Kanibal tidak pernah menemui korban, dan pelaku yang lainnya juga tidak pernah melihat kanibal."

"Hanya dua orang yang mengetahui wajah asli Kanibal, yaitu Bento dan Steven."

"Gio mengatakan jika kamu pernah mendengar orang lain menyebut nama presiden, menurutku kamu tidak mendengarnya tapi melihat nya." Ujar Feiza.

Kepala kakak Gio tertongak keatas sambil menahan air mata di pelupuk matanya.

Bibirnya bergetar menahan suara, "A-aku.."

"Aku tau, kamu pernah dibawa ke tempat presiden dan mengetahui jika kanibal itu adalah presiden, tetapi karena kamu sangat cantik presiden tidak memakanmu."

"Steven mengatakan jika dia tidak pernah membunuh apalagi memakan, tapi dia sering melakukan tindakan tidak senonoh dengan para korban wanita."

"Jadi, besar kemungkinan kamu dan pres-"

"Cukup!" Teriak kakak Gio kencang.

Mereka semua terperanjat kaget karena kakak Gio yang tiba-tiba menangis histeris.

"Kakak aku kenapa?" Tanya Gio panik.

Feiza menggeleng, "Dia gak kenapa-kenapa."

Dia mendekati kakak Gio dan mengusap punggungnya, "Aku tau kamu menderita, dan ketakutan, tetapi pelakunya harus didakwa, jangan biarkan orang jahat itu bisa hidup dengan bebas."

"Penderitaan yang telah kalian lalui harus dibayar dengan nyawa presiden, kita harus memberikan hukuman kepada pelaku kejahatan yang telah membunuh banyak nyawa masyarakat yang tidak berdosa."

"Jika kamu diam saja, akan ada banyak nyawa yang akan hilang, apakah kamu ingin membuat presiden kembali melakukan kejahatan serupa?"

Karena perkataan nya kakak Gio kembali tenang, tampaknya perempuan tersebut sudah mulai kembali berpikir jernih dan memikirkan ucapannya.

"Kamu benar, dia harus mendapatkan hukuman yang lebih keji dari perbuatannya!"

Bibir Feiza membentuk senyuman tipis, dia mengangguk dan kembali berdiri menghampiri Zeyan.

"Nanti akan ada beberapa prajurit yang menjemput kakak kamu, di kamp kakak kamu akan dirawat dengan baik dan mendapatkan pengobatan dari psikolog."

Gio mengangguk setuju, lalu mengantar mereka bertiga menuju pintu, "Terimakasih karena mau membantu kakak."

"Kalo gak ada kalian, mungkin selamanya dia hidup menderita dan depresi."

Flashback end

Feiza berjalan menuju papan tulis yang di penuhi tulisan, dan menghapusnya.

Lalu membuka laci yang diisi dengan beberapa kertas, dia membawa kertas tersebut kebawah.

"Mau kamu bakar?" Tanya Zeyan sambil duduk disamping Feiza.

Feiza mengangguk, dia tersenyum kearah Zeyan, "Makasih karena mau bantuin aku beresin kasus ini, tanpa kalian aku gak bisa lakuin sendirian."

"Sekarang kasusnya sudah hampir selesai, presiden sudah tidak bisa kabur lagi, dan korbannya juga sudah dibebaskan."

"Aku dengar dari kakek, setelah presiden ditangkap, akan ada pemilihan presiden baru secara mendadak, mungkin saat itu terjadi akan ada sedikit kehebohan dari kalangan masyarakat." Ucap Zeyan.

"Aku tau." Jawab Feiza sambil memasukkan satu persatu kertas kedalam api hingga habis terbakar.

"Siapa yang bakalan jadi presiden?" Tanya Allean yang ikut duduk disamping kiri Feiza.

"Menurut aku, walikota pasti bakalan terpilih, ayah juga pasti akan lebih percaya dengan walikota daripada pejabat lainnya."

"Ayah kamu yang bakalan memimpin pemilihan presiden nanti?"

Dia mengangguk, karena ayahnya yang memecahkan kasus besar ini, yang telah melibatkan banyak pejabat bahkan presiden, harusnya Gintar yang akan memimpin pemilihan presiden.

"Kenapa kamu yakin kalo papa akan menjadi presiden?" Tanya Allean.

"Karena Walikota orang yang jujur dan baik."

Feiza ingat didalam mimpinya walikota memperlakukan semua orang dengan sangat baik, keluarga Walikota juga orang yang jujur.

Di dalam mimpinya walikota sering menyumbangkan bantuan kepada rakyat yang kelaparan dan menyumbangkan beberapa alat medis ke rumah sakit tempat Allean bekerja.

Jika suatu saat nanti walikota menjadi presiden, Feiza yakin tidak akan ada lagi yang namanya presiden memakan rakyatnya sendiri.

Dengan begitu negara akan damai tanpa kericuhan seperti sekarang.

TBC

MY TIME TRAVEL [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang