MTT 28

2.9K 179 7
                                    

"Jika ada kehidupan setelah kematian."

•••

Dibalik dinding, Allean dan Feiza menyaksikan semuanya mereka berdua terdiam ketika Zacky tertembak.

"Ini rencana yang kamu bilang?" Tanya Allean.

Feiza mengangguk, musuh terakhirnya adalah Zacky, jika dia mati maka dirinya tidak mati.

Nyawa ditukar nyawa, jika dia ingin hidup maka Zacky harus mati. Seperti itulah takdir bekerja.

Allean kembali terdiam dan kembali menyaksikan sekumpulan orang yang berada di lapangan kamp militer.

Mata Allean menyipit ketika menyadari ada seseorang yang mengendap-endap ke tengah lapangan.

"Dia siapa?"

Feiza ikut menoleh, tubuh gadis itu menegang ketika menyadari siapa orang yang ditunjuk Allean.

***

Zacky menodongkan senjata nya kedepan dengan nafas yang naik turun.

Dia tau jika dirinya tidak akan kembali dengan keadaan hidup, karena dia akan mati maka dia akan membawa Rifan bersamanya.

Rifan tersenyum sinis ketika Zacky mengangkat senjata nya, di segala sisi pria itu sudah ada tentara dan dia masih berani menodongkan senjata?

"Mau menembakku? Tembak!" Teriak Rifan.

Pria berumur 56 tahun itu bergetar karena marah dan takut, dengan tangan yang tidak seimbang dia menekan pelatuk.

Setelah peluru keluar tak lama dari itu peluru dari belakang juga keluar dan menembus dada Zacky.

Rifan ingin menghindar namun seseorang memeluk tubuhnya.

Suara tembakan peluru mengenai tubuh seseorang membuat suasana sangat hening.

Terutama Rifan yang terdiam kaku, dia memandang gadis didepannya yang baru saja memeluknya dan menerima peluruh yang tadinya ingin mengenainya.

"Fanya!" Teriak Rifan.

Dia memeluk tubuh Fanya yang ambruk ke belakang, tangan Rifan bergetar ketika melihat darah yang tak henti keluar dari tubuh Fanya.

"Jangan tidur!" 

Fanya menatap wajah Rifan dengan mata yang sedikit memburam, "A-aku harus memanggilmu apa?" Tanya Fanya lirih.

"Tuan Lenio atau Rifan?"

Bibir Fanya bergetar, dia merasa dibohongi dan dimanfaatkan, ketika dia sudah mempercayai Rifan ternyata laki-laki itu hanya menganggap dirinya sebagai bidak agar tidak mengacaukan rencananya.

Rifan menggeleng, dia kembali memeluk tubuh Fanya, "Bukan, aku- aku Rifan."

"Bukannya aku sudah berjanji? Aku berjanji akan menjemputmu dua hari lagi, kenapa kamu kesini?"

Darah segar keluar dari mulut Fanya, gadis tersebut melepaskan tangannya dari genggaman Rifan, "Jika aku tidak datang hari ini, mungkin aku tidak akan tau jika kamu pembunuh ayahku."

"Tapi dia-"

"Walaupun dia penjahat, pria itu masih ayahku." Potong Fanya dengan suara tercekat.

Feiza dan Allean berjalan menghampiri Rifan dan Fanya, dia tertegun ketika melihat air mata gadis di depannya.

Ketika Fanya melihat Feiza, entah mengapa Fanya selalu merasakan perasaan yang tidak bisa dia jelaskan, "Dari awal dunia kita sudah berbeda, aku saja yang terlalu memaksakan diri untuk bersama kamu."

"Daripada terus disini, lebih baik kita kerumah sakit!" Celetuk Feiza.

Dengan cekatan Rifan membawa Fanya kedalam gendongannya dan membawanya memasuki mobil.

"Fanya, bertahan, jika kamu ingin membenciku setidaknya kamu harus terus hidup."

***

Dilorong rumah sakit, Rifan, Feiza dan Allean sedang menunggu kabar dari Fanya.

Feiza menatap Rifan sebentar lalu mengalihkan pandangannya, "Maaf." Tuturnya.

Rifan menoleh, "Untuk apa?"

"Jika aku tidak menyuruhmu mendekati Fanya, seharusnya dia tidak akan menjadi seperti ini."

Feiza awalnya memang berniat untuk membunuh Fanya, namun setelah mengetahui jika Fanya belum terlibat dia mengubah rencananya dan mencoba menyelamatkan gadis itu.

Tapi siapa sangka Fanya akan muncul disaat yang tidak tepat?

"Seharusnya aku berterimakasih, karena kamu sudah membuat aku mengenal Fanya." Tutur Rifan.

"Kamu menyukainya?"

Rifan terdiam, suka? Dirinya juga tidak tau apakah dia menyukai Fanya atau tidak. Dia hanya merasa bersalah karena harus menempatkan Fanya diposisi ini.

"Tidak." Ucapnya.

Tak lama dokter keluar dari ruangan operasi, dokter itu membuka maskernya sambil berjalan kearah Rifan.

"Siapa keluarga nya?"

"Aku!" Ucap Rifan cepat.

Dokter menghadap kearah Rifan, "Waktunya tidak akan lama lagi, peluruh sudah merusak jantung nya, lebih baik kalian masuk dan berbicara dengannya untuk terakhir kali."

Rifan menegang, laki-laki tersebut langsung bergegas masuk bersama Feiza dan Allean di belakang.

Dia dalam ruang operasi, Fanya telah terguling diatas kasur, matanya terbuka dan tertutup.

Ketika sudah berada dihadapan Fanya, Rifan mencekal tangan Fanya dan mengusapnya pelan.

"Fanya.." Ucap Rifan dengan parau

Fanya menoleh dengan nafas yang tidak beraturan, gadis itu tersenyum tipis ketika wajah Rifan yang dia lihat untuk pertama kalinya.

"J-jika ad-da kehidupan setelah k-kematian, a-aku akan menunggu kamu disana." Ucapnya.

"M-memenuhi semua janji y-yang pernah kamu ucapkan."

"Membawaku p-pulang, dan melindungiku."

Air mata Rifan meluruh disaat Fanya kembali tersenyum kearahnya, "Maaf."

"K-kamu tidak perlu meminta maaf."

"Kamu harus h-hidup deng-an baik, j-jangan sedih d-dan merasa bersalah.."

"K-kakak.."

Fanya mengusap wajah Rifan dengan tangan yang berlumuran darah, "K-kita bisa menjadi k-kakak adik k-kan?"

Walaupun mereka tidak bisa bersama setidaknya mereka memiliki ikatan, kakak adik.

Laki-laki itu mengangguk kencang, "Kamu bisa jadi adik aku."

Mata Fanya semakin menyipit, tangannya terjatuh ke bawah dan nafasnya mulai tersendat-sendat.

"Fanya, Fanya!" Teriak Rifan panik.

Fanya mencoba membuka matanya untuk melihat Rifan, "Ka-kak.."

TBC

MY TIME TRAVEL [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang