41. Kehilangan

20 3 0
                                    

Di dalam basecamp, lima remaja laki-laki berkumpul di lantai dua. Mereka duduk di tempat masing-masing, diam membisu. Suasana begitu sunyi, seolah udara dingin malam itu menyusup hingga ke dalam ruangan, membekukan percakapan yang belum sempat dimulai.

Berbeda dengan yang lain, Raka terlihat gelisah. Ia mengubah posisi duduknya berulang kali, mencoba menemukan kenyamanan. Tapi entah sofa yang ia duduki atau justru dirinya sendiri yang tidak nyaman dengan keheningan saat ini.

Afran menghela napas pelan, memperhatikan gerak-gerik Raka dengan pandangan tajam. Pikirannya mulai mengira-ngira, “3.. 2.. Sat…” Dan benar saja, ketika Afran mulai menghitung detik dalam kepalanya, sebuah insiden kecil terjadi.

Lengan Raka secara tidak sengaja menyenggol pot dengan bunga plastik di tepi meja sebelahnya. Menimbulkan suara keras diantara keheningan saat ini.

Kelontong!  Ya, kurang lebih terdengar seperti itu suaranya.

Terdengar nyaring hingga semua orang serentak beralih menatap Raka. Pandangan mereka tajam, menelusuk, menatapnya dingin. Raka mematung, ingin mengatakan bahwa ia tidak sengaja, namun jangankan menjelaskan, menelan ludah saja rasanya sulit. Bukan kali pertama ia berada dalam situasi seperti ini, dan ia benci harus mengalaminya lagi. Afran diam-diam menggeleng, sudah menduga hal seperti ini akan terjadi.

Melihat tatapan semua orang, dengan cepat Raka langsung meraih pot dengan bunga plastik itu dan diletakkan pada tempat semula.

Sampai akhirnya keadaan tegang itu tak berlangsung lama. Pintu yang tadinya tertutup rapat perlahan terbuka, memperdengarkan suara engsel yang berderit samar. Kepala mereka serempak beralih ke arah pintu, Zean muncul dari sana, sosok yang sejak tadi mereka tunggu. Tanpa banyak bicara, ia berjalan maju dengan langkah tenang. Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah kotak kecil berbentuk persegi dan meletakkannya di atas meja.

"Mulai besok kita akan fokus di misi masing-masing," ujar Zean dengan nada yang dalam dan tegas. Ia membuka kotak itu, lalu meletakkannya di atas meja yang berisikan sebuah gelang, untuk diperlihatkan pada yang lain. "Gue udah siapin penyadap di dalamnya, untuk berjaga-jaga. Tolong semuanya pakai."

Satu per satu, mereka mengambil gelang itu dari dalam kotak. Mematuhi perintah Zean.

"Ingat pesan gue," lanjutnya, tatapan matanya menyapu mereka satu per satu. "Jangan ada yang bertindak sendiri. Ini bahaya dan harus dilakukan dengan hati-hati."

Mereka mengangguk penuh keyakinan.

"Dengar baik-baik rencananya..." ujar Zean. Semua perhatian tertuju padanya, menyimak setiap kata yang ia ucapkan.

♡♡♡

Setelah pertemuan menegangkan beberapa saat lalu, kini Doni berdiri tegak di balkon atas basecamp itu. Sepuntung rokok menyala di sela jari tengah dan manisnya, asapnya melayang lambat, menyatu dengan gelap malam. Ia diam, membiarkan pikirannya berkelana tanpa arah.

"Laura bakal marah kalau tahu lo ngerokok lagi," suara yang datang tiba-tiba itu mengusik. Satya muncul tanpa peringatan, seperti bayangan yang melompat dari langit. Tak ada suara langkah kaki, tak ada tanda keberadaan, hanya keberadaannya yang tiba-tiba menghampiri.

Doni mendengus kecil, menyambut pernyataan itu dengan tawa dingin di ujung bibirnya. "Lo sendiri, gak khawatir soal Nayla?" Sindiran itu meluncur begitu saja, menusuk tajam. Ia tahu, Satya menyimpan sesuatu, dan kali ini ia ingin memancing lebih jauh.

Satya terdiam sejenak. Di balik wajah tegar yang ditampilkan, pikirannya penuh dengan kekhawatiran. Nayla. Gadis itu tak pernah luput dari benaknya. Bagaimana nanti keadaannya? Apakah ia akan makan teratur? Bagaimana dengan mental dan hatinya? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus menghantuinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NYCTOPHILIACTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang