MTT 18

3.4K 225 2
                                    

"Tunggu aku satu tahun lagi."

•••

Bola basket memantul semakin kencang hingga membuat suaranya semakin nyaring.

Prajurit yang telah lama berada di kamp memperhatikan beberapa remaja yang dulunya sering berkumpul sedang bermain bola.

Setelah memperhatikan beberapa detik mereka pergi melanjutkan tugas. Namun berbeda lagi dengan Kevan, Dino, Jion, Rifan, dan Hiro.

Mereka yang baru masuk ke militer beberapa bulan itu sedikit penasaran dengan sekumpulan remaja yang sedang bermain bola basket.

Decak kan kagum keluar dari mulut Dino ketika melihat gerakan Allean mendribble bola basket dengan gerakan cepat.

Mungkin karena merasa diperhatikan, Allean menoleh kearah Dino dengan alis terangkat dia berjalan menuju beberapa prajurit yang terlihat masih sangat muda.

Dia menyerahkan lima botol susu kepada kelima prajurit itu, dan diterima dengan baik oleh kelimanya.

"Kamu anaknya siapa?" Tanya Dino penasaran.

Mendapat pertanyaan blak-blakan dari Dino, Allean terdiam sesaat sebelum akhirnya tersenyum manis kedepan.

"Aku Allean." Balas Allean tanpa memberitahukan nama ayahnya.

Dia hanya anak haram, jika mengatakan bahwa dia adalah anak presiden kepada mereka, bukankah itu tidak pantas?

"Ouh ternyata kamu Allean? Yang bagi-bagiin uang di kota kemarin kan?" Tanya Jion.

Jion ingat dua tahun lalu ketika dia masih berada di sekolah militer, ayahnya menceritakan seorang anak yang memberikan mereka uang.

Allean mengangguk dengan malu-malu, masalah uang kemarin dia sudah berusaha untuk melupakan nya, jika diingat kejadian tersebut sangat memalukan.

Zeyan datang menghampiri Allean, dia menunjuk lapangan bola, "Ayo sebentar lagi kita mau ke rumah pohon."

Perhatian Zeyan beralih ke lima prajurit didepannya, "Kalian?"

"Kami baru masuk kesini beberapa bulan lalu." Balas Dino.

Anak itu mengangguk mengerti dan berjalan pergi bersama Allean menuju Feiza yang saat ini sedang makan Snack bersama Gio.

"Cucunya kakek tua auranya dominan banget gak sih?" Celetuk Dino sambil menyenggol lengan Kevan.

Kevan menoleh lalu mengangguk, mungkin karena Zeyan sudah mendapatkan pelajaran mengenai kemiliteran hingga membuatnya menjadi lebih dewasa daripada ketiga temannya yang lain.

***

Feiza menaruh tusuk sate keatas panggangan, sambil menunggu sate nya matang gadis itu berjalan kearah Zeyan yang sedang memetik buah apel bersama Allean.

Sesampainya disamping Zeyan, tanpa sadar mata Feiza menuju ketangan Zeyan.

"Tangan kamu kenapa?" Tanya Feiza ketika melihat goresan luka besar yang belum kering.

Zeyan menggeleng pertanda tidak apa-apa, "Gak sengaja tergores peluru."

Tergores peluru? Bukan tertembak peluru?

Feiza berbalik menuju rumah pohon dan mengambil sebuah salep disana, dan kembali lagi kearah Zeyan.

Dia menarik tangan Zeyan menuju ayunan yang tidak jauh dari sana, gadis itu mencekal tangan Zeyan yang ukurannya lebih besar dari tangannya.

Ketika dia merasakan tangan tersebut terasa dingin, Feiza mendongak, "Tangan kamu kenapa dingin banget?"

"Tangan kamu hangat." Tutur Zeyan.

Pergerakan Feiza berhenti, jari telunjuknya yang sedang mengoleskan salep juga terhenti karena ucapan Zeyan.

Dia tiba-tiba teringat dengan mimpinya, disana dirinya dan Zeyan selalu bergandengan tangan dan berpelukan.

Lalu ketika mereka sudah menikah, dia hamil walaupun anaknya harus meninggal sebelum dilahirkan.

Mimpi itu, apakah akan menjadi kenyataan dimasa depan?

"Kamu mikirin apa?" Tanya Zeyan saat melihat Feiza terdiam.

Feiza kembali mengoleskan salep ke tangan Zeyan, "Kamu pernah mikir gak gimana masa depan kita?"

"Masa depan?" Gumam Zeyan.

"Em, siapa yang akan menjadi jodoh kita, dan bagaimana kehidupan kita dimasa depan."

"Apakah aku akan menikahi mu dan memiliki anak lalu mati?"

"Kenapa kamu nanyain ini? Masa depan belum terjadi, mau bagaimana kita dimasa depan itu pilihan kita sendiri."

"Soal jodoh, waktu pasti bisa menjawabnya."

"Zeyan, jika suatu saat nanti kita semua berpisah, apakah kita bisa bertemu lagi?"

Zeyan terdiam, dia mengamati wajah Feiza yang terlihat serius mengoleskan salep ditangannya.

Kulit lembut Feiza menyentuh kulit kasarnya, entah mengapa Zeyan merasakan debaran jantung yang pernah dia rasakan dua tahun lalu.

Namun, debaran apa ini? Mengapa perasaannya menjadi sangat aneh.

"Kamu inget gak apa yang di omongin Allean dua tahun lalu?" Tanya Zeyan ketika sudah tersadar dari lamunannya.

Feiza menutup botol salep lalu duduk di ayunan yang berada di samping ayunan Zeyan.

"Apa?"

"Entah itu sekarang atau masa depan, kita tidak akan pernah berpisah, Dimanapun kamu berada disitu kami ada." Ucap Zeyan mengulangi kalimat yang dikatakan Zeyan beberapa tahun lalu.

Kali ini giliran Feiza yang terdiam.

Zeyan menatap Feiza dengan lamat, "Ifei.."

Deg!

Mata Feiza bergetar, selama ini selain orangtuanya tidak ada orang yang memanggilnya dengan nama tersebut.

Bahkan Zeyan dulu hanya memanggil nya Feiza atau Za.

"Kamu?"

Zeyan mencengkeram erat tali ayunan, perasaan gugup membuat nya semakin tidak nyaman.

"Tunggu aku satu tahun lagi.."

TBC

MY TIME TRAVEL [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang